Sekarang, saya tidak pernah melirik-lirik kartu Lebaran lagi. Malah, sejak saya mulai bekerja, tiap bulan Ramadhan pun saya nggak pernah ribut belanja-belanji keperluan Ramadhan. Rasanya tak ada yang perlu dikirimi kartu, karena saya bicara dengan sahabat-sahabat saya hampir setiap hari di area sosial media. Termasuk dengan sahabat-sahabat jaman sekolah yang sudah tidak pernah saya lihat lagi wajah aslinya semenjak 20-30 tahun yang lalu.
Sebetulnya saya rindu acara milih-milih kartu Lebaran itu. Seru waktu milih desainnya. Tapi kalau dikirim, nanti terasa garing karena toh sudah ada WhatsApp yang jelas jauh lebih cepat dalam urusan mengucapkan selamat Lebaran.Â
Padahal saya juga nggak suka dikirimi selamat Lebaran via WhatsApp. Soalnya ucapan selamatnya itu hasil copas dan sudah diforward berkali-kali. Beda dengan kartu fisik yang jelas jauh lebih terasa personal.
Akhirnya, saya anggap saja bahwa memilih-milih kartu Lebaran itu adalah kebiasaan Ramadhan ketika saya masih kecil, dan hanya bisa diingat tanpa diulang.Â
Rutinitas bulan Ramadan mungkin berulang, tapi mengirim kartu Lebaran, mungkin akan jadi fase yang sudah berlalu dan akan selalu saya rindukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H