A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini kembali terdengar dari kasus perkawinan yang berbau perbedaan agama. Munculnya kasus ini karena kedua mempelai memeluk agama yang berbeda. Sebuah tujuan yang mulia yaitu untuk membentuk sebuah keluarga , terhalang dengan peraturan hukum islam yang melarang untuk menikah dengan orang non-muslim. Larangan menikah dengan orang non-muslim ini disampaikan oleh MUI(Majelis Ulama Indonesia) dan menjadikan suatu undang-undang perkawinan yang intinya jelas, yaitu mengharamkan seorang islam untuk melakukan perkawinan dengan orang non-muslim, baik kepada pihak perempuan maupun kepada pihak laki-laki. Padahal jelas sekali dalam Al-Quran memperbolehkan seorang laki-laki islam untuk melakukan perkawinan dari ahl Al-Kitab(orang-orang Kristen dan Yahudi).
Menarik, bahwa Al-Quran jelas mengijinkan seorang laki-laki Islam untuk menikah dengan seorang perempuan ahl al-kitab, namun fatwa tidak memperbolehkannya. Fatwa melarang karena keuntungan dari pernikahan tersebut lebih kecil dari pada kerugiannya. Dasar MUI mengambil sikap yang berlawanan rupanya telah didorong oleh keinsyafan akan adanya persaingan keagamaan. Hal ini boleh jadi berarti bahwa persaingan itu sudah dianggap para ulama Indonesia telah mencapai titik rawan bagi kepentingan pertumbuhan masyarakat muslimin(Muhammad Atho, 1993:103)
Meskipun fatwa melarang melakukan perkawinan beda agama, tetapi masih ada orang yang melakukannya. Khusus mengenai kejadian-kejadian di Indonesia hal itu bersifat radikal karena berlawanan dengan apa yang secara jelas dinyatakan dalm Al-Quran. Darisinilah dapat ditekankan kembali untuk memperjelas dan gamblang permasalahan yang timbul hingga saat ini masih perlu kebijakan, karena masalah perkawinan ini merupakan masalah yang rumit dan fital bagi Departemen Agama (Depag) dan masyarakat islam khususnya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas muncul permasalahan sebagai berikut :
1. Apa pengertian dan tujuan dari perkawinan?
2. Mengapa perkawinan beda agama itu dilarang?
3. Apa saja hak dan kewajiban dari suami istri?
C. Tujuan
Perkawinan adalah sunnah Rosul, dimana semua orang diharapkan untuk melakukan perkawinan. Kali ini untuk bersama-sama membahas dan mengetahui apa yang dimaksud dengan perkawinan itu dan mengetahui tujuan utama dari perkawinan. Selain itu, juga mengetahui dan memahami secara luas dan gamblang penyebab dilarangnya perkawinan beda agama. Disamping itu juga perlu mengetahi apa saja yang menjadi hak maupun kewajiban baik suami maupun istri dalam berumah tangga.
A. Perkawinan di Indonesia menurut pandangan Islam
1. Pengertian Perkawinan
Dalam bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata "kawin" yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin. Perkawinan disebut juga "pernikahan" yang berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh. (Abdul Rahman Ghozali, 2008;7)
Berikut ada beberapa pendapat tentang pengertian perkawinan, yaitu: menurut UU perkawinan no.1 tahun 1974 pasal 1 Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.
Disamping definisi yang diutarakan oleh UU perkawinan no.1 tahun 1974 diatas, Kompalasi Hukum Islamdi Indonesia memberikan definisi lain yang tidak mengurangi arti-arti definisi UU tersebut, namun bersifat menambah penjelasan dengan rumusan sebagai berikut:
Perkawinan menurut islam adalah pernikahan, yaitu akat yang sangat kuat atau atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.(pasal 2)
Ungkapan : akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan merupakan penjelasan dari ungkapan "ikatan lahir batin" yang terdapat dalam rumusan UU yang mengandung arti bahwa akad perkawinan itu bukanlah semata perjanjian yang bersifat keperdataan. Ungkapan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, merupakan penjelasan dari ungkapan "berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa" dalam UU. Hal ini lebih menjelaskan bahwa perkawinan bagi umat islam merupakan peristiwa agama dan oleh karena itu orang yang melaksanakannya telah melakukan perbuatan ibadah. (Amir Syarifuddin, 2007; 40-41)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan perkawinan merupakan suatu ikatan lahir batin dari seorang pria dan wanita untuk membentuk suatu keluarga dalam menaati perintah Allah dan merupakan suatu perbuatan ibadah. Berikut adalah suruhan Allah dalam Al-quran untuk melaksanakan perkawinan, firman-Nya dalam surat an-Nur ayat 32 :
"Dankawinkanlahorang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui".(www.quranterjemah.com)
2. Tujuan perkawinan
Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan. Pemenuhan naluri manusiawi manusia yang antara lain keperluan biologisnya termasuk dalam aktivitas hidup, agar manusia menuruti tujuan kejadianya, Allah SWT mengatur hidup manusia dengan aturan perkawinan. Dapat disimpulkan bahwa tujuan dari perkawinan ialah memenuhi nalurinya dan memenuhi petunjuk agama.
Dari tujuan diatas, dapat dikembangkan menjadi lima yaitu :
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan
2. Penyaluran syahwat dan penumpahan kasih sayang berdasarkan tanggung jawab
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak dan kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.(abdul Rahman Ghozali, 2008; 24)
3. Larangan Perkawinan
Meskipun perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun yang ditentukan, belum tentu perkawinan itu sah,karena tergantung pada suatu hal yang menghalang. Halangan itu disebut juga larangan perkawinan. Yang dimaksud dengan larangan perkawinan adalah orang-orang yang tidak boleh melakukan perkawinan, digolongkan menjadi dua. Pertama mahram muabbad yaitu orang yang haram melakuakan perkawinan untuk selamanya : 1) adanya hubungan kekerabatan, 2) adanya hubungan perkawinan, 3) karena hubungan persusuan. Keduamahram ghairu muabbad yaitu larangan kawin yang berlaku untuk sementara waktu disebabkan oleh hal tertentu : 1) mengawini dua orang saudara dalam satu masa, 2) poligami di luar batas, 3) larangan karena ikatan perkawinan, 4) larangan karena talak tiga, 5) larangan karena ihram, 6) larangan karena perzinaan, 7) larangan karena beda agama.
B. Fatwa Perkawinan beda Agama, Hak dan Kewajiban Suami-Istri
1. Perkawinan Beda Agama
Yang dimaksud dalam beda agama disisni adalah perempuan muslim dengan laki-laki non muslim dan sebaliknya laki-laki muslim dengan perempuan non islam. Keduanya boleh melakukan pernikahan apabila pihak yang non muslim tersebut telah masuk islam. Tentang larangan kawin beda agama disebutkan dalam pasal 40 Kompalasi Hukum Islam Indonesia yang diberlakukan berdasarkan instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 disebutkan bahwa "dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dan wanita, karena wanita tersebut tidak beragam islam". Berdasarkan ketentuan ini dapat diketahui bahwa tidak ada perkawinan beda agama, bagi pihak-pihak yang ingin melaksanakan perkawinannya, mereka harus memilih agama yang dianut oleh pihak istri atau pihak suami. Tidak ada lagi setelah nikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan lalu pindah menikah di gereja atau Catatan Sipil. (Abdul Manan, 2008) sudah jelas disini tidak ada kawin beda agama, begitu juga fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia).
Sebuah dokumen yang berbentuk surat terbuka yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama daerah Jakarta yang didalamnya juga memberikan perincian apabila terjadi masalah perkawinan agama menyatakan bahwa apabila suatu perkawinan antara seorang pria Islam dan seorang wanita bukan islam hendak dilaksanakan, maka upacara perkawinan seharusnya dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) menurut peraturan agama Islam. Kepada para pegawai kantor Catatan Sipil, yang mencatat perkawinan-perkawinan bukan-Islam, surat itu meminta dengan sangat agar menghormati kepercayaan mereka di kantor tersebut. Jika seorang di antara mereka adalah seorang beragama Islam, surat itu meminta Kantor Catatan Sipil agar menganjurkan pasangan pengantin itu untuk mendaftarkan perkawinannya di Kantor Urusan Agama (KAU). Surat itu menegaskan bahwa hal itu adalah sesuai dengan asa Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Undang-Undang perkawinan tahun 1974. (Mudzhar, 1993;102)
Mengawini perempuan ahli kitab bagi laki-laki muslim sebenarnya diperbolehkan, oleh kaerena ada petunjuk yang jelas terdapat dalam Al-quran, sebagaimana di antaranya terdapat dalam surat al-Maidah ayat 5 :
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلاَ مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَن يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi." (http://superpedia.rumahilmuindonesia)
Fatwa yang dikeluarkan MUI tidak mengijinkan seorang pria melakukan perkawinan dengan ahl al-kitab meskipun dalam Al-quran diperbolehkan. Fatwa melarang perkawinan seperti itu karena kerugian lebih besar dari pada keuntungannya, selain itu rupnya telah didorong oleh keinsyafan akan adanya persaingan keagamaan. Maka sudah selayaknya ketentuan tersebut dalam Pasal Kompalasi Hukum Islam Indonesia tetap dipertahankan. Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria atau wanita Islam dengan wanita atau pria tidak beragama islam. Ijma' ulama Indonesia tentang masalah ini harus tetap dipertahankan dan harus ditingkatkan dalam peraturan perundang-undangan di masa yang akan dating.( Abdul Manan,2008)
2. Hak dan Kewajiban Suami Istri
Suatu keluarga akan terbentuk ketentraman dan ketenangan hati apabila sama-sama menjalankan tanggung jawabnya masing-masing. Dengan demikian, tujuan hidup akan terwujud.
1. Hak Bersama Suami Istri
a. Suami istri dihalalkan untuk melakukan hubungan seksual
b. Haram melakukan perkawinan
c. Hak saling mendapatkan waris akibat dari ikatan perkawinan yang sah
d. Anak mempunyai nasad(keturunan) yang jelas bagi suami
e. Kedua belah pihak wajib berperilaku yang baik.
2. Kewajiban Suami Istri
Suami Istri wajib saling mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberikan bantuan batin yang satu kepada yang lain. Suami Istri juga harus memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka. Suami Istri wajib memelihara kehormatannya. Suami Istri harus mempunyai tempat yang ditentukan bersama.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas tentang perkawinan beda agama dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Perkawinan merupakan sunnah Rosul, yaitu salah satu bentuk dari ibadah. Perkawinan yang tujuannya baik, di Indonesia khususnya persoalan perkawinan sering terjadi perbedaan pendapat di kalangan masyarakat, penyebabnya yaitu perbedaan agama. Sebenarnya telah disebutkan dengan jelas seorang muslim laki-laki diperbolehkan untuk menikah dengan perempuan non-muslim. Namun pernyataan yang ada pada Al-quran, oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) dilarang untuk melakukan perkawinan sebab kerugian yang ditimbulkan lebih besar dari pada keuntungannya selain itu didorong akan adanya persaingan keagamaan.
Disamping itu semua perkawinan merupakan hal yang mulia karena dengan perkawinan dapat terhindar dari perbutan yang kurang baik, serta mamupuk rasa tanggung jawab untuk hidup berkeluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Manan, Abdul.2008.Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia.Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Mudzar, Mohammad Atho.1993.Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia:sebuah studi tentang pemikiran hukum di Indonesia,1975-1988.Jakarta: INIS
Rahman, Abdul.G.2008.Fiqh Munakahat.Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Syarifuddin, Amir.2007.Hukum Perkawinan di Indonesia:Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group
http://superpedia.rumahilmuindonesia.net/index.php?title=Tafsir_Ibnu_Katsir_Surah_Al_Maidah_ayat_5 (OnLine) April 25, 2010
http://www.quranterjemah.com (OnLine) April 25, 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H