Malam..
Ketika hening memeluk dan gelap hampir merenggut gegap gempita sekitarku.
Tak ada kau disini. Cuma aku.
Sudah berapa lama kau arungi kota itu?
Kau lupa pada pertemuan dan perbincangan kita di sore dekat taman itu?
Sudah berapa lama waktu yang kusisihkan untuk mengingat
dan menumpahkan semua kerinduan ini?
Bukannya kuragukan janji dan sumpah setia kau,
tapi menunggu itu membuat jarak bila kau diami aku disini.
Kau harus tahu, setia itu bukan perkara yang mudah.
Kau pun harus tahu pula,
hati itu perlu ditempa...seperti sebilah pisau, semakin kau asa,
semakin tajam dan makin besar manfaatnya.
Begitu juga dengan hatiku, jangan pernah kau anggap remeh.
Aku tidak bilang kalau aku tidak setia
dan bukan juga aku seorang perempuan yang sempurna menjaga kesetiaan.
Aku lebih suka menjadi hampir sempurna dimata kau.
Tapi jika dengan semudah itu kau titipkan hatiku pada janji-janji kau,
kau balut dengan kata-kata manis kau, sama saja aku menepiskan logikaku.
Sudah berapa lama waktu yang kuhabiskan untuk memandang kalender itu tiap aku rindu?
Bukankah aku harus berpikir realistis ketika kau sudah
terlampau jauh meninggalkanku dalam hening?
Ah, tapi itulah hebatnya tipu muslihat cinta.
Sakit itu sudah menjadi bagian percintaan.
Dan anehnya lagi kegilaan tentang kau pun merambah ke seluruh urat nadiku,
membuatku sedikit pontang -panting menanggung cinta ini.
Gila aku kau buat, dan makin gila lagi kau kalau kutinggalkan.
Besok kalau kau datang dan membawa jutaan impian yang sudah kau wujudkan,
kau harus tanggung kegilaanku karena kerinduan ini...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H