5. Budaya Pendidikan yang Terpusat pada Sertifikasi Resmi
Di banyak negara, termasuk Indonesia, masyarakat sering menilai seseorang dari "label" formal seperti nama kampus dan gelarnya. Sering kali, kualitas seseorang diukur dari seberapa dikenal kampusnya, bukan pada kompetensi atau kontribusi nyata individu tersebut.
6. Kurangnya Pengetahuan tentang Akreditasi Internasional
Ada banyak lembaga akreditasi internasional yang memiliki standar pendidikan tinggi dan sudah diakui oleh lembaga internasional. Namun, masyarakat sering kali tidak memahami peran lembaga-lembaga ini dalam menjamin kualitas pendidikan. Ketidaktahuan ini kadang membuat mereka langsung menganggap gelar asing atau alternatif sebagai tidak sah.
Penting bagi masyarakat untuk lebih memahami berbagai jalur pendidikan yang sah dan beragam, termasuk lembaga-lembaga yang diakui secara internasional. Sebaliknya, lembaga pendidikan yang bergerak di luar arus utama perlu menyosialisasikan informasi mengenai kualitas, akreditasi, dan metode pendidikannya. Dengan begitu, persepsi negatif terhadap gelar atau kampus tertentu bisa berkurang, dan masyarakat bisa menilai kualitas lulusan berdasarkan kemampuan, prestasi, dan kontribusi nyata mereka, bukan sekadar "label" kampus atau jenis gelar yang diperoleh.
Sementara itu, CEO UIPM Indonesia Rantastia Nur Alangan menanggapi hal itu, "Kualitas seseorang ditentukan oleh Budi pekerti. Cinta kasih. Bukan suatu gelar dari univetsitas diakui Dikti, " ujarnya Selasa (12/11/2024).
Â
Ia menambahkan, "Sebab justru lulusan universitas dalam sepanjang sejarah pergantian Presiden selalu ada korupsi dari pejabat tinggi yang lulusan dari universitas diakui Dikti. Sebab Korupsi adalah sumber kehancuran sebuah negara, " imbuhnya.***
Sumber: RNA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H