Rizka (19) juga menjadi korban one way kala itu. Ia dan keluarganya berangkat sekitar 11 siang pada Minggu, 14 April 2024, tak sesuai rencana awal untuk berangkat pada pagi buta. Rizka terjebak one way menuju arah Gadog (Jalan Raya Puncak) selama 6 jam, dari 11 siang hingga pukul 8 malam.
“Rutin, tiap liburan pasti ke puncak dan emang macet sih, tapi ayah aku selalu pilih jadwal yang pas kalo berangkat ke puncak, jadi jarang banget kena macet. Kecuali kemarin itu kena macet karena emang berangkat ke puncaknya gak sesuai plan.”
Pengalaman macet tak terprediksi ini lumrah dialami mereka yang datang ke Puncak. Puluhan ribu kendaraan biasa bertadangan tiap harinya, tak terkecuali akhir pekan lalu yang mencapai 18 ribu kendaraan pendatang berdasarkan keterangan Wakil Direktur Lalulintas Polda Jawa Barat AKBP Edwin Affandi di Simpang Gadog, Sabtu (13/4/2024).
Lantas yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa Puncak masih jadi destinasi andalan saat kemacetan adalah wajah yang pertama kali mereka temui?
Bagi Ubaidah sendiri, Puncak menjadi tempat ideal bagi keluarga besarnya menikmati libur pekan. Keluarga yang beranggotakan 13 bersaudara itu telah terpencar ke berbagai daerah, dan lebaran menjadi ajang untuk berkumpul, ajang untuk membayar hutang rindu sebab jarak yang memisahkan. Maka dari itu, semua ingin memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk menjaga rasa kebersamaan ini. Pergi berlibur menjadi salah satu cara mengenang memori bersama sebelum akhirnya berpisah lagi.
“Pada saat lebaran kan mereka pada pulang kampung nih ke Jakarta, nah mumpung ada momen kumpul keluarga semua kita mau cari suasana baru, mau liburan bareng. Salah satu destinasi yang menurut kami, ini hasil kesepakatan, dekat dari Jakarta itu di Puncak.”
Biasanya, orang akan beranggapan bahwa apa yang di cari orang kota ketika pergi ke Puncak adalah suasananya. Udara dingin, kabut pagi hari, hingga pemandangan hijau menjadi daya tarik umum yang dianggap menjadi tujuan orang-orang datang ke Puncak. Namun bagi keluarga Ubaidah, Puncak di pilih setelah berbagai pertimbangan keluarga yang lebih kompleks dari sekedar suasana.
“Kenapa kita gak pilih barat? Kenapa kita gak pilih laut? Karena keluarga kami itu banyak anak-anak kecil. Ketika kita prediksi nih, kalau anak kecil kita bawa ke laut, wah itu orang tuanya PR banget tuh mengawasinya karena terlalu luas. Kalau kita nginep di vila (Puncak) itu gampang ngawasinnya.”
Puncak di cap cocok bagi mereka yang membutuhkan ketenangan bagi orang tua juga anak. Kadang kala, orang tua tidak bisa menikmati liburan secara penuh karena harus berhati-hati dengan lingkungan sekitar demi kesalamatan anak. Rasa khawatir ini rasanya takkan pernah hilang, apalagi jika berada di area yang terlalu luas. Maka dari itu, Ubaidah memilih Vila sebagai solusi agar anak dan orang tua bisa menikmati liburan secara bersama.
Berbeda certia dengan Rizka, Ia dan keluarga rutin mengunjungi Puncak pada pekan liburan karena harus mengunjungi rumah neneknya. Lebaran tentu menjadi momentum untuk bertemu orang-orang tercinta, dan Rizka harus menempuh perjalanan panjang demi bertemu sanak keluarga.
“Itu yang aku tanya-tanyain juga sih (tentang ramainya Puncak). Tapi kalau aku kan alasannya jelas, soalnya rumah nenek aku ada di Puncak,” Ujar Rizka.