Orang-orang turut senang dengan kabar kepulangan Ratih. Bagi mereka, Ratih adalah contoh pahlawan keluarga yang patut disanjung. Saking senangnya, beberapa warga desa yang pernah dekat dengan Ratih telah menyiapkan hadiah untuk kepulangannya nanti.
Hari yang ditunggu tiba. Semalam Ratih menelpon lagi, mengabarkan kalau pesawatnya sudah hendak berangkat. Kemungkinan pagi ini dia sampai di Indonesia dan akan langsung menuju ke desanya.
Bu Sum, adik-adik Ratih dan beberapa tetangga terlihat sibuk memasak. Beberapa saat kemudian, menu makanan kesukaan Ratih telah dihidangkan di meja makan. Mereka lantas mengobrol tentang awal mula perjuangan Ratih mencari nafkah hingga sukses seperti sekarang. Banyak orang berdecak kagum dengan ketulusan hati Ratih. Sebagian juga merasa penasaran dengan wajah Ratih yang dahulu terkenal cantik. Apakah sekarang lebih cantik lagi karena punya banyak uang?
Lama mengobrol, orang-orang mulai bosan. Seharusnya, Ratih sudah sampai di rumah itu tiga jam yang lalu ketika adzan sholat ashar berkumandang. Namun, mengapa belum nampak pula batang hidungnya? Orang-orang mulai cemas. Mereka memastikan ikhwal kepulangan Ratih kepada Bu Sum.
Wanita berambut putih digelung itu menjawab dengan penuh keyakinan kalau semalam putrinya benar-benar menelpon dan mengatakan akan pulang hari ini.
"Ratih bilang kalau tak kuat lagi hidup sendiri di perantauan. Ia rindu pada Emak, Adik-adik, dan desa kita yang rindang," beber Bu Sum, "Ratih juga menangis, katanya ingin sekali berdoa di pusara Bapak. "
Bu Sum meneteskan airmata, teringat kalau putri sulungnya itu bahkan belum pernah melihat kuburan bapaknya karena saat beliau tiada, Ratih berada di Arab dan tidak bisa pulang karena terikat kontrak kerja.
Bu Sum tampak menyesali nasib putrinya itu. Dahulu, ia adalah bunga desa yang diidamkan banyak lelaki. Sekarang, ia pulang saat usia pernikahan telah lewat. Ah, alangkah ironi kehidupannya. Adik-adik yang diperjuangkan kini telah bahagia dengan pasangannya masing-masing, sedangkan dirinya menua seorang diri di tanah orang.
Selesai Bu Sum bercerita, anak lelakinya masuk memberikan informasi kalau kakaknya itu tidak bisa dihubungi sama sekali. Bahkan, nomor telepon yang diberikan ibunya tidak tersambung. Â Bu Sum menatap tak percaya dengan perkataan anaknya. Ia mencoba sendiri menghubungi Ratih, namun hasilnya nihil.
Orang-orang bertambah cemas. Beberapa orang terlihat mengulik ponsel mereka, membaca berita-berita hari ini. Mungkin saja ada informasi terkait Ratih seperti terjadi kecelakaan kereta atau pesawat jatuh.
Herman, adik kedua Ratih menghubungi kantor penyalur tenaga kerja yang dulu membawa kakaknya ke Arab. Karyawan yang mengangkat telepon mengaku kalau kantor kurang tahu soal kepulangan Ratih karena menurut kontrak kerja, Ratih baru bisa pulang tiga bulan yang akan datang. Namun, kantor penyalur tenaga kerja yang terletak di pusat kotamadya itu berjanji akan bekerjasama dengan KBRI untuk mencari informasi tentang keberadaan Ratih.
Herman tidak bisa menunggu. Ia langsung menghubungi KBRI di Riyadh dan meminta bantuan untuk menemukan kakaknya. Pihak KBRI meminta waktu hingga satu minggu untuk melakukan pencarian.