Mohon tunggu...
Vico Rachman
Vico Rachman Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menulis apa adanya..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Korupsi di Kampus, Rantastia: Kualitas Seseorang Ditentukan Oration Budi Pekerti Bukan dari Gelar yang Diakui

12 November 2024   09:36 Diperbarui: 12 November 2024   09:36 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Dokn pribadi CEO UIPM Rantastia Nur Alangan. 

Setelah ramai pemberitaan media online tentang gelar Doktor yang diterima oleh Raffi Ahmad. Karena hal itu masyarakat cenderung cepat memberikan penilaian negatif terhadap gelar atau kampus tertentu, terutama jika mereka menganggapnya tidak memenuhi standar atau tidak terdaftar di lembaga resmi, seperti Dikti di Indonesia.

Fenomena ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor berikut:

1. Kurangnya Pemahaman tentang Akreditasi dan Sistem Pendidikan Alternatif

Banyak masyarakat yang menganggap gelar dari kampus yang tidak terdaftar di lembaga nasional sebagai tidak sah atau tidak berkualitas. Mereka mungkin belum memahami bahwa di dunia pendidikan ada berbagai bentuk akreditasi dan pengakuan yang diakui secara internasional, bahkan di luar sistem Dikti atau kementerian pendidikan suatu negara.

2. Pengaruh Media dan Stereotip Sosial

Media dan pemberitaan sering kali membentuk persepsi publik. Kampus atau gelar yang di luar arus utama (seperti kampus online atau kampus dengan akreditasi internasional) sering dilabeli sebagai "abal-abal" atau kurang kredibel. Stigma ini sering kali diperparah oleh berita-berita yang hanya menyoroti aspek negatif tanpa melihat sisi positif atau kualitas akademiknya.

3. Minimnya Informasi tentang Kualifikasi Internasional

Sebagian besar masyarakat hanya memahami kualifikasi yang dikeluarkan oleh sistem pendidikan nasional. Padahal, ada banyak lembaga internasional yang diakui di berbagai negara, tetapi tidak tercakup dalam kerangka pengawasan nasional. Gelar-gelar ini, meskipun sah secara internasional, kadang dianggap meragukan jika tidak sejalan dengan persepsi lokal.

4. Kurangnya Kepercayaan terhadap Pendidikan Online atau Non-tradisional

 
Pendidikan online atau pendidikan yang tidak berpusat di kampus fisik sering kali dianggap kurang kredibel, padahal di era digital saat ini banyak kampus bereputasi yang menyediakan program online. Masyarakat kadang menilai kualitas pendidikan hanya dari keberadaan fisik kampus, tanpa mempertimbangkan efektivitas metode pembelajarannya.

5. Budaya Pendidikan yang Terpusat pada Sertifikasi Resmi

Di banyak negara, termasuk Indonesia, masyarakat sering menilai seseorang dari "label" formal seperti nama kampus dan gelarnya. Sering kali, kualitas seseorang diukur dari seberapa dikenal kampusnya, bukan pada kompetensi atau kontribusi nyata individu tersebut.

6. Kurangnya Pengetahuan tentang Akreditasi Internasional

Ada banyak lembaga akreditasi internasional yang memiliki standar pendidikan tinggi dan sudah diakui oleh lembaga internasional. Namun, masyarakat sering kali tidak memahami peran lembaga-lembaga ini dalam menjamin kualitas pendidikan. Ketidaktahuan ini kadang membuat mereka langsung menganggap gelar asing atau alternatif sebagai tidak sah.

Penting bagi masyarakat untuk lebih memahami berbagai jalur pendidikan yang sah dan beragam, termasuk lembaga-lembaga yang diakui secara internasional. Sebaliknya, lembaga pendidikan yang bergerak di luar arus utama perlu menyosialisasikan informasi mengenai kualitas, akreditasi, dan metode pendidikannya. Dengan begitu, persepsi negatif terhadap gelar atau kampus tertentu bisa berkurang, dan masyarakat bisa menilai kualitas lulusan berdasarkan kemampuan, prestasi, dan kontribusi nyata mereka, bukan sekadar "label" kampus atau jenis gelar yang diperoleh.

Sementara itu, CEO UIPM Indonesia Rantastia Nur Alangan menanggapi hal itu, "Kualitas seseorang ditentukan oleh Budi pekerti. Cinta kasih. Bukan suatu gelar dari univetsitas diakui Dikti, " ujarnya Selasa (12/11/2024).
 

Ia menambahkan, "Sebab justru lulusan universitas dalam sepanjang sejarah pergantian Presiden selalu ada korupsi dari pejabat tinggi yang lulusan dari universitas diakui Dikti. Sebab Korupsi adalah sumber kehancuran sebuah negara, " imbuhnya.***

Sumber: RNA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun