"Wah ! Kok keren banget ini orang" Itulah kalimat yang muncul di pikiran saya, saat menemukan berbagai informasi mengenai sosok Sylvester Stallone - aktor veteran Hollywood yang sering terkenal dengan berbagai peran ikoniknya di film aksi era 80 dan 90an.
Semua bermula ketika saya tidak sengaja menonton film Rocky 4 di salah satu stasiun TV swasta pada suatu malam di tahun 2008. Dari ketertarikan pada karakter yang diperankan di film tersebut (Rocky Balboa), membawa saya mencari tau lebih jauh tentang Sylvester Stallone yang ternyata tidak hanya seorang aktor, melainkan juga seorang sutradara, produser, dan penulis naskah. Saya terinspirasi dengan sosoknya, yang penuh perjuangan dalam mengejar cita-citanya sebagai aktor dengan berbagai rintangan yang dilalui.
Dari situlah minat terhadap dunia film muncul. Saya ingin tau bagaimana proses pembuatan film. Bagaimana caranya agar dapat menjadi seorang pembuat film. Rasa penasaran ini membuat saya rajin bolak balik ke warnet kala itu. Â Sejak itu pula, salah satu tujuan hidup saya adalah menjadi seorang pekerja di bidang film, walau belum spesifik dengan jenis profesinya. Bila menilik ke belakang, setidaknya ada empat kegiatan yang sangat bermakna dalam mencapai cita-cita tersebut.
Bersekolah di SMK Jurusan Multimedia
Lulus dari bangku Sekolah Menengah Pertama, saya memutuskan untuk masuk ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang memiliki jurusan multimedia. Sebagai langkah awal untuk belajar secara formal tentang dasar-dasar ilmu broadcasting dan film. Keputusan saya untuk masuk SMK, disayangkan oleh banyak orang orang sekitar, seperti keluarga besar, teman masa SMP, dan tetangga. Alasannya karena mereka beranggapan bahwa kualitas pendidikan di SMK kurang baik, sehingga akan berdampak pada masa depan saya nantinya.
Beruntung, saya memiliki orang tua, terutama Ibu yang sangat suportif terhadap keputusan sekaligus mimpi-mimpi saya yang ingin bekerja di industri film. Walaupun tidak ada satupun keluarga yang berkecimpung di bidang tersebut. Saya sangat menikmati setiap proses belajar selama di bangku SMK. Terlebih pada mata pelajaran praktikum multimedia, dan selalu mendapatkan peringkat dua besar selama tiga tahun tersebut. Dari sekolah inilah, saya mendapatkan informasi lebih tentang kampus yang saya inginkan.
Membuat Rumah Produksi Independen
Selanjutnya, saya melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Multi Media MMTC Yogyakarta, di program studi Manajemen Produksi Siaran. Di awal perkuliahan, saya tidak banyak mengalami kendala dalam hal materi perkuliahan, karena sudah mendapatkan beberapa materi tersebut dari sekolah sebelumnya. Â Seiring berjalannya waktu, saya mulai memfokuskan diri untuk belajar sebagai penulis naskah.Â
Beruntung, di kampus ini, saya dipertemukan dengan beberapa teman yang memiliki visi misi serta semangat yang sama dalam berjuang untuk meraih mimpi sebagai seorang filmmaker. Saya bersama dua orang rekan sekelas bernama Riza Pahlevi dan Dhion Fanditya, membuat team bernama HRV production, yang kemudian menjadi rumah produksi independen. Kami bertiga mulai sering mengikuti kegiatan tentang periflman di luar agenda kampus.Â
Di bawah bendera HRV Production, kami berusaha untuk produktif membuat film-film pendek yang diikutsertakan ke berbagai festival, baik dalam maupun luar negeri. Salah satu karya yang sangat berkesan adalah Makmum (2016), selain karena meraih banyak penghargaan, film pendek horor berdurasi 8 menit tersebut membawa kami masuk ke industri film panjang pada tahun 2019. HRV Production menjadi wadah saya untuk terus mengembangkan diri, kesempatan berjejaring dengan sesama filmmaker muda, serta mengasah kemampuan sebagai produser film pendek dan penulis naskah.
Melihat saya yang semakin aktif di kegiatan film, membuat Bapak saya memiliki kekhawatiran. Terlebih dengan stigma yang kurang baik terhadap seorang pekerja seni, termasuk di bidang film. Mulai dari masa depan yang tidak terjamin, pergaulan yang sulit dikontrol, dan lain sebagainya. Beberapa kali Bapak meminta saya untuk mendaftar sebagai pekerja kantoran begitu menjelang lulus kuliah. Tapi tekat saya tetap bulat. Keinginan sebagi seorang penulis naskah justru semakin kuat. Seperti yang diungkapkan Robert Regan dan Lisa Laskow Lahey dalam The Real Reason People Won't Change, Â bagaimana persepsi membentuk realita kita sendiri. Saya yakin, dengan semua tekad, pandangan dan pemikiran dari semua proses yang telah saya lewati, akan membawa saya ke tahap semakin dekat dengan hal yang saya inginkan.
Berbagi Ilmu di Kampus Almamater
Setelah bekerja menjadi karyawan TV swasta dan staff di salah satu resort bintang tiga, saya berkesempatan untuk kembali ke kampus almamater, sebagai dosen pembimbing praktek di tahun 2020. Saya cukup percaya diri dengan pengalaman sebagai praktisi, namun tidak dengan kemampuan bicara di depan umum yang saya miliki. Sebelumnya, saya adalah tipikal orang yang sulit untuk menjelaskan sesuatu dengan jelas dan detail. Sejak kecilpun, banyak orang sekitar menilai saya sebagai anak yang pendiam dan pemalu. Tetapi, kali ini mau tidak mau saya harus belajar untuk berkomunikasi dengan baik di depan umum, sebagai kewajiban dalam memberikan materi dan membimbing para mahasiswa-mahasiswi di kampus. Rekan seprofesi saya, banyak memberi semangat moril agar saya dapat lebih percaya diri. Â
Saya juga mengamati bagaimana mereka dapat menyampaikan setiap informasi pada mahasiswa dengan tertata dan jelas. Perlahan, rasa percaya diri itu timbul, dan berganti menjadi antusiasme positif saat saya harus bicara di depan umum. Saya mulai nyaman untuk menerima tawaran mengisi seminar, workshop, dan menjadi narasumber di beberapa acara. Sekali lagi, saya merasa berada di lingkungan yang tepat, karena membawa semangat perubahan ke arah yang lebih baik.
Tahun ini (2023) genap empat tahun saya masuk ke industri film panjang. Rasanya, hampir setengah cita-cita saya sudah berhasil di raih. Beberapa film yang saya tulis berhasil meraih lebih dari satu juta penonton di bioskop. Sangat menyenangkan berada di posisi yang sebelumnya hanyalah angan-angan masa kecil. Tapi saya tidak ingin berpuas hati. Saya masih harus lebih banyak belajar, meningkatkan kualitas penulisan naskah, dan ingin dapat terus berprestasi di bidang perfilman. Tapi di sisi lain, saya juga memiliki pekerjaan lain sebagai pengajar, dan juga kembali menempuh bangku pendidikan di strata dua.
Banyaknya tugas kampus dan deadline naskah yang saling kejar, seringkali membuat saya kelelahan dan merasa penat. Belum lagi beberapa agenda keluar kota untuk meeting project, shooting, dan premiere film, menjadikan waktu sebagai sesuatu yang sangat berharga. Tantangan besar bagi saya agar dapat membagi waktu antara karir dan pendidikan. Saya belajar untuk menentukan prioritas pada setiap aspek kehidupan. Saya mencoba untuk lebih disiplin dengan waktu, agar dapat efisien mengerjakan setiap tugas dan kewajiban saya sebagai seorang pengajar, penulis, sekaligus mahasiswi S2.Â
Memang banyak hal yang harus dikorbankan, seperti tenaga, pikiran, dan waktu luang. Tapi saya yakin, semua usaha ini akan menjadikan saya sebagai manusia yang lebih berkualitas. Setiap kesulitan, kesedihan, dan rintangan yang dihadapi, saya coba mengolahnya menjadi sebuah pengalaman bermakna yang juga bisa menjadi ide-ide baru untuk menulis naskah.
Tidak disangka, dari satu judul film, membuat saya memiliki tujuan hidup, dan mendapatkan banyak pengalaman berharga. Saya ingin membuktikan pada orang-orang yang pernah meragukan langkah yang saya tempuh, termasuk juga pada diri saya sendiri. Â Bahwa saya mampu untuk menjalaninya, menikmati semua prosesnya, dan terus bertanggung jawab terhadap jalan yang sudah saya pilih.
Daftar pustaka :
Brooks, D. (2012, November 27). How people change. The New York Times. https://www.nytimes.com/2012/11/27/opinion/brooks-how-people-change.html
Meyerson, D., Linsky, R. H. and M., Kotter, J. P., & Nayar, V. (2015, November 10). The real reason people won’t change. Harvard Business Review. https://hbr.org/2001/11/the-real-reason-people-wont-change
Aris. (2023, June 27). Teori Kebutuhan Maslow: Pengertian, KONSEP & Pembagiannya. Gramedia Literasi. https://www.gramedia.com/literasi/teori-kebutuhan-maslow/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H