Mohon tunggu...
Via Mardiana
Via Mardiana Mohon Tunggu... Human Resources - Freelance Writer

Penulis Novel | Freelance Writer | Blogger | Traveller | Instagram : @viamardiana | Twitter: @viamardianaaaaa | Blog pribadi : www.viamardiana.com | Email : engineersukasastra@gmail.com atau mardianavia@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Cara Menjadi Gila

25 Juni 2019   21:12 Diperbarui: 25 Juni 2019   21:22 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


"Ya mungkin ikan lelenya mati. Simpan dulu alat pancingnya," kata bu Yati.


"Apa pak Gubernur bohong ya, Bu?" tanya Komarudin. Tidak ada jawaban dari bu Yati. Bu Yati yang sudah renta tersebut melangkahkan kakinya menuju dapur. Dia menggoreng telur dan ikan tongkol yang dibelinya tadi pagi di pasar. Setelah selesai, Bu Yati menghidangkan masakannya dimeja makan.


"Ini," kata Bu Yati.


Komarudin dengan lahapnya menghabiskan telur dadar yang dimasak ibunya. Dengan keadaan yang belum menggunakan baju, Komarudin tiba-tiba berteriak memanggil kembali sang Ibu.


"Bu ..." teriak Komarudin.


"Apa, Nak? Ibu mau cuci baju dulu," kata Bu Yati.


Komarudin jongkok diatas kursi. Tatapannya melihat kearah nasi dimeja makan. Lalu, tangannya memukul meja dengan sangat keras sampai tempat nasi pun jatuh ke lantai. Bu Yati mengusap wajahnya seraya beristigfar sementara Komarudin malah tertawa dengan sangat keras.


Niat awal mencuci baju harus ditunda karena ia harus membereskan nasi yang jatuh ke lantai. Tak lama kemudian, bu Yati sudah selesai membereskan nasi yang berceceran. Dia melihat kearah kamar Komarudin yang pintunya terbuka. Sambil membawa periuk nasi, bu Yati melangkahkan kakinya menuju kamar Komarudin. Dilihatnya sang anak yang sudah tertidur lelap dengan alat pancing yang sudah terjatuh ke sungai itu disampingnya.


"Coba kamu dulu tidak jadi caleg, Nak. Kamu pasti masih waras dan aku tidak harus menderita mengurusmu diusia senjaku," kata Bu Yati sambil meneteskan air mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun