Mohon tunggu...
Vieto
Vieto Mohon Tunggu... Jurnalis - Citizen Reporter
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tanjung Priok: Mengubah Stigma Melalui Musik dan Kreativitas

14 Juli 2023   19:42 Diperbarui: 14 Juli 2023   19:44 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehari setelah rilis, Dika terkejut ketika karyanya diperhatikan oleh "TuanTigaBelas". Ini adalah penghargaan kedua baginya, meski tidak ada hadiah fisik, tetapi dia terkejut mendapat pengakuan. Niat mereka bukanlah untuk mencari perhatian, tetapi untuk mempublikasikan arti penting "Peace in Diversity" dalam kehidupan sehari-hari pada masa itu. Menurut Dika, musik tidak perlu dipelajari melalui les privat yang mahal. Musik muncul dari perasaan murni. Setiap karya seni akan lebih dinikmati dan dapat menyentuh hati orang lain jika dibuat dengan jujur.

Sejak itu, Dika dan Bewok sering bertemu sambil menikmati kopi untuk membicarakan berbagai hal. Dika mulai menjadi lebih terbuka dan memperbaiki keterampilan sosialnya. Dia menyadari bahwa menjadi terlalu introvertnya tidak baik, karena tidak semua hal di dunia ini harus disimpan sendiri. Dia mulai berbagi hal-hal yang dianggapnya layak untuk disebarkan, terutama pesan-pesan positif.

Dika mencapai titik di mana setiap pertemuan membawa kabar baik, dan dia menyadari bahwa kabar baik harus disampaikan dengan cepat. Mempertaruhkan diri sendiri merupakan fase yang sulit, karena apa yang sudah ada di dalam diri tidak dapat diubah, tetapi selalu bisa ditingkatkan. Kita memiliki kendali atas diri kita sendiri dan dapat menciptakan aliran positif dalam hidup, meski kadang-kadang kita membutuhkan keseimbangan.

Untungnya, Dika menemukan keseimbangan melalui hubungannya dengan Sang Pencipta. Dia bersyukur mendapatkan dukungan dari kelompok majelis taklim An-Najwa dan Nurul Muhibbin. Pemimpin majelis tersebut, Habib Syekhan Djindan dan Habib Husen Assegaf, yang dulunya teman masa kecil Dika, menjadi panutan baginya. Mereka berasal dari lingkungan yang tidak menguntungkan tetapi memutuskan untuk kembali kepada jalan Allah, menyebarkan pesan mereka dengan cara yang modern dan bisa diterima oleh generasi milenial.

Pada kesimpulannya, perjalanan Dika dan lingkungannya mencerminkan kekuatan transformasi. Hidup bukanlah perlombaan tetapi estafet. Setiap orang akan terbang dengan kecepatannya sendiri. Tetaplah menjadi diri sendiri dan hargai diri sendiri sejauh-jauhnya. Nikmati gelombang kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun