Mohon tunggu...
Via Mardiana
Via Mardiana Mohon Tunggu... Human Resources - Freelance Writer

Penulis Novel | Freelance Writer | Blogger | Traveller | Instagram : @viamardiana | Twitter: @viamardianaaaaa | Blog pribadi : www.viamardiana.com | Email : engineersukasastra@gmail.com atau mardianavia@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keluarga, Mesin Pencetak Energi Positif dalam Kehidupan

22 Juli 2018   13:06 Diperbarui: 22 Juli 2018   13:14 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi saya dukungan keluarga sangatlah penting. Di keluarga, pertama kali kita mendapatkan pelajaran. Pembentukan energi positif juga berawal dari keluarga, bahkan penyumpangan terbesar energi positif adalah keluarga kita sendiri. 

Ketika saya merasa tidak percaya diri untuk masuk sekolah favorit, maka keluarga saya terutama Ibu dan Bapak selalu memberikan energi postif bagi saya untuk terus percaya diri dan juga percaya dengan kuasa Tuhan bahwa tidak pernah ada yang tidak mungkin.

Hingga akhirnya, ketika pengumuman itu ada alangkah bahagianya karena saya lulus diterima di IPB lewat jalur SNMPTN Undangan. Saat itu, Bapak sedang berada di Jakarta karena ada urusan lalu saya langsung menelponnya dan Bapak pun bahagia mendengarnya meskipun ada sedikit rasa pilu karena ketika saya diterima berarti Bapak harus menyiapkan uang untuk pembayaran uang pangkal. Tapi, Bapak tidak pernah memperlihatkan kekalutannya, Bapak selalu bilang seperti ini :

"Selalu ada rezeki untuk setiap kebaikan, menyekolahkan anak-anak adalah kebaikan dan pasti akan ada rezekinya,"

Saya pun benar-benar sujud syukur bersama Ibu saat itu, karena saya tidak harus ikut SNMPTN tulis yang saingannya sangat banyak. Akhirnya, saya berkuliah di IPB. Rasanya jarak saya dengan keluarga semakin jauh. Setiap hari saya nangis dikamar mandi karena tidak betah dengan kondisi asrama. 

Saya pernah juga dibully karena memang saya dari desa belum tahu banyak tentang kehidupan di kota. Saya tidak pernah ke KFC, saya tidak pernah ke Gramedia, saya tidak pernah nongkrong di JCo, saya tidak pernah nongkrong di Starbuck, yang saya pernah adalah main lumpur di sawah depan rumah.

Dalam kondisi seperti itu, keluarga benar-benar memberikan energi positif bagi saya untuk terus berjuang melewati masa-masa adaptasi. Ibu dan Bapak selalu menelpon setiap hari untuk menanyakan kabar saya yang sering mengeluh terhadap mereka. Akhirnya, dalam waktu kurang dari 4 tahun saya berhasil menyelesaikan studi di Teknik Mesin dan Biosistem IPB.

Masa-masa sulit pun dimulai, ketika saya sudah melamar pekerjaan kemana-mana tapi belum juga ada panggilan. Saya memutuskan untuk tidak kos karena lebih murah, sehingga saya cukup lama berada di rumah. 

Dalam hidup saya, saya harus jadi orang yang sukses meskipun saya berasal dari desa. Itu pula yang menjadi alasan saya tidak pernah berhenti berjuang ikut tes dimana-mana. Terkadang 1 hari tes di Jakarta, keesokan harinya saya tes di Bandung. Itu dilakukan dengan pulang-pergi dan Bapak yang mengantar jemput saya ke stasiun.

Keluarga adalah pencipta energi positif. Bersama dengan keluarga kita tidak pernah merasa sendirian. Ketika saya mengalami kejenuhan, saya hanya perlu pulang sejenak ke rumah. 

Meluruhkan segala kejenuhan untuk digantikan dengan semangat-semangat baru untuk kembali memulai hari. Keluarga adalah hal terpenting dalam hidup saya. Karena keluarga juga saya ingin tetap berjuang untuk menjadi perempuan yang sukses dalam berkarir dan juga hidup saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun