Dan kunjungan-kunjungan berikutnya pun berlanjut. Aku dan teman teman masih setia mengunjungi rumahnya. Dua pekan sekali atau sebulan sekali.
"Kamu seperti ayah dan ibumu, memiliki jiwa sosial yang tinggi Mungkin, menurun dari Ayah dan ibumu, yang sering kamu ceritakan sebagai sosok lelaki yang menginspirasimu sekaligus sosok wanita yang kau kagumi. Sepertinya jiwa sosialmu menurun dari mereka. " Ucap temanku suatu kali.
"Aku ingat betul, setiap kali kamu meminjamkan setumpuk buku dan komik bacaan koleksimu. Kamipun berebut ingin meminjam dan membaca buku-buku yang kamu bawa ," terang temanku yang lain lagi setiap kali aku berbagi hal hal kecil dengan mereka.
Tak jarang juga ada diantara teman kecilku yang nekad meminta koleksi bukuku. Saat itu juga rasa kasihan hinggap, dan sahlah buku itu berpindah tangan pemilik.
Tahun berganti, sejak keluarga besarku pindah ke kota lain, tak ada lagi kesempatanku berjumpa dengan Fatma. Dan aku pun semakin tenggelam dengan rutinitasku. Hingga suatu hari aku teringat akan Fatma. Dimana ia kini? Apa kabarnya? Kucoba menghubungi teman satu kelasku dulu, yang berdekatan rumah dengannya.
Betapa sedihnya aku ketika mendengar ia sudah tiada. Keuangan orangtuanya tak mampu membawanya untuk berobat, selain pasrah kepada Allah. Teman ku bilang, Fatma sering menceritakanku kepadanya. Katanya ia kangen bertemu denganku, dan selalu mendoakanku. Sontak aku makin sedih, dan tanpa sadar buliran bening itu jatuh membasahi pipi.Â
"Semoga engkau tempatkan Fatma dimakam terbaikMu Ya Rabb," desisku pilu.
Begitu pula dalam kesempatan lain, aku sangat berbahagia manakala bisa berbagi ilmu Al-Qur'an dengan teman teman sejawat. Dimulai satu dua orang murid, hingga puluhan murid yang pernah belajar mengaji denganku. Tak merubah pendirian ini, untuk tidak memungut bayaran sepersenpun. Alhamdulillah 90 persen diantara mereka bisa menjadi qori dan qoriah terbail di madrasahnya masing masing. Dan hal ini sudah kulakukan sejak kelas 5 SD hingga sekarang, lucunya aku dikenal dengan panggilan guru kecil saat itu.
Aihhh, penggalan penggalan kisah itu sangat membekas hingga kini. Kalau saja kita mau melek, banyak sekali cara untuk bersedekah kepada sesama. Tanpa berpikir panjang harusnya.
Dalam bersedekah, tidak ada batasan kepada siapa sedekah diberikan, dalam bentuk apa sedekah diberikan, maupun besaran sedekah itu diberikan. Namun, ada baiknya kita mengedepankan orang terdekat yang terkena musibah untuk kita bantu.
Yang aku yakini sedekah jariyah adalah sedekah yang diniatkan untuk kebaikan. Nantinya kebaikan itu masih terus dirasakan hingga orang yang disedekahi tersebut meninggal dunia. Misalnya sedekah dalam pembangunan masjid, mengajar mengaji, dll.
Ya, bagiku memberi senyum tulus saja sudah sedekah. Membuang duri di jalan, memberi makan kucing, berbagi makanan dengan tetangga semuanya tercatat sebagai sedekah.