"Pak, aku jatuh cinta," kataku sehingga membuat Bapak terbatuk-batuk.Â
Aku melihat perubahan mimik wajah Bapak menjadi sedih. Tadinya Bapak sedang membaca koran ditemani secangkir teh panas di teras rumah. Sudah lama Bapak tidak meminum kopi karena aku memarahinya. Sudah lama juga Bapak tidak merokok, aku juga yang memarahinya.Â
"Bapak kenapa?"Â tanyaku sambil memperhatikan wajah Bapak.
"Haha. Tidak, Bapak tidak apa-apa. Kamu sudah baca berita hari ini?"Â tanya Bapak.
"Ih Bapak, aku kan sedang cerita tadi. Kenapa Bapak malah balik bertanya. Huh!"Â kataku kesal karena Bapak tidak sedikit pun merespon apa yang aku katakan barusan.Â
"Bapak harus ke gudang, mau benerin meja di dapur,"Â kata Bapak.
"Ih Bapak aku malah ditinggalin,"Â aku semakin kesal melihat tingkah laku Bapak yang seperti khawatir dan linglung secara bersamaan.
Aku melihat punggung Bapak yang semakin menjauh menuju gudang di samping rumah. Tubuh itu dulu tinggi besar, ototnya benar-benar besar. Aku sering diayun oleh tangan itu. Sekarang Bapak sudah berumur, olehkarena itu aku memarahi Bapak ketika Bapak hendak minum kopi dan merokok.
***
Aku adalah anak perempuan satu-satunya, kedua adikku adalah laki-laki. Setelah Ibu, sudah pastilah aku perempuan kedua yang akan dijaga Bapak, sampai kapan pun. Aku tahu, saat ini aku sudah dewasa. Usiaku sudah 22 tahun, artinya aku sedang berproses menjadi seorang perempuan. Bukan anak perempuan lagi. Sudah jelas, sudah masaku untuk jatuh cinta. Sebenarnya, jatuh cinta itu boleh kapan saja. Tapi kupikir umur yang sekarang adalah jatuh cinta dalam artian sebenarnya bukan untuk main-main lagi.