“tidak ada, yang ada hanya kami berdua di pulau ini. aku dan suamiku Ray, sedangkan aku sekarang mencuci pakaian kami berdua”jawab Dewi
“Apakah dinda bisa tinggal di tempat seperti ini yang tak berpenghuni? selalu di landa sepi? apakah dinda akan ingin hidup seperti halnya manusia lainnya? lebih baik dinda ikut saya, di sana banyak kehidupan yang menanti kita!”ajak saudagar
“di sini aku memang sepi dan ingin meninggalkan semua ini tetapi disini ada Ray yang selalu menemani.tapi… bukan disini tempatnya yang ku harapkan”jawab Dewi
“coba dinda pikirkan sejenak mana yang lebih baik dan harus di putuskan, bilamana dinda ingin meniggalkan semua ini, dinda bisa ikut bersama saya dan akan ku jadikan dinda istri saya”tambah saudagar
“baiklah,….aku akan ikut bersamamu” Dewi pun memutuskan tuk meninggalkan kesepiannya yang selama ini ia rasakan dan pergi bersama saudagar itu menuju kota.
Haripun menjelang sore dan Ray pulang dari menangkap ikan dan ia ingin segera cepat sampai rumah dan memberi tahu Dewi kalau ia hari ini berhasil menangkap ikan banyak. Sesampainya di rumah tak didapatinya Dewi dan hanya selembar daun jati yang ia temukan di atas meja bambunya. Di daun itu bertuliskan “maafkan dinda kanda Ray, dinda ingin selalu bersama kanda, tapi dinda juga ingin hidup bahagia bersama dengan yang lainnya, yang mana kebahagiaan itu bukan milik kita semata”. Ray menangis, dan seakan tak kuasa menerima kenyataan ini semua.
“Ya Tuhanku kau memisahkan kami dengan kematian dan mengembalikan kebahagiaan dalam kehidupan.tapi kehidupan yang lain lah yang di inginkan dinda, mohon beri kebahagiaan baginya ya Tuhanku…”
Dan Ray tetap memutuskan tuk hidup sendiri di pulau terpecil itu,dan tidak pergi mencari sang istri yang pergi.karena itu memang yang menjadi keinginan Dewi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H