Penonton tegang menyaksikan situasi ini. Termasuk bapak yang mencak-mencak terhadap Payet karena ulah durjananya itu. Doa, harap, keluh, kesah, juga gaduh, semuanya menyatu diatas langit, seragam menginginkan Ronaldo tetap melanjutkan laga final kali ini. Tentu, jika laga ini kehilangan Ronaldo terlalu pagi, sisa laga ini hanya menyisakan kutukan dan penyesalan dari seluruh pendukungnya diatas bumi. Selebihnya, Payet yang tertawa dalam hati dan tentu dikutuk Presiden Portugal!
Ronaldo digotong ke pinggir lapangan. Belum ada aba-aba atau kode dari tim medis untuk menyuruh menggantinya. Laga tetap dilanjutkan. Portugal tanpa sang kapten. Ditepi lapangan Ronaldo sedang berjuang melawan sakit dan keyakinannya sendiri. Penonton tentu tak menyaksikan laga yang sedang berlangsung tanpa ayah angkat Martinus itu. Melainkan mengintip-intip penuh penasaran di tepi lapangan; apakah Ronaldo akan melanjutkan perjuangan atau berhenti ditengah peperangan yang sedang berkecamuk!
*
Plong, legah. Doa seluruh pendukung Portugal diterima Sang Khalik! Ternyata Ronaldo masih bisa menlanjutkan laga, sekalipun kali ini lutut di bagian kirinya dilingkari perban, semacam mumi dati timur tengah, untuk meredakan sakit yang bermukim di persendian lutut kirinya. Laga tetap lanjut. Semua masih menantikan apakah tak ada masalah dengan Ronaldo paska tragedi Payet itu.
Bola masih dikuasai pasukan Deschamps. Saya tak memperhatikan lagi siapa yang menguasai pertandingan, melainkan memata-matai pergerakan Ronaldo sendiri. Beberapa menit berlalu, Ronaldo kini menguasai bola. Tapi tak lama menggiringnya, bola kemudian ia oper kembali ke Sanchez. Ronaldo kewalahan, tergapah-gopoh, kaki kirinya tak lagi kuat sesaat sebelum dinodai Payet. Laga masih tetap berlanjut. Doa masih terus menyerang langit, "ya Tuhan tolong stabilkan Ronaldo!". Kesempatan kedua, Ronaldo kembali mendapat umpan dari sisi kanan, ia melumpat mengontrol bola. Tapi sayang ketika ia jatuh menyentuh rumput hijau, bersamaan dengan itu pula segala keyakinan dan kemampuannya hilang ditelan tanah. Ronaldo terduduk, menangisi kenyataan, mengutuk persendian lutut kirinya, dan tentu mengutuk Payet yang memaksanya meninggalkan teater megah yang disediakan untuknya, terlalu pagi, saat belum ada apapun yang terjadi!
*
De Javu 1998
De Javu 2004 tentang Yunani memang tak terjadi, tapi De Javu Ronaldo botak pada 1998 di stadion yang sama, dan lawan yang sama, betul-betul berulang. Peristiwa final piala dunia 1998 di Stade De France yang mempertemukan Brazil vs Perancis, tentu masih hangat didalam ingatan kita. Luiz Nazario De Lima, Ronaldo yang kala itu sedang hot-hotnya sebagai anak muda berusia 21 tahun, tiba-tiba anti-klimaks saat berlaga di final. Entah cedera apa, yang pasti sihir-sihir fantastiknya sejak penyisihan hingga semifinal tiba-tiba lenyap. Semacam Samson Betawi yang kehilangan bulu keteknya, lantas menjadi tulalit. Brazil tumbang 3-0. Konon katanya Ronaldo sakit menjelang laga final tersebut. Namun tetap dipaksakan hingga tampak semacam bukan Ronaldo yang biasanya.
Payet, kerikil tajam yang merusak segala-galanya, terlalu pagi, saat waktu baru berumur 16 menit!
*