Oleh karena itu, menurutku Corona itu memang bisa membunuh nyawa. Tapi penanganan pemerintah yang lambat terhadap Covid-19, dapat membunuh segala dimensi kehidupan. Jangan sampai masyarakat menilai pemerintah memandang sebelah mata wabah yang semakin hari semakin menelan korban ini. Apalagi petugas kesehatan kita telah berjuang habis-habisan hinga rela nyawanya jadi taruhan. Sampai mereka mengungkapkan rasa keprihatinannya dengan tagar "Indonesia Terserah" yang viral itu.
Pendekatan persuasif memang lebih utama dilakukan kepada masyarakat dan harus terus dilakukan secara massif. Namun mengingat besarnya bahaya dan dampak Covid-19 ini bagi sosial, budaya, ekonomi dan kesehatan. Maka penegakan hukum  perlu segera ditegakkan bagi pemudik yang nakal. Tentu dengan cara yang cerdik, tanpa harus menghardik.
Tapi jika pemerintah terlanjur melakukannya secara sporadis, malah akan menjadi preseden buruk bagi generasi masa yang akan datang. Disinilah diuji sikap cerdik yang dilandasi solidaritas dan gotong royong suatu bangsa.Â
Jangan sampai masyarakat dibiasakan melawan kebijakan pemerintah, karene kecerobohan pemerinta. Â Jika dibiarkan, malah dapat meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada pemerintahnya.Â
Tapi tunggu dulu. Sebelum kita buru-buru menyoroti masyarakat yang mudik itu, tidak ada salahnya kita dan pemerintah introspeksi diri. Apakah pemerintah sudah bersikap sepatutnya untuk dicintai dan disegani serta dipatuhi? Apakah pemerintah sudah berintegritas dan memiliki kedisiplinan yang tinggi serta memberikan keteladanan kepada masyarakat?
Jika tidak, larangan "#JanganMudikDulu" malah dijadikan momentum pelampiasan kejengkelan untuk berlomba-lomba mudik sebagai wujud perlawanan. Ujungnya yang rugi kita semua.
Jika kekusutan ini berlarut-larut, new normal dengan menjalankan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah pun tak dipatuhi, Revolusi dapat menjadi jalan terakhir yang secara alamiah berpotensi terjadi.Â
Maka pertama dan utama dibutuhkan adalah sikap kepedulian dan kepekaan yang tinggi dari pemerintah kepada masyarakatnya yang terpapar dampak Covid-19.Â
Pemerintah itu bagaikan orang tua yang perlu merangkul dan melindungi anak bangsa yang sedang kesulitan. Jika semua masyarakat terjamin kebutuhan pokoknya, bisa diharapkan di rumah saja. Kalau tiada kisruh dalam penyaluran Bansos, dengan tindakan persuasi saja pasti masyarakat bisa mendengar dan melaksanakan. Jadi, itulah kenapa penerapan PSBB belum berdampak signifikan bagi penanggulan Covid-19. Bahkan presiden Jokowi sendiri menyatakan kebingungannya.
Jika semua hak dasar masyarakat itu sudah diberikan dengan cukup, tapi masih juga nakal. Barulah menjadi tepat berlaku tegas menindak pemudik nakal yang tidak memenuhi syarat itu. Reward dan punishment haruslah seiring sejalan. Semuanya haruslah dilandasi dengan rasa sayang dan rasa keadilan oleh pemerintah kepada masyarakatnya. Pasti masyarakat yang merasakan kasih sayang tersebut akan mematuhi imbauan pemerintah dengan suka rela dan kesadaran yang tinggi.Â
Sebab kalau masyarakat sudah antipati pada pemerintahnya, imbauan yang baik pun tak akan digubris lagi. Jadi intinya, aksi-aksi simpati pemerintah yang peduli kepada nasib perantau miskin dan rentan miskin adalah kuncinya.