Juga menurut arkeolog nasional Bambang Budi Utomo, kalau melihat banyaknya temuan situs dan prasasti di tepi Sungai Lamong, maka sangat besar kemungkinan Sungai Lamong dulu dilayari perahu-perahu dagang.
Dalam folklor-folklor Lamongan dan Gresik, memang banyak menyebut peran penting Sungai Lamong, misalnya perjalanan dakwah Sunan Giri dan para santrinya, termasuk Sunan Hadi yang nantinya mendirikan Kadipaten Lamong atas restu Sunan Giri. Nama Kadipaten Lamong yang akhirnya berubah menjadi Lamongan, mau tak mau pasti mengambil nama Sungai Lamong.
PERTEMUAN ANAK SUNGAINYA
Kalau melihat peta Google Maps, maka Sungai Lamong meski kini jatuh menjadi kali kecil, ternyata mempunyai banyak anak sungai. Menurut arkeolog Dwi Cahyono, salah satu anak sungainya yang lokasinya dekat Selat Madura ada yang menyambung dengan Sungai Brantas, namun itu bukan berarti Kali Lamong adalah anak Sungai Brantas.
Sedang menurut Maksum Lengkir, budayawan lokal desa Kacangan, Kecamatan Modo, Lamongan, anak sungai Kali Lamong ada yang bersambung dengan Bengawan Solo di sekitar Bauwerno (kini Burno) sebuah desa kuno yang kini adalah merupakan perbatasan wilayah Babat-Lamongan dengan Kabupaten Bojonegoro. Lalu jalur sungainya masuk ke Semarmendem, terus alirannya menuju Bajul terus ke Bluluk lalu ke Ngimbang terus ke Patakan terus menuju Sambeng dan bergabung dengan Kali Lamong yang menuju Garung dan Pamotan, mantan ibukota kerajaan kecil/pakuwon yang merupakan vassal/bawahan Majapahit.
Dengan tersingkapnya alur-alur sungai di pedalaman Lamongan ini, maka KIAN TERBUKTI BENAR seliweran sejarah zaman Airlangga di abad 9-10 M sampai 12 M, Majapahit-Gajah Mada di abad 13-15 M dan sejarah Sunan-sunan termasuk Sunan Hadi di abad 15-16 M yang membangun dan memperbesar wilayah Kadipaten Lamong/ Lamongan.
Karena tanpa adanya peran sungai itu, memang agak mengherankan kalau Airlangga, Gajah Mada dan Sunan Hadi bergerak cepat ke seluruh penjuru Lamongan dari arah Bengawan Solo ke arah Sungai Brantas ulang-alik. Sebab tentunya waktu itu jalan raya darat meski sudah ada, tapi tentu kondisinya belum bagus.
Jadi, alur sungai nampaknya lebih masuk akal menjadi pilihan utama. Namun sayang, kini Kali Lamong dilupakan sejarah. Bahkan pemerintah Kabupaten Lamongan hanya sekedar mengklaim Gajah Mada “thok” , tanpa melakukan hal-hal yang berarti, termasuk merevitalisasi Kali Lamong yang bersejarah itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H