Mohon tunggu...
veli
veli Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

halo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelusuri Keterkaitan Geng Pemuda dengan Kekerasan dan Bullying: Pendekatan Teori Tindakan Sosial Weber

1 April 2024   06:04 Diperbarui: 1 April 2024   06:19 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemuda merupakan salah satu segmen masyarakat yang rentan terhadap pengaruh lingkungan sekitarnya. Dalam beberapa konteks, pemuda membentuk geng atau kelompok dengan tujuan tertentu, baik untuk mencari identitas, rasa keamanan, atau kekuatan sosial. Namun, dalam beberapa kasus, geng pemuda juga dapat menjadi sarang bagi perilaku negatif seperti kekerasan dan bullying. Untuk memahami fenomena ini secara holistik, teori tindakan sosial Max Weber dapat memberikan wawasan yang berharga.

Pendekatan teori tindakan sosial Weber menyoroti bagaimana individu, dalam hal ini anggota geng pemuda, bertindak berdasarkan makna yang mereka atribusikan pada situasi-situasi tertentu. Weber mengemukakan bahwa tindakan manusia dipengaruhi oleh pemahaman subjektif terhadap tujuan dan konsekuensi tindakan mereka, serta oleh nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Dalam konteks geng pemuda, keterkaitan dengan kekerasan dan bullying dapat dipahami melalui perspektif Weber. Anggota geng pemuda sering kali membentuk ikatan sosial berdasarkan persamaan identitas, kepentingan, atau tujuan tertentu. Mereka mungkin merasa terpinggirkan atau tidak diterima oleh masyarakat umum, dan geng menjadi tempat di mana mereka merasa diterima dan diakui.

Seperti yang terjadi belum lama ini, terdapat sebuah kasus kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok geng pemuda di Binus School Serpong. Seperti yang dilaporkan oleh BBC dan Kompas, korban mengatakan kejadian perundungan itu terjadi dua kali yakni pada 2 Februari dan 13 Februari 2024.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, menuturkan merujuk pada keterangan polisi kepada lembaganya diketahui bahwa diduga jumlah pelaku sebanyak 11 orang. Pada 2 Februari, ujar Jasra, anak korban yang berusia 17 tahun mendapat perlakuan kekerasan dengan cara dipukul, disundut dengan rokok, disundut pakai korek api yang sudah dipanaskan ujungnya, dicekik, kemudian korban diikat ke sebuah tiang. Lokasi kejadiannya berada di sebuah warung yang berlokasi di dekat pos sekolah.

Kemudian pada 12 Februari, sambungnya, korban disebut menceritakan peristiwa perundungan tersebut kepada kakak perempuannya berinisial A. Esoknya atau pada 13 Februari, saat korban sedang ke warung itu lagi untuk nongkrong, dia kembali menjadi sasaran kekerasan yang dilakukan para pelaku.

"Para pelaku tidak terima bahwa korban ini bercerita kepada kakaknya atas kekerasan di tanggal 2 Februari itu," ungkap Jasra kepada BBC News Indonesia.

Akibatnya korban jadi sasaran kekerasan lagi. Dari keterangan polisi pada KPAI, korban mengalami luka memar dan lecet di leher, luka bekas sundutan rokok pada leher bagian belakang, termasuk luka bakar pada lengan kiri.

Setelah ditelusuri beredar cuitan dari media sosial X bahwasannya yang melakukan perundungan adalah Geng Tai atau GT di SMA Binus Serpong.

Disebutkan bahwa markas GT ini adalah sebuah warung kecil belakang sekolah. Di sana para siswa SMA Binus Serpong sering berkumpul dan melakukan kegiatan yang disebut menyimpang di umur yang masih remaja semisal merokok, vaping dan kekerasan.

Geng GT ini diceritakan bukan Cuma kumpulan anak-anak sekolah biasa, namun ada hierarkinya. Bahkan GT diklaim sudah menciptakan sembilan generasi sejak pertama kali berdiri. Ketua geng terbaru adalah pelajar kelas 12 berinisial Ag.

Tidak mudah masuk ke geng ini, ada syarat dan tata cara yang harus dilakukan. Akan tetapi kalau masuk geng, ada keistimewaan yang didapat. Mulai dari dapat imbalan, bebas bayar parkir dan mendapatkan uang. Siswa yang masuk geng juga dianggap pemberani dan ditakuti pelajar lain. Bahkan disebut tak jarang anggota geng GT melakukan perundungan berujung pemukulan dan kekerasan kepada siswa lain. Anggota geng GT disebut berjumlah lebih dari 40 orang. Beberapa anak selebritas, pemilik media, hingga pejabat disebut bergabung di geng itu.

Membahas Korelasi antara Pemuda dan Kekerasan Melalui Teori Tindakan Sosial Max Weber

Menurut Weber, tindakan sosial adalah perilaku individu yang dipengaruhi oleh pemahaman tentang makna subjektif di balik tindakan tersebut. Dalam konteks bullying, para pelaku dan korban melakukan tindakan yang dipengaruhi oleh pemahaman dan persepsi mereka tentang kekuatan, status, dan identitas sosial. Mari kita telaah lebih lanjut korelasi antara pemuda dan kekerasan dalam kasus bullying dengan memandangnya melalui lensa teori tindakan sosial Weber.

1.Pemahaman tentang Kekuatan dan Status

Pemuda yang terlibat dalam kasus bullying seringkali didorong oleh keinginan untuk mendapatkan kekuasaan dan status di antara teman-teman mereka. Mereka mungkin merasa tidak aman atau rendah diri, dan melalui intimidasi dan kekerasan terhadap orang lain, mereka mencoba untuk meningkatkan perasaan superioritas mereka. Dalam konteks ini, tindakan mereka dipengaruhi oleh pemahaman subjektif tentang pentingnya kekuasaan dan status dalam hierarki sosial mereka.

2. Persepsi tentang Identitas Sosial

Bullying sering kali melibatkan penolakan atau diskriminasi terhadap individu atau kelompok berdasarkan perbedaan identitas, seperti ras, etnisitas, gender, atau orientasi seksual. Para pelaku mungkin memiliki pemahaman yang sempit atau prasangka terhadap kelompok tertentu, yang mendorong mereka untuk melakukan tindakan kekerasan sebagai bentuk penolakan atau dominasi. Di sisi lain, para korban mungkin mengalami stres psikologis dan emosional karena mereka merasa dihina atau diisolasi karena identitas mereka.

 3. Konteks Sosial dan Budaya

Weber menekankan pentingnya memperhitungkan konteks sosial dan budaya dalam memahami tindakan sosial. Dalam kasus bullying, faktor-faktor seperti norma-norma kelompok, budaya sekolah, dan media sosial dapat memainkan peran penting dalam mempengaruhi perilaku para pemuda. Misalnya, kehadiran lingkungan yang mendukung kekerasan atau pelecehan dapat memperkuat perilaku bullying di antara pemuda.

4. Ketidakpastian dan Kecemasan

Weber juga mengakui bahwa ketidakpastian dan kecemasan dapat memengaruhi tindakan sosial individu. Pemuda yang merasa tidak aman atau tidak terpenuhi secara emosional mungkin cenderung menggunakan kekerasan sebagai mekanisme untuk mengatasi ketidakpastian tersebut. Mereka mungkin percaya bahwa dengan mendominasi atau melukai orang lain, mereka dapat merasa lebih kuat atau lebih dihormati di antara teman-teman mereka.

Dalam kasus kekerasan yang terjadi di Binus School Serpong, penggunaan teori tindakan sosial Weber dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang dinamika yang terjadi di dalam geng pemuda, seperti Geng Tai (GT), serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan dan perundungan.

Pertama-tama, teori tindakan sosial Weber menekankan pentingnya makna subjektif yang diberikan oleh anggota geng terhadap tindakan mereka. Dalam konteks ini, anggota geng mungkin merasa bahwa kekerasan dan perundungan merupakan cara untuk mempertahankan atau meningkatkan status sosial dan kekuasaan di dalam geng. Mereka mungkin melihat tindakan tersebut sebagai cara untuk menegaskan dominasi mereka dan mendapatkan pengakuan dari sesama anggota geng.

Selain itu, teori Weber juga menyoroti peran norma-norma internal dalam membentuk perilaku individu. Dalam kasus ini, Geng Tai (GT) dianggap memiliki hierarki internal dan norma-norma yang mempengaruhi perilaku anggotanya. Anggota geng mungkin merasa terdorong untuk melakukan kekerasan dan perundungan sebagai cara untuk mempertahankan atau meningkatkan status mereka di dalam geng, serta untuk mematuhi norma-norma yang ada.

Selanjutnya, konsep legitimasi kekuasaan dalam teori Weber juga dapat diterapkan dalam analisis kasus ini. Pemimpin geng, dalam hal ini Ketua geng, mungkin menggunakan kekerasan sebagai cara untuk mempertahankan atau memperkuat posisi mereka dalam hierarki geng. Kekerasan dan perundungan dapat dianggap sebagai cara untuk menegakkan otoritas mereka dan mendapatkan legitimasi dari anggota geng lainnya.

Selain itu, teori tindakan sosial Weber juga menyoroti perubahan dan transformasi dalam tindakan manusia seiring waktu. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Geng Tai telah mengalami perkembangan dan transformasi selama berjalannya waktu, menciptakan hierarki internal dan norma-norma yang mendukung perilaku kekerasan dan perundungan.

Dengan menggunakan pendekatan teori tindakan sosial Weber, kita dapat memahami kompleksitas dan keterkaitan antara geng pemuda, kekerasan, dan perundungan dalam kasus ini. Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu dan dinamika internal geng, dapat dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya kekerasan dan perundungan di sekolah-sekolah dan masyarakat pada umumnya.

Referensi:

https://www.bbc.com/indonesia/articles/c4njy81z0dno 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun