Mohon tunggu...
Vieto
Vieto Mohon Tunggu... Jurnalis - Citizen Reporter
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tanjung Priok: Mengubah Stigma Melalui Musik dan Kreativitas

14 Juli 2023   19:42 Diperbarui: 14 Juli 2023   19:44 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanjung Priok, daerah dengan perputaran uang terbesar di Jakarta, selama ini sering dikaitkan dengan stigma negatif. Kejahatan dan kekerasan pernah dianggap sebagai hal yang biasa bagi warga Priok. Namun, sekarang ada perubahan positif yang sedang terjadi di daerah tersebut berkat berkembangnya kuliner dan industri kreatif. Perubahan ini didorong oleh beberapa faktor, seperti lokasinya yang strategis dekat dengan laut, pelabuhan, mal, dan pusat perbelanjaan lainnya. Bahkan, Tanjung Priok telah dijuluki sebagai "kota kontainer" atau "kota transformer".

"Ngga heran sih, setiap hari, baik pergi kerja maupun sekolah, itu-itu aja," kata Dika, seorang warga setempat. "Tapi bagi kami, itu hanya bagian dari kehidupan sehari-hari." Sejak kecil, kami diajari bahwa kesalahan di jalan bisa berakibat fatal.

Budaya anak muda di Tanjung Priok terkenal dengan tempat nongkrong mereka sambil berbagi cerita sambil menyeruput kopi. Di tengah kesibukan ini, ada seorang individu yang meyakini bahwa musik harus menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Dia melihat musik seperti mahkota yang penting bagi setiap orang. Mari kita kenal dengan Dika, atau yang biasa dipanggil Bokir, nama lengkapnya Andika Suryawan. Lahir pada 24 Mei 1999 di Jakarta, dia memiliki campuran keturunan Lampung, Padang, Sunda, dan Jakarta. Dia adalah alumni Bahariwan 45, sekolah pelayaran terkenal di Jakarta. Di lingkungan tempat tinggalnya di Jalan Mawar, dia biasa dipanggil "bebeh", sedangkan teman-temannya mengenalnya sebagai "Bokir".

Pada awalnya, Dika adalah penggemar musik pop barat dan kenangan indah. Namun, minatnya perlahan bergeser ke musik Lo-Fi dari akhir 2010-an. Tanpa banyak berpikir, dia memutuskan untuk mencoba membuat musik, menganggapnya sebagai hal yang menyenangkan dan menarik. Dia membeli laptop dengan spesifikasi tinggi dan menginstal FL Studio. Dua minggu kemudian, dia menciptakan karya musik pertamanya yang berjudul "Feeling Bad".

Ketika ditanya mengapa memilih judul "Feeling Bad", Dika menjelaskan, "Karena saat itu, saya sedang menghadapi masa sulit. Dari hubungan asmara hingga masalah lainnya, semuanya tiba-tiba berantakan. Saya sangat membutuhkan dukungan, tetapi orang tersebut meninggalkan saya begitu saja. Itu merupakan salah satu patah hati terbesar dalam hidup saya, dan bisa dibilang itu titik terendah dalam hidup saya."

Dika merilis "Feeling Bad", lagu yang dia ciptakan sendiri dengan nama seniman "Bokirsky" di Spotify. Musik instrumentalnya memiliki nada sedih dan dipadukan dengan unsur rap. Mendapatkan respon positif, dia melanjutkan perjalanan musiknya dan akhirnya merilis remix dengan judul "Cash and Out".

Teman-teman dan pendukungnya penasaran tentang proses pembuatan musiknya. Dika menjelaskan, "Saya bisa membuat musik karena saya belajar sendiri dan sungguh-sungguh mencintainya." Dia mengakui ketertarikannya pada musik sedih Lo-Fi dan jenis beat sedih karena mereka bisa sangat mengena dan memungkinkannya mengungkapkan suasana hati. Inspirasi itu mendorongnya untuk membuat musik dengan nuansa lebih lembut.

Salah satu pencapaian terbesar Dika adalah ketika seorang bule Inggris membeli salah satu karyanya dengan harga 250.000 Rupiah. Menanggapi hal itu, Dika dengan cepat melepas hak lisensi musiknya, menyadari bahwa karyanya memiliki nilai dan dihargai.

Pada tahun 2023, Dika terus mengejar impian musiknya meskipun juga sibuk bekerja di luar daerah. Dia merenung, "Musik instrumental terus terlintas dalam pikiran saya, meskipun kebanyakan orang mendengarkannya untuk meng-cover lagu. Tapi bagi saya, itu berbeda. Saya pernah dekat dengan seorang teman yang benar-benar artistik dan unik. Itu sangat menarik dan mudah dipahami."

Mari kita kenal dengan Bewok, yang bernama asli Yudha Aribowo, teman masa kecil Dika di Mawar Dalam Barat. Mereka bekerja sama dalam sebuah proyek di mana Dika membuat remix instrumental, dan Bewok menyumbangkan narasinya melalui voice-over. Karya mereka, berjudul "Peace in Diversity", diunggah di YouTube. Esensi dari karya mereka adalah untuk menyatukan masyarakat dari berbagai kalangan dan mencegah perpecahan. Mereka meyakini bahwa tidak perlu ada konflik yang tidak perlu jika perbedaan bisa memperkaya negara dengan keberagaman budaya dan tradisi. Musik instrumental Dika memiliki nuansa yang lebih gelap, mencerminkan kepribadian introvertnya, tetapi juga menunjukkan kepeduliannya terhadap dunia sekitarnya. Gaya bahasa satir Bewok menambahkan kesan yang kuat, karena saat itu sedang berlangsung kampanye pemilihan presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun