Mohon tunggu...
Talita Aqila
Talita Aqila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Kala hidup tak melulu soal merangkai kata yang indah, tetapi menulis kata yang tepat.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Mengapa Warga Jakarta Hobi ke Puncak Saat Liburan?

16 April 2024   16:02 Diperbarui: 16 April 2024   20:28 1125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kemacaten Jalan Raya Puncak Bogor.  Foto: Arif Firmansyah/ANTARA FOTO

Panas, gerah, sumpek.

Itu yang dirasakan jika terjebak macet siang-siang karena one way Puncak Bogor.

Sabtu, 13 April 2024 pukul 4.00 pagi Tol Jagorawi menuju arah Puncak ramai dipadati kendaraan roda empat. Pagi hari menjadi waktu paling ideal untuk memulai perjalanan jika tidak ingin terjebak macet di Puncak. Ini adalah prinsip yang di pegang Ubaidah (51), saat melakukan perjalanan dari Jakarta menuju kota hujan tersebut untuk acara family gatheing.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Puncak Bogor selalu ramai pada pekan liburan. Seperti hobi, kendaraan dengan pelat B gemar sekali di jumpai di Jalan Raya Puncak tiap hari libur. Tingginya minat masyrakat kota ke Puncak Bogor ini mengakibatkan pembludakan hingga melahirkan sistem lalu lintas one way yang menjadi “musuh” terberat para pengunjung. 

Ubaidah sendiri rutin berkunjung ke Puncak Bogor tiap tahunnya bersama keluarga besar. Lebaran kali ini menjadi tahun ke-8 wanita asal Jakarta tersebut mengunjungi Puncak untuk menghabiskan pekan lebaran bersama sanak keluarga. Bisa dikatakan, delapan tahun pengalaman menjadikan mereka tahan dan siap menghadapi kondisi jalanan di Puncak nantinya. 

“Ini adalah tahun ke delapan kita bikin acara family gathering Puncak di hari raya, jadi kita mentalnya sih, mentalnya udah dipersiapkan. Akan kita hadapi macet, akan kita hadapi one way, akan kita hadapi segala macem kita udah prepare,” ujar Ubaidah mengenai gejolak lalu lintas Puncak.

Namun, Puncak memang tidak bisa ditebak. 

Foto lapangan gesekan dua arah Puncak Bogor Sabtu (13/4/2024). Foto: Talita Aqila/Kompasiana
Foto lapangan gesekan dua arah Puncak Bogor Sabtu (13/4/2024). Foto: Talita Aqila/Kompasiana

Perjalanan yang seharusnya memakan waktu 10 menit berubah drastis menjadi 2 jam, jauh dari prediksi Ubaidah dan keluarga. Siapa yang menyangka jalan kecil yang mereka pilih untuk ke tempat penginapan akan dipenuhi kendaraan “buangan” akibat one way di jalur utama.  

Terik matahari seperti menertawakan para pengendara yang tak bergerak kala itu. Para pengguna mobil meningkatkan suhu pendingin, ada juga yang memutuskan membuka kaca jendela, takut mesinnya kepanasan. Mereka yang di motor mengibas-ngibaskan tangan sambil mencari celah untuk pergi. 

Rizka (19) juga menjadi korban one way kala itu. Ia dan keluarganya berangkat sekitar 11 siang pada Minggu, 14 April 2024, tak sesuai rencana awal untuk berangkat pada pagi buta. Rizka terjebak one way menuju arah Gadog (Jalan Raya Puncak) selama 6 jam, dari 11 siang hingga pukul 8 malam. 

“Rutin, tiap liburan pasti ke puncak dan emang macet sih, tapi ayah aku selalu pilih jadwal yang pas kalo berangkat ke puncak, jadi jarang banget kena macet. Kecuali kemarin itu kena macet karena emang berangkat ke puncaknya gak sesuai plan.”

Pengalaman macet tak terprediksi ini lumrah dialami mereka yang datang ke Puncak. Puluhan ribu kendaraan biasa bertadangan tiap harinya, tak terkecuali akhir pekan lalu yang mencapai 18 ribu kendaraan pendatang berdasarkan keterangan Wakil Direktur Lalulintas Polda Jawa Barat AKBP Edwin Affandi di Simpang Gadog, Sabtu (13/4/2024).

Lantas yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa Puncak masih jadi destinasi andalan saat kemacetan adalah wajah yang pertama kali mereka temui?

 Bagi Ubaidah sendiri, Puncak menjadi tempat ideal bagi keluarga besarnya menikmati libur pekan. Keluarga yang beranggotakan 13 bersaudara itu telah terpencar ke berbagai daerah, dan lebaran menjadi ajang untuk berkumpul, ajang untuk membayar hutang rindu sebab jarak yang memisahkan. Maka dari itu, semua ingin memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk menjaga rasa kebersamaan ini. Pergi berlibur menjadi salah satu cara mengenang memori bersama sebelum akhirnya berpisah lagi.

“Pada saat lebaran kan mereka pada pulang kampung nih ke Jakarta, nah mumpung ada momen kumpul keluarga semua kita mau cari suasana baru, mau liburan bareng. Salah satu destinasi yang menurut kami, ini hasil kesepakatan, dekat dari Jakarta itu di Puncak.” 

Biasanya, orang akan beranggapan bahwa apa yang di cari orang kota ketika pergi ke Puncak adalah suasananya. Udara dingin, kabut pagi hari, hingga pemandangan hijau menjadi daya tarik umum yang dianggap menjadi tujuan orang-orang datang ke Puncak. Namun bagi keluarga Ubaidah, Puncak di pilih setelah berbagai pertimbangan keluarga yang lebih kompleks dari sekedar suasana. 

“Kenapa kita gak pilih barat? Kenapa kita gak pilih laut? Karena keluarga kami itu banyak anak-anak kecil. Ketika kita prediksi nih, kalau anak kecil kita bawa ke laut, wah itu orang tuanya PR banget tuh mengawasinya karena terlalu luas. Kalau kita nginep di vila (Puncak) itu gampang ngawasinnya.” 

Puncak di cap cocok bagi mereka yang membutuhkan ketenangan bagi orang tua juga anak. Kadang kala, orang tua tidak bisa menikmati liburan secara penuh karena harus berhati-hati dengan lingkungan sekitar demi kesalamatan anak. Rasa khawatir ini rasanya takkan pernah hilang, apalagi jika berada di area yang terlalu luas. Maka dari itu, Ubaidah memilih Vila sebagai solusi agar anak dan orang tua bisa menikmati liburan secara bersama. 

Berbeda certia dengan Rizka, Ia dan keluarga rutin mengunjungi Puncak pada pekan liburan karena harus mengunjungi rumah neneknya. Lebaran tentu menjadi momentum untuk bertemu orang-orang tercinta, dan Rizka harus menempuh perjalanan panjang demi bertemu sanak keluarga. 

“Itu yang aku tanya-tanyain juga sih (tentang ramainya Puncak). Tapi kalau aku kan alasannya jelas, soalnya rumah nenek aku ada di Puncak,” Ujar Rizka. 

Puncak Bogor tidak menjadi pilihan tanpa sebab. Ada cerita dibalik perjalanan panjang yang mereka tempuh demi mencapai puncak tujuan disana. Bagi orang lain, mungkin pergi ke Puncak saat mengetahui medan kemacetan disana sama saja dengan “bunuh diri”. Namun, Puncak bukan sekedar perjalanan impulsif tetapi juga pertimbangan terbaik dari segala kemungkinan yang ada. Puncak tak sekedar hobi tahunan orang Jakarta tetapi tradisi keluarga untuk menjaga tali silaturahmi yang ada. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun