Mohon tunggu...
vetra raisha
vetra raisha Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa yang ingin menuliskan artikel artikel mengenai hubungan internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Laut Cina Selatan dalam Perspektif Realisme

9 November 2022   14:21 Diperbarui: 9 November 2022   14:36 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Negara-negara ASEAN, Cina, dan Amerika merupakan mitra dagang penting di kawasan Laut Cina Selatan. Laut Cina Selatan merupakan wilayah yang luas dengan banyak wilayah perairan dan merupakan bagian penting dunia karena memiliki banyak sumber daya.

Laut Cina selatan adalah lokasi yang strategis, dan ada banyak orang yang tinggal di sana. Hal ini dikarenakan wilayah tersebut sering dilintasi pelayaran internasional dan lintas benua. 

Memiliki berbagai keunggulan dan kelemahan strategis di Laut Cina Selatan merupakan faktor kunci yang membantu menciptakan sejumlah perselisihan dan konflik. Laut Cina Selatan telah menjadi sumber pertikaian khususnya negara China sering melewati garis sembilan putus untuk mengklaim Laut China Selatan sebagai klaim historis mereka di masa lalu. 

Hal ini menyebabkan negara-negara lain, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, hingga Indonesia yang berbatasan dengan Laut China Selatan, mengajukan keberatan atas klaim yang dilakukan oleh negara China tersebut. 

Realisasi atas pembangunan pangkalan militer di Laut Cina Selatan menciptakan ketegangan antara negara-negara yang berbatasan dengan kawasan itu (Moranta, 2022).

Laut Cina Selatan diklaim sebagai sebuah rute komersial penting bagi banyak perusahaan logistik global, dan keberadaannya merupakan kunci bagi perekonomian kawasan secara keseluruhan. Dilansir dari MSN, komentar pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia menyatakan terdapat tiga alasan logis negara China mengklaim wilayah Laut China Selatan sebagai miliknya. 

Pertama, negara China selalu mengklaim bahwa wilayahnya berada pada Laut China Selatan yang terletak pada sembilan garis imajiner. China akan terus menegaskan hak mereka untuk mengklaim wilayah Laut China Selatan dengan membangun kekuatan militer dan ekonomi mereka. Ketiga, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi di Cina berarti sangat sulit untuk bertahan hidup. 

Jika China bisa membuktikan klaimnya atas Laut China Selatan itu sah, mereka dapat memanfaatkan sumber daya yang ada untuk penduduk mereka, termasuk gas, minyak, ikan, dan sebagainya.

Laut Cina Selatan adalah arteri maritim vital yang menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Di tengah potensi krisis energi global, Laut Cina Selatan memiliki sumber daya minyak dan gas alam yang besar. Ketiga, China adalah negara yang kuat dan kuat secara ekonomi yang tidak peduli dengan negara lain. China memiliki militer yang kuat dan memiliki posisi yang baik untuk mempertahankan diri. 

Sebagai akibat dari kebangkitan Cina, Amerika Serikat telah menyatakan keprihatinan bahwa Beijing bisa menjadi kekuatan unipolar. Berdasarkan model realisme, pemerintahan Obama mengalihkan perhatiannya ke Asia Pasifik untuk menghadapi situasi kebangkitan China. 

Amerika Serikat mencoba untuk tetap seimbang terhadap pengaruh China di kawasan itu, untuk mempertahankan posisinya sebagai kekuatan utama. Kebangkitan China di kawasan Laut China Selatan menimbulkan dilema keamanan dengan negara lain. 

Untuk menjaga keamanan dan kekuasaan dalam suatu negara, diperlukan keseimbangan kekuatan. Amerika Serikat berusaha mengeluarkan China dari Laut China Selatan melalui undang-undang yang sedang dirundingkan. China mampu mengambil alih sebagian besar perdagangan dunia karena Amerika Serikat tidak mampu bersaing.

Negara-negara ASEAN sedang mencoba mencari cara untuk membuat China melepaskan mereka tanpa memaksakan klaim historis mereka atas Laut China Selatan. China ingin klaimnya diakui dan ingin memiliki bagian dari sumber daya di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara-negara Asia Tenggara yang mengklaim. 

Hal ini membuat negara-negara ASEAN berkomitmen untuk melawan pengaruh China di Laut China Selatan. China menginginkan agar Deklarasi Perilaku Para Pihak (DOC) dilaksanakan sepenuhnya terlebih dahulu, khususnya ketentuan bahwa perselisihan diselesaikan dengan negosiasi langsung antara negara-negara yang bersangkutan. 

Jika DOC ini diterapkan, ini akan membantu menghindari potensi perselisihan atau komplikasi. Meski terus menerus melanggar ketentuan ini, semua pihak bergerak saling menyalahkan. 

Salah satu negara yang terkena dampak adalah Filipina, karena Filipina berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan pernah mengajukan gugatan terhadap sembilan garis khayal. China telah membawa wilayah ZEE Filipina ke Mahkamah Internasional Arbitrase.

Pengadilan Arbitrase Internasional memenangkan Filipina dan menolak klaim China atas ZEE Filipina. China menolak keputusan arbitrase tetapi belum mengatakan alasannya. 

Paradigma realisme berpandangan bahwa setiap negara harus anarkis, dan bahwa kepentingan mereka harus selalu di atas kepentingan negara lain. Sifat manusia tidak dapat diprediksi dan saling curiga. Amerika Serikat mengutamakan kepentingan negaranya dalam situasi ini. 

Menurut Drew dan Snow, empat tingkat kepentingan nasional Amerika Serikat dalam keterlibatan di kawasan laut tersebut. Tingkat kepentingan utama adalah kepentingan atau kebutuhan untuk melindungi keberadaan atau keberlangsungan negara. 

Tingkat kepentingan kedua dalam kehidupan adalah penguatan di bidang ekonomi, politik, dan sosial. Tingkat kepentingan ketiga bagi Amerika Serikat adalah pemeliharaan ketertiban dunia secara regional dan internasional. Penghormatan Amerika Serikat terhadap nilai-nilai moral dan kebijaksanaan, seperti hak asasi manusia dan kebebasan, sangat penting untuk diperhatikan.

Dari sudut pandang realis, keterlibatan Amerika Serikat di wilayah Laut Cina Selatan merupakan salah satu poin penting untuk menciptakan keuntungan relatif. Amerika Serikat ingin memanfaatkan keuntungan yang ditawarkan Laut Cina Selatan baik secara ekonomi, militer, dan politik. Laut China Selatan merupakan jalur perdagangan yang sangat penting bagi Amerika Serikat dan China. 

Ada cara yang berbeda setiap negara mencoba untuk mencapai kepentingan nasionalnya, masing-masing dengan kekuatan dan kelemahannya sendiri yang unik. Amerika Serikat berusaha menguasai dunia dengan memposisikan diri sebagai negara paling kuat di dunia. 

Hegemoni adalah ketika kelompok dominan memiliki kekuatan yang signifikan dalam suatu negara dan bagaimana menggunakan kekuatan itu untuk mempengaruhi kelompok lain. 

Konflik klaim teritorial di Laut Cina Selatan melibatkan penggunaan kekuatan dan akan menjadi konflik internasional di masa depan yang membutuhkan banyak upaya untuk diselesaikan. 

Terdapat potensi perang dunia di masa depan sebagai akibat dari perselisihan antara negara-negara di Laut Cina Selatan dengan negara-negara adidaya yang memiliki kepentingan di kawasan tersebut.

Menurut Valencia (2007:163) bahwa mengingat penyelesaian untuk perselisihan di Laut Cina Selatan merupakan tugas jangka panjang dan pengelolaan konflik atas isu yang tidak dapat didesak keberadaannya, maka diperlukan mekanisme yang efektif untuk mengelolanya. 

Adanya tekanan dalam perselisihan dan keinginan kuat untuk menguasai demi kepentingan negara sendiri. Selain itu, adanya kegagalan untuk mencapai kesepakatan atas hak laut milik bersama. Salah satu solusi untuk menghindari bentuk konflik berkelanjutan adalah pengadaan kesepakatan secara bilateral tentang pedoman bagi rezim kapal militer pada titik ZEE di Laut China Selatan.

Penekanan dalam perspektif realis terhadap dinamika problematis yang terjadi di Laut Cina Selatan adalah adanya kecurigaan, ketidakstabilan hubungan antara negara satu dengan negara lain, kurangnya pengelolaan dan sumber daya yang belum berkembang. 

Tentunya, frekuensi negatif tersebut meningkatkan intensitas insiden sekaligus memicu sentimen nasionalis dari konflik politik yang dihasilkan dari perebutan hak milik atas Laut China Selatan (Valencia, 2007:127). 

Akibatnya, peningkatan besar-besaran dalam pengeluaran militer yang dilakukan oleh China, kawasan laut tersebut menghadapi dilema keamanan. PBB sedang berjuang untuk menyelesaikan konflik ini dengan banyak pihak, sehingga posisi PBB sebagai lembaga yang netral kesulitan untuk mengontrol semua pihak secara efektif. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan PBB, seperti meratifikasi Piagam dan struktur Dewan Keamanan PBB.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun