"Tidaaaakkkkk" jeritku dalam hati. Aku nggak mau lagi membebankan nama seperti itu buat anakku kelak. Aku ingin membuat nama yang betul-betul memberi pengaruh masa depan yang baik, yang maju, tidak stagnan seperti nama Gadis, Dara, atau Perawan.
Baiklah, aku tak perlu merengek bahkan mengutuk namaku sendiri. Setidaknya itu nama yang bagus yang diberikan oleh ayahku. Ayahku sudah tua, tak mungkin aku salahkan kenapa dulu membuat namaku menjadi Gadis. Aku yakin ini hanya sementara, dan aku uring-uringan karena aku masih memiliki kegadisanku.
Aku tetap berusaha mendapatkan ganti suamiku. Tapi, kenapa aku sulit sekali jatuh cinta? Laki-laki seperti apakah yang kira-kira nanti akan menjeratku dan merenggut kegadisanku? Aku ingin mendapatkan laki-laki yang cocok dan berhak mendapatkannya.
Bukan berarti aku tidak berusaha. Aku berusaha. Teman-temanku pun berusaha. Keluarga juga berusaha mencarikan jodoh buatku. Tapi aku tak tahu, mengapa semuanya menguap begitu saja bagai asap yang terburai angin. Ambyaaarrr.
"Usiamu sudah lebih dari 40 lho Jeng, kalau menikah harus cepat-cepat punya momongan. Nanti nggak keburu. Soalnya kan wanita itu ada batasan usia saat melahirkan yang aman."
Hmmm..baiklah teman, tapi!! Jangankan melahirkan, punya suami saja aku belum! Pacar juga belum! Tahu nggak sih Loh?? Aku memaki-maki dalam hati. Ya, aku pendiam. Aku tidak mau orang lain tahu apa yang aku pikirkan. Aku tak selembut yang mereka kira. Aku tak setegar yang mereka duga. Aku wanita lemah, yang tiap malam menangis merenungi perjalanan hidupku, kegagalanku, kesepianku. Tapi mereka tak ada yang tahu, karena mereka hanya tahu saat aku kerja siang hari di kantor. Aku wanita tegar, percaya diri, lembut, pekerja keras dan taat beribadah. Huhhhh...keringat mulai mengalir di dahiku. Bahkan tanganku basah kena keringat.
Apakah hari-hariku akan kesepian? Tanpa seseorang yang mau mendampingiku saat usia senja nanti? Suami? Anak? Kemana mereka? aku tak pernah mengenal mereka. Aku hanya kenal saudaraku, ayahku yang makin renta setelah ibu tiada, ponakan-ponakanku yng sebentar lagi pergi mencari masa depannya sendiri. Teman-temanku? Sahabat-sahabatku? Mereka hanya ada saat siang menjelang, saat -saat sunyi sepi malam hari, siapa yang bisa aku sandarkan kepala ini, siapa yang bisa mendampingi saat aku merajut mimpi-mimpi?
Kesabaranku diuji lagi. Saat dokter memvonisku. Rahimku harus diangkat. Itu berarti aku tidak mungkin bisa memiliki anak kandung. Kalaupun nanti aku punya suami, jangan harapkan seorang anak yang lahir dari rahimku. Rahimku sudah diangkat. Aku hanya berharap, aku tidak mau bernama Gadis lagi. Karena aku masih ingin punya suami.
***
Suatu senja, datang kerabat mengajak seorang laki-laki setengah baya. Wajahnya teduh dan berwibawa. Ia ingin memintaku menjadi istri ketiganya. Aku terpesona. Mulai terjerat rayuannya.Senyumnya menawanku, hingga aku tak kuasa menolaknya.Oh Allah, apakah ini laki-laki yang akan merenggut kegadisanku kelak, setelah ijab kobul terlaksana. Sayangnya, aku baru tahu kalau namanya Pria Sujantan. Aduuuh,...
Namaku bukan Gadis lagi. Tapi ibu Pria Sujantan. Sering dipanggil Ibu Pria atau ibu Jantan. Karena mereka hanya tahu aku istrinya Pak Pria. Terus, buat apa selama ini aku mempermasalahkan kalau namaku Gadis yang sampai berumur masih tetap gadis? Hahahahahaahaha.....