Siapa yang tidak mengenal WHO? WHO atau World Health Organization (Organisasi Kesehatan Dunia) merupakan badan PBB yang bertugas mengatur dan mengkoordinasikan isu-isu kesehatan global. WHO beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa mayoritas remaja di seluruh dunia jarang berolahraga, sebuah temuan yang diungkapkan dalam Global Status Report on Physical Activity 2022. Namun, apakah temuan tersebut benar?
Adanya kesibukan pelajaran dan banyaknya tuntutan akademis, banyak pelajar menghadapi kendala dalam menemukan waktu untuk berolahraga. Salah satu faktor yang berkontribusi pada kurangnya kegiatan fisik di kalangan pelajar adalah terbatasnya waktu yang disediakan sekolah untuk berolahraga.
"Sekitar 81% remaja saat ini tidak memenuhi rekomendasi aktivitas fisik minimal untuk mencapai kesehatan optimal," ungkap WHO.
Dalam era modern yang didominasi oleh teknologi, semakin banyak pelajar yang menghadapi tantangan akibat kurangnya kegiatan olahraga. Gaya hidup yang cenderung monoton kurang adanya aktivitas tubuh untuk bergerak menimbulkan dampak negatif pada kesehatan fisik maupun mental pelajar. Artikel ini akan membahas lebih lanjut tentang banyaknya faktor-faktor yang menyebabkan kurang adanya kegiatan olahraga di kalangan pelajar serta dampaknya terhadap performa studi mereka.
Tekanan Akademis
Dengan persaingan yang semakin ketat di dunia akademis, banyak pelajar merasa tertekan untuk mencapai hasil yang tinggi dalam studi mereka. Menuju generasi emas 2045, Indonesia semakin gencar mendidik generasi mudanya untuk dapat bersaing di kancah internasional (Kemdikbud.go.id). Selain dapat memajukan ekonomi, peningkatan kualitas sumber daya manusia akan membawa Indonesia menjadi sebuah negara yang maju dan mandiri. Akibatnya, persaingan ketat dan banyak waktu generasi muda tersita. Waktu yang seharusnya digunakan untuk berolahraga sering dikorbankan demi belajar lebih intensif. Pemahaman yang kurang tentang keseimbangan antara kegiatan akademis dan fisik dapat berdampak negatif pada kesehatan jangka panjang. Tekanan yang hadir di era ini tentu jelas terlihat.Â
WHO memberi rekomendasi aktivitas fisik berbeda untuk setiap kelompok umur. Anak-anak dan remaja (10-19 tahun) direkomendasikan berolahraga ringan minimal 60 menit per hari. Sedihnya, penelitian yang diungkapkan dalam edisi November 2019 jurnal The Lancet Child & Adolescent Health menunjukkan bahwa lebih dari 80 persen siswa di seluruh dunia tidak memenuhi rekomendasi tersebut. Fenomena ini tentu termasuk pelajar-pelajar di Indonesia dimana jarang berolahraga. Selain itu, sekolah sebagai tempat dimana remaja menghabiskan paling banyak waktu juga kurang menekankan pentingnya olahraga. Terbukti dari sebuah situs web asal SMAN 1 Pare, menyebutkan struktur kurikulum 2013 hanya menyelipkan 3 jam untuk mata pelajaran olahraga.Â
Banyaknya beban kurikulum akademis yang padat seringkali menjadi penghalang utama bagi waktu olahraga di sekolah. Penting untuk mengevaluasi dan menyesuaikan kurikulum sehingga memberikan ruang yang cukup bagi olahraga dan kegiatan fisik.
Memprioritaskan pendidikan memang lah penting namun jauh lebih baik jika kesehatan fisik dan mental pelajar diperhatikan. Selain diakibatkan oleh alokasi waktu yang lebih banyak untuk belajar, terkadang terbatasnya kesempatan siswa untuk berolahraga juga disebabkan oleh kurangnya fasilitas yang disediakan. Padahal dampak dari kurang olahraga terhadap kesehatan siswa dapat membahayakan nyawa. Contohnya dengan kekurangan kegiatan fisik dapat menyebabkan penyakit jantung dan diabetes.Â
Kursi vs. Kesehatan
Memanglah benar adanya bahwa kursi telah berperan penting dalam aspek kehidupan manusia, namun disisi lain kegunaan nya kursi juga dapat membahayakan nyawa. Berdasarkan Cimahikota.go.id, duduk terlalu lama dapat menyebabkan bagian pembuluh darah juga memperlamat metabolisme tubuh yang akhirnya berdampak pada kinerja tubuh secara keseluruhan. Seringkali kita temukan, dalam masyarakat sudah berpostur tubuh buruk. Padahal, memiliki postur tubuh yang baik bukanlah hanya tentang penampilan semata, namun memiliki manfaat yang signifikan bagi kesehatan secara keseluruhan, termasuk sistem gerak, pencernaan, pernapasan, dan lainnya (Ciputra Medical Center).Â
Oleh sebab itu, untuk memerangi dampak buruk dari 'kursi' atau lebih tepatnya duduk terlalu lama, olahraga sangat diperlukan pelajar untuk menghilangkan stres, kecemasan, bahkan depresi. Tak hanya itu, dipetik dari BBC, banyak terlihat pelajar yang mengalami obesitas dikarenakan permasalahan ini.Â
Maka dari itu, dengan kurangnya waktu olahraga di sekolah dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan dan kesejahteraan pelajar bahkan juga bisa menimbulkan hambatan/gangguan dalam kemampuan performa akademis pelajar.Â
Penting bagi sistem pendidikan untuk memberikan ruang dan kesempatan yang memadai bagi kegiatan fisik, memberikan pelajar kesempatan untuk mengembangkan kesehatan fisik dan mental yang optimal. Salah satunya dengan mengkaji kembali kurikulum yang telah berlaku sebagaimana pendidikan adalah kegiatan utama para generasi muda. Kurikulum baru yang sebaiknya mencakup kekhawatiran dan kesadaran akan pentingnya olahraga.
Penulis
Nataline WoenÂ
Vianca Annabel Rasiady
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H