Berbagai macam tingkah masyarakat dalam menyikapi larangan "Jangan Mudik" bagiku persoalan menarik untuk dikaji. Ada yang kreatif mengkritisi pemerintah dan masyarakat soal aktifitas kerumunan di tengah pandemi Corona. Kritik tajam dan menggelitik itu pun viral karena lirik lagu "Indonesia Terserah Corona" menyentuh netizen.Â
Sebaliknya ada yang merespon positif dan memperpanjang lidah pemerintah, melalui kreasi lagu yang berjudul "Jangan Mudik" sebagaimana dirilis Radja Band. Lagu tersebut diupload oleh channel YouTube Radja TV, sebagai berikut:
Namun bagiku yang lebih menarik lagi, mengapa masih banyak masyarakat yang hilir mudik di jalanan. Kadang sampai bermacet karena arus mudik?. Padahal pemerintah sudah sering melarang mudik Lebaran 2020, dengan alasan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Apakah mereka semua belum mau menyadari dampak pandemi Corona ini?
Pertanyaan lainnya, atas pengabaian larangan pemerintah dan media sosial, apakah karena pemudik itu jarang mengamati informasi Covid-19 yang beredar di TV atau di media daring? Ataukah berita yang tidak menyenangkan malah membuat mereka depresi, frustasi, skeptis dan apatis dengan keadaaan?
Ya, berhubung sebagian mereka sudah kehilangan pekerjaan (PHK) di kota, akibat banyaknya perusahaan gulung tikar. Ataukah juga karena mereka kehabisan persedian pangan dan tak dapat bansos, sehingga nekat mudik? Kalau seperti ini, siapa yang paling bertanggung jawab?
Tapi kalau mudik sekadar melepaskan kerinduan dengan sanak saudara di kampungnya, mudik bisa ditunda harusnya. Apakah mungkin juga mereka latah mudik karena pada tanggal 22 april 2020, siang hari, ada pemudik yang mencuri start mudik di  bandara Halim Perdana Kusuma. Ramainya pemudik disana menjadi contoh bagi pemudik jalur daratkah?
Apapun alasannya, tetap saja hal itu sebagai kecerobohan semua pihak. Penanganan pemerintah secara terpadu, ketat dan cepat sangat diharapkan untuk mempercepat penanganan Covid-19 ini. Agar tidak banyak lagi pemudik yang nekat dan rela membayar mahal travel untuk mudik.Â
Seolah tanpa tahu bahaya mereka melakukan kucing-kucingan mudik saat pandemi. Berbagai cara masih berpeluang dilakukan pemudik nakal agar bisa pulang ke kampung halamannya. Misalnya mereka meloloskan diri dari check point dan barangnya dikirim menggunakan jasa logistik. Hal ini merupakan bukti masih centang prenangnya kita  dalam penanganan Covid-19 ini.Â
Mereka yang bisa lolos memang kebanyakan adalah pemudik motor. Karena di jalur darat banyak akses di luar jalan tol. Tidak adanya penutupan jalan dan jumlah pemudik sepeda motor yang cukup besar membuat petugas kewalahan. Artinya larangan pemerintah  itu belum sejalan dengan antisipasi pemerintah yang harusnya sudah matang.
Sayangnya, saat pemerintah sudah melarang mudik, malah keluar SE Dirjenhubdar yang membolehkan perjalanan dengan syarat tertentu. Kebijakan ini seolah menunjukkan tidak adanya ketegasan pemerintah.Â
Tidak hanya itu, kebijakan itu membuat pengusaha transportasi publik serba salah. Bahkan masyarakat merasa tidak diperlakukan secara adil. Seolah ada diskriminasi dalam penerapan PSBB.