Robert ketawa. "Yaa tiap desa itu diaudit, apakah mereka sudah punya homestay, punya SDM untuk wisata, punya sentra berjualan cindera mata, desanya prokes atau tidak, begitulah.."
"Kamu seneng Likupang jadi ada desa wisatanya, Bert?"
"Tentu senanglah, Kak," kata Robert. "Menurut aku, daripada orang luar datang mengurusi alam sini menjadikan tempat wisata, bukankah lebih baik kalau penduduk setempat yang mengelola. Aku jelas lebih senang lihat penduduk Bahoi mengelola sendiri hutan mangrove-nya itu, daripada melihat pengelolaannya diambil warga luar dan warga lokal hanya jadi penonton."
Buat Anda yang merasa asing dengan nama Bahoi, Anda perlu tahu bahwa kawasan Likupang di North Sulawesi ini memang beken dengan hutan mangrove-nya. Salah satu kawasan hutan mangrove yang cukup luas itu berada di salah satu desa bernama Bahoi. Turis bisa jalan-jalan menyusuri hutan mangrove di sana dengan nyaman.
Â
"Dan aku gembira, Kak. Karena namanya ada desa wisata, maka di sana pasti ada kegiatan penduduk lokal untuk menghibur wisatawan," cerita Robert lagi. "Ini membuat wisatawan jadi lebih ingat akan Likupang, bukan sekedar 'Oh, ini daerah North Sulawesi yang banyak tempat diving-nya itu selain Bunaken.'"
Saya tersenyum dan bertanya, "Apakah semua desa wisata itu sudah sama memuaskannya? Akhirnya turis-turis itu kalau datang, biasanya mereka nginap berapa hari?"
Robert terdiam. "Tak terlalu merata, sebetulnya. Beberapa desa mau keluarkan servis cukup banyak. Tapi akhirnya tamu-tamu masih lebih senang menginap di Manado."
"Lho memangnya di sana itu nggak banyak penginapan?"