Mohon tunggu...
Viddy Daery
Viddy Daery Mohon Tunggu... -

Aku adalah Aku

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi-puisi Hang Tuah

30 Maret 2019   08:43 Diperbarui: 30 Maret 2019   09:33 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PERJALANAN DARAT KE WILWATIKTA

 

Hang Tuah memimpin rombongannya

Meninggalkan pelabuhan Sedayu

Menuju Istana Majapahit di pedalaman

Sang Laksmana naik kuda gagah

Didampingi Sang Pujangga bijak bestari

Mendaki bukit Sendang Drajat

Tampak nun sawah-sawah teratur rapi

Rumah-rumah desa bagai lukisan surga

Sepanjang hari suara gending gamelan mengudara

Sayup penyanyi tayub menembangkan puja asmara

"Negeri Tuan adalah zamrud Katulistiwa !"

"Tetapi sebentar lagi musnah, Sang Perkasa..."

"Alahai siapakah si kejam yang merusaknya ?"

"Para durjana kulit putih rambut merah dari Kerajaan Kegelapan,

Dan para mata sipit kulit kuning dari Dajjalistan !

Begitu ramalanKeropak Jayabaya, oh Baginda !"

Hang Tuah menggemeretakkan gerahamnya

"Cih, saksikan Tuan Pujangga, aku tak akan membiarkan !

Aku bersumpah Melayu tak kan hilang di dunia !"

Sang Pujangga mencatatnya di lembaran Lontara

Tetapi air matanya menetes berwarna darah..

Bumi Sendang Drajat, Lamongan, September 201

Viddy Ad Daery :

 

ADUHAI LAKSMANA

 

Aduhai Laksmana raja di laut

Berlayarlah lagi keliling Laut Jawa

Sejak Baginda tak lagi meronda

Para bajak laut berpesta pora

Sedayu, Tuban, Jepara dan Banten

Pelabuhan-pelabuhan utama bagaikan kuburan

Dan hasil bumi rakyat menumpuk tidak terjual

Namun para Syahbandar leluasa korupsi

Menyita rampasan-rampasan di pelabuhan

Dikunci di gudang-gudang milik Kerajaan

Untuk dibagi paroh dengan Adipati dan para pangeran

Rakyat desa kini melarat kering kerontang

Tak mampu lagi beli beras dan ikan

Mereka kini menyate kadal dan belalang

Tembang mereka ratapan sedih dan lara

Merindukan kembali zaman Gajah Mada

Dan kejayaan Laksamana Hang Tuah

Yang kini telah tiada

Pantai Sedayu, Lamongan, September 2018.

Viddy Ad Daery :

 

BUNGA TANJUNG LESUNG

Bunga Tanjung Lesung ini

Apakah muatan yang berharga ?

Karena baunya tidak semerbak

Hanya merambat wangi serasa kasturi

Yang disukai penduduk surga

Bukan julung-julung manusia

Hang Tuah memelintir kumisnya

Semua muatan selalu hak Sultan Malaka

Tapi apakah sekuntum Bunga Tanjung Lesung

Yang terkulai layu bermuram durja

Akan dirampasnya juga ?

Kapal "Mendam Berahi" terus berlayar

Angin mendorong terlalu laju

Pulau Jawa semakin menjauh

Bunga Tanjung Lesung lesi dan lesu

Pujaannya Hang Tuah tak punya kuasa

Karena hidup matinya tertakluk Sultan Malaka.

Laren, Lamongan, September 2018.

Viddy Ad Daery :     

HANG TUAH MELAYARI SELAT KARIMATA

 

Setelah mengiringkan Sultan Malaka kembali pulang

Hang Tuah memohon ijin perkenan Sang Raja

Untuk berlayar kembali bersegera

Dipilihnya Kapal "Mambang Segara" yang kecil tapi kuat

Bukan kapal "Mendam Berahi" yang besar dan mewah

Atau kapal "Sairul-Alam" yang sedang-sedang sahaja

"Mambang Segara" lajunya meningkah ombak

Yang dituju tidak jauh, hanya Selat Karimata

Sang Laksmana hendak meninjau Pulau Jemaja

Hadiah berharga dari Raja Wilwatikta

Pulau terpencil di tengah lautan

Tetapi indah menawan bergunung-ganang

Pantainya putih berbaris nyiur melambai

Pulau cantik itu akan diwariskan Sang Laksmana

Kepada anak cucunya kelak

Kekayaan paling berharga dalam hidupnya

Di usianya yang kini mulai menuju senja

Meski otot-ototnya masih cukup perkasa

Hang Tuah menangis bahagia

Akhirnya dia yang jujur mengabdi sepanjang hidupnya

Mendapat balasan hadiah dan kehormatan

Meski justru bukan dari Tuannya

Tempat ia berkorban jiwa raga

Tetapi dari Raja Jawa nun di seberang samudra

Penguasa Nusantara

Yang menguasai separuh bumi selatan

Dari Madagascar sampai Kepulauan Timur

Yang hatinya penuh kasih dan dermawan

Jauh dari tamak dan haloba

Lamongan, September 2018

Viddy Ad Daery :

 

 

SUMPAH GUNUNG LEDANG

 

Hang Tuah tertegun lesu

Sultan Malaka ternyata Raja Tega

Sepanjang hidupnya telah dibaktikan padanya

Tetapi balasannya adalah hukum bunuh

Atas dirinya

Sultan telah termakan fitnah si culas Kerma Wijaya

Menuduh serong dengan dayang-dayang Raja

Tetapi semua adalah hoax-hoax-hoax

Untunglah Sang Bendahara punya hati manusia

Dia tak mau membunuh Hang Tuah

Karena tahu kesetiaan Hang Tuah

Seribu satu jasa dan pengorbanan telah dipersembahkan

Sepanjang hidup sejak jadi hulubalang

Hingga jadi Laksamana Utama

Maka dititahkannya suatu muslihat

Hang Tuah dibuang di hutan Gunung Ledang

Namun kepada Sultan dilaporkannya

Bahwa Hang Tuah dimakan macan

Akan halnya Sang Laksmana yang tersia-sia

Dia justru membersihkan

keangkeran Gunung Ledang

dengan sumpah sakti dan mematikan  :

Hai Jambu Rakat, sambut kirimanku

Puteri Runduk di Gunung Ledang

Ambacang masak sebiji bulat

Penjilat tujuh penjilat

Pengarang tujuh pengarang

Diorak dikumbang jangan

Kalau tidak kau sambut

Dua hari jangan ketiga

Mati mampek mati mawai

Mati tersadai pangkalan tambang !

Phuuuaaaahhhhh !!!!!!

Lamongan, Jawa Timur, September 2018

RIWAYAT HIDUP DAN RIWAYAT PEKERJAAN Drs.AHMAD ANUF CHAFIDDI

 

alias Viddy Ad Daerl

Nominator Test SELEKSI CALON DIRJEN KEBUDAYAAN Kemdikbud RI ( 9 nominee setelah diseleksi dari 50-an pendaftar ).

Drs.Ahmad Anuf Chafiddi, alias Viddy Ad Daery , lahir di Lamongan, Jawa Timur, 28 Desember 1961, menulis laporan berita, puisi, cerpen, novel, artikel/kolom dan naskah drama serta naskah sinetron. Juga menyutradarai dan memproduksi film.

Viddy juga sering diundang untuk menjadi pemakalah pada seminar-seminar Internasional di kawasan Asia Tenggara, antara lain : Malaysia, Brunei, Thailand dan Singapura, disamping di berbagai daerah di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun