Mohon tunggu...
Via Mardiana
Via Mardiana Mohon Tunggu... Human Resources - Freelance Writer

Penulis Novel | Freelance Writer | Blogger | Traveller | Instagram : @viamardiana | Twitter: @viamardianaaaaa | Blog pribadi : www.viamardiana.com | Email : engineersukasastra@gmail.com atau mardianavia@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan Tanpa Malam Minggu

25 April 2018   08:04 Diperbarui: 25 April 2018   08:54 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang menjaga dengan sangat rapih hanya untuk menyatakan kepada dunia bahwa ada orang yang bisa setia pada pasangannya.           

Kulihat perempuan dengan badan yang tidak terlalu tinggi itu duduk dimeja coffeeshop dekat jendela. Tampaknya dia gemar sekali melihat kearah jendela, terkadang dia senyum-senyum sendiri lalu tak lama kemudian memainkan handphonenya. Dia mulai merebahkan tubuhnya ke sofa dimana dia duduk. Lalu, dia kembali bangkit, menyimpan handphonenya dan sekarang tatapannya terfokus pada laptop di depannya.

Seorang pelayan menghampirinya lalu menyimpan pesanan perempuan tersebut. Satu gelas frapucino dengan white cream yang sepertinya lebih banyak dari biasanya disuguhkan kepada pengunjung lain. Kuperhatikan dia menggunakan baju blouse warna cream dan kerudung dengan warna yang senada.

Wajahnya manis. Hidungnya tidak terlalu mancung. Tidak ada make up mencolok. Dia sangat manis dalam balutan kesederhanaan. Dia menggunakan kacamata dengan frame oval, tampaknya dia kutu buku karena aku melihat beberapa buku tebal yang ada disamping laptopnya.     

Semakin lama kuperhatikan dia semakin asyik dengan layar laptopnya. Mungkin dia seorang penulis yang sedang menggarap sebuah novel. Atau bisa juga dia sedang menyelesaikan tugas kantornya yang belum selesai. Ingin rasanya aku menghampiri perempuan tersebut. Tapi, aku urungkan karena aku baru pertama kali melihatnya. Sekarang, aku ingin memandangi wajahnya dari kejauhan saja. Menyaksikan setiap inci gerakan yang dia lakukan. Semoga saja dia tidak sadar sebab aku tidak ingin cepat-cepat pergi meninggalkannya.

***

Keesokan harinya kutemukan perempuan tersebut ditempat yang sama setelah habis bekerja. Sepertinya dia bekerja di perkantoran dekat-dekat sini. Dia tampak rapih dengan baju kerja warna minimalis. Kali ini dia sedikit memoles wajahnya dengan blush on warna pink, namun tetap saja tidak mencolok.

"Hai," sapaku kepada seorang pelayan.

"Ada yang bisa dibantu kak?" tanya pelayan tersebut.

"Kuperhatikan kamu selalu nganterin minuman ke perempuan diujung sana, siapakah dia?"

"Iya kak. Dia langganan kami sudah sejak lama,"

"Namanya siapa?"

"Aku engga tahu sih kak nama aslinya, tapi dia sering pesan pake nama Sore,"

Aku senyum-senyum sendiri. Sepertinya perempuan ini adalah perempuan unik. Hingga aku memutuskan untuk menyapanya meski baru 2 hari melihatnya. Aku belum terpikirkan apakah aku jatuh cinta pada pandangan pertama atau tidak yang jelas perempuan tersebut benar-benar membuatku penasaran. Aku bangkit dari tempat dudukku dan mendekat ke dekat perempuan tersebut.

"Hai, boleh aku duduk disini?" tanyaku kepada perempuan tersebut.

"Untuk apa mas?" tanya perempuan tersebut.

"Hanya ingin berkenalan saja,"

"Maaf yah, aku engga enak kalau berduaan sama laki-laki,"

"Kamu sudah janji dengan seseorang?"

"Iya,"

"Dia akan datang kesini?"

"Tidak,"

Aku merasa kikuk sendiri. Ada apa dengan perempuan yang tidak kuketahui nama aslinya ini. Baru kali ini aku ditolak oleh seorang perempuan ketika berkenalan. Apakah ada yang salah dengan penampilanku sehingga dia tidak mau berkenalan denganku. Aku pamit undur diri dan menjauh darinya. Rasanya aku malu dan berjalan seperti melayang.

Dari kejauhan mataku tidak dapat pergi dari perempuan tersebut. Ingin rasanya berkenalan dan mengetahui nama aslinya. Mungkin aku bisa mengajaknya jalan di malam minggu nanti. Setidaknya aku tidak akan kesepian. Lalu, aku berinisiatif untuk menitipkan pesan lewat pelayan.

"Tolong berikan kertas ini ke perempuan di ujung itu yah," kataku kepada salah satu pelayan.

"Baik kak," kata pelayan tersebut.

Aku memperhatikan ketika pelayan menyerahkan kertas yang aku titipkan untuk perempuan tersebut. Namun, alangkah terkejutnya ketika aku melihat perempuan tersebut menyuruh si pelayan untuk mengembalikan kertas tersebut kepadaku.

"Kak, dia engga mau nerima kertas ini," kata si pelayan.

"Yaudah engga apa-apa," kataku.

"Malam minggu dia suka nongkrong disini juga?"

"Engga kak,"

"Kamu tahu kenapa?"

"Engga tahu kak, biasanya dia kesini pas hari kerja aja dan pasti dia minta duduk diujung sana."

"Oke, makasih yah."

Dengan perasaan yang masih penasaran aku melangkahkan kaki menuju keluar coffeeshop tersebut. Dari luar coffeeshop aku masih melihat perempuan tersebut tengah sibuk menekan keyboard laptopnya sambil tersenyum.

"Manis," batinku dalam hati.

***

"Tolong berikan frapucino ini ke perempuan disana yah," kataku.

Si pelayan menatapku keheranan.

"Kenapa?" tanyaku.

"Engga pernah ada yang berhasil kak," katanya sambil tersenyum.

"Jadi bukan aku yang pertama kali memberi minuman?"

"Bukan kak," kata si pelayan.

"Yaudah coba aja dulu," kataku.

Si pelayan menuruti apa yang aku inginkan. Dia mengantarkan frapucino pesananku beserta kertas kecil ajakan pertemuan kepada perempuan tersebut. Namun, benar saja. Perempuan tersebut tidak mau menerima apa yang aku berikan. Semakin sering aku melakukan hal tersebut, semakin sering juga aku menerima penolakan darinya. Hal ini terus aku lakukan sampai satu bulan.

Setiap hari selama hari kerja aku mengunjungi coffeeshop ini. Seperti biasa, perempuan itu sudah duduk terlebih dahulu dimeja biasa sebelum aku datang. Aku sengaja duduk dimeja yang lebih dekat agar lebih leluasa untuk melihat wajahnya. Aku benar-benar menghadap kearahnya. Aku memperhatikan wajahnya, lalu dia menangkap ketika aku sedang memperhatikannya. Dia mencoba untuk tidak peduli terhadap diriku. Padahal jelas-jelas aku terus menerus melihatnya.

Jam menunjukkan pukul 08.30. Dia pulang lebih cepat dari biasanya. Dia membereskan laptopnya lalu pulang. Sepertinya dia sadar akhir-akhir ini sering aku perhatikan. Sehingga, dia memutuskan untuk pulang lebih awal. Setelah dia masuk ke dalam mobilnya, aku mengikutinya dari belakang. Dia sepertinya menuju ke arah bandara. Aku pun tetap mengikutinya.

Dia memarkir mobilnya lalu keluar dan menuju terminal kedatangan. Aku terus mengikutinya dari belakang. Alangkah terkejutnya ketika aku melihat dia memeluk seorang pria. Lalu, mereka menuju tempat parkir. Aku memutuskan untuk tidak mengikutinya. Sepertinya, itu adalah kekasihnya. Aku pun pulang dengan kecewa.

***

Setelah selesai bekerja. Aku segera menuju coffeeshop biasa untuk menenangkan pikiran. Entah mengapa perempuan tersebut benar-benar membuatku penasaran. Seperti biasa, aku menemukan dia dimeja ujung dekat jendela. Haruskah aku menyapanya dan kembali mengajaknya untuk jalan berdua? Bisa jadi pria semalam yang dipeluknya adalah kakak laki-lakinya.

Seorang pelayan mendekati perempuan tersebut. Lalu, tidak lama kemudian dia menuju kearahku. Pelayan tersebut memberikan secarik kertas.

"Akhirnya, ada yang mau dia balas juga kak," kata si pelayan.

"Jadi selama ini dia membaca kertas-kertas yang aku berikan?" tanyaku.

"Tidak,"               

"Lalu?"

"Coba saja buka dulu kak," kata si pelayan.

Ketika aku hendak membuka kertas tersebut. Aku melihat pria yang sama dengan yang dia temui tadi malam di bandara.

"Hai, mohon maaf menolak untuk berkenalan. Aku tidak terbiasa untuk duduk berdua dengan pria lain selain kekasihku. Salam, Sore."

Aku menarik nafas dalam-dalam. Ternyata memang benar, dia sudah memiliki kekasih. Aku keluar bangkit dari tempat duduk dan berencana meninggalkan coffeeshop tersebut. Tiba-tiba, seorang pria memanggilku. Pria yang sedang duduk dengan perempuan itu.

"Kemarilah," kata pria tersebut.

Aku pun mendekati mereka berdua.

"Hans," kata dia sambil mengajak bersalaman.

"Dion," kataku.

"Sore," kata perempuan tersebut.

"Sorry yah, Sore harus menolak ajakan malam minggunya. Dia memang engga pernah jalan dengan pria lain selain aku," kata Hans.

Aku tidak mengatakan apapun. Entah kenapa, saat ini aku seperti kebingungan sendiri. Baru kali ini aku tahu kalau ada perempuan sesetia Sore. Dengan pikiran yang sedikit pintar dimana kekasihnya jauh, sebenarnya Sore bisa saja bebas jalan berdua dengan pria lain. Tapi Sore tidak melakukan hal itu.

"Hallo?" sapa Sore membuyarkan lamunanku.

"Aku harus segera pulang," kataku.

Sore tersenyum kearahku. Aku tidak membalasnya. Aku segera keluar dari coffeshop tersebut.

"Memang begitulah seharusnya ketika kita sudah punya pasangan. Setia," kataku lalu pergi untuk menemui kekasihku yang sudah satu bulan ini tidak aku perhatikan sama sekali. Bahkan yang lebih buruk aku malah ingin mengajak perempuan lain untuk menghabiskan waktu di malam minggu dibandingkan dengan kekasihku sendiri. Aku memukul kepalaku sendiri.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun