Mohon tunggu...
Vethria Rahmi
Vethria Rahmi Mohon Tunggu... Penulis - Pranata Humas Ahli Muda Kanwil Kemenag Riau

Thalabul Ilmi yang tak berhenti belajar

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Esai Masjid Lewah Terbaik Nasional Sesuai Al Quran?

30 April 2020   23:52 Diperbarui: 1 Mei 2020   00:44 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Agung Islamic Centre Rokan Huluh|Dokumentasi pribadi

Dalam Samber THR (Tebar Hikmah Ramadan) hari ke 4 ini, aku ingin menulis esai foto tentang masjid megah dan terbaik di Indonesia versi Kemenag, pada tahun 2015. Penilaian ini hasil seleksi dari 509 masjid diantara 33 Provinsi. Prestasinya sebagai masjid agung percontohan paripurna tingkat nasional. Adapun penilaiannya meliputi kategori idarah, imarah, dan Riayah.


Sekitar setahun yang lalu masjid ini kukunjungi. Awalnya kutakjub pada desain dan aktivitas masjid yang begitu lewah ini. Sebagai icon Rokan Hulu, Masjid Agung Islamic Centre (MAIC) menjadi destinasi wisata religi, selain tempat ibadah dan pusat kegiatan umat Islam sekitar.


Banyak orang tidak mengetahui, bahwa masjid ini sangat luas. Masjid yang dibangun di atas lahan seluas 22 hektar ini memiliki luas bangunan 15.800 persegi. Kuperkirakan masjid itu dapat menampung 19.000 orang. Wow, amazing, bukan?. Berapa besar dana membangun ini, ya?.


Setelah kucari tahu, Bangunan itu menghabiskan dana 400 miliar Rupiah, dari APBD Kabupaten Rokan Hulu. Wah, itu tahun 2018. Kalau sekarang dibangun, bisa berapa biayanya?.


Bagaima Deskripsi Desain Arsitekturnya
?


Arsitektur masjid mengadopsi konsep modernitas  bergaya Arabia.  Dengan kubah berdiameter 25 meter diapit 4 menara di setiap sudut bangunan masjid. Masing-masing setinggi 66,66 meter.


Awalnya aku tidak mengerti apa makna angka 66,66 itu dirancang. Aku hanya menduga maksudnya mungkin jumlah ayat Al-Quran itu 6666, seperti umumnya diajarkan di sekolah?.


Pahit kurasakan. Karena aku sudah menghitung jumlah ayat Al-Quran seluruhnya. Ternyata hanya 6236 ayat, bukan 6666. Dari mana bisa selisih 430 ayat?. Bukti selama ini kita kurang kritis, bukan?. Kita lebih suka menerima apa kata orang mentah-mentah dari pada memverifikasinya atau menelitinya.


Selain itu masjid ini ditambah 1 menara utama setinggi 99 meter yang terpisah dari bangunan utama masjid, aku bisa menebak yang dimaksud sebagai simbol Asmaul Husna yang dikenal 99 nama berdasarkan hadits.


Aku tak mengerti makna angka 9 pintu sebagai akses ke bangunan utama masjid ini. Apakah terkait dengan surat ke 9 Al-Quran?. Yang kutahu, masing-masing 3 pintu di 3 sisi bangunan masjid.


Uniknya semua pintu dinamai. Pintu utama sebelah timur dinamai Babussalam, diapit oleh pintu khadijah disebelah kanan dan pintu Aisyah di sebelah kiri. Sedangkan pintu utama 1 di sebelah selatan diapit oleh pintu Usman bin Affan di sebelah kanan dan di sebelah kiri dan pintu umar bin Khattab di sebelah kirinya. Kemudian pintu utama di sebelah utara dinamai pintu khadijah 1 diapit pintu Abu bakar Shiidiq di sebelah kanan dan Ali bin Abi Thalin di sebelah kirinya.


Hal yang tak kalah mencengangkan adalah pada interiornya terkesan glamor.  Selain dihiasi dengan berbagai kaligrafi juga dihiasi lampu gantung seberat 2 ton. Lampu itu dilengkapi plat kuningan dari Italia. Batu Oksi dari Jawa Timur, batu Akik dari Kalimantan dan Turki, batu Cris Topas dari Jawa Barat, dan Kalimaya dari Banten. Kaca Lampu Gold Spektrum dari Amerika. Sedangkan di bagian tengah ada perisai Muslim dan bagian pinggirnya ada rantai yang menyiratkan persatuan umat Islam. Kemudian ada 8 bilah pedang Sabililah Khaidir Ali, 16 busur panah Syaidina Ali bin Abi Thalib dan 8 tombak Abu bakar Ash-Siddiq. Tidak hanya itu, masjid ini juga dilengkapi dengan bunga kusuma lambang kejayaan Islam dan dikelilingi surat Al-Fatihah, surat Al-Kafirun, surat An-naas, serta 99 Asmaul Husna.

Apa saja fasilitas yang ada dalam masjid itu?. Jangan ditanya paripurnanya. Sayangnya, MCK dan tempat wudhu yang mewah itu tak cukup bersih lagi, saat tahun lalu kukunjungi. 

Perpustakaan digital dan manual pun menjadi kurang ditangani dengan profesional. TV madani dan Radio daerah semakin menurun kualitasnya. Begitu juga poliklinik dan aula serba guna, toserba, dan ruangan belajar yang dilengkapi akses internet semuanya seakan pengelolaannya kekurangan anggaran.


Pengelolaan masjid kebanggaan itu tidak seperti pertama diresmikan mantan Bupati Rokan Hulu, Drs. H. Achmad, Msi. Dialah penggagasnya dan mengelola kegiatan masjid menjadi percontohan nasional. Bahkan turut hadir da'i sejuta umat, KH. Zainuddin, MZ saat peresmian itu.  


Ironisnya, masjid yang memiliki 3000 pegawai ini  sekarang kurang diberdayakan maksimal, karena kekurangan anggaran. Walaupun setiap malam kamis masih diadakan kajian. Buka puasa bersama setiap Senin dan Kamis. I'tikaf bersama juga dilaksanakan sekali dalam sebulan,  serta peringatan hari besar Islam. Misalnya saat bulan Ramadan ini disediakan sahur untuk 500 orang setiap harinya.

Dialog Tak Terlupakan Dengan Sufi


Hal yang tak terlupakan adalah saat kuberdialog dengan salah seorang jemaah masjid ini. Sayangnya aku lupa namanya. Namun yang pasti di Rohul ini banyak surau-surau suluk, sehingga dikenal "Negeri Seribu Suluk". Artinya nuansa sufisme di Kabupaten ini begitu kental.


Aku pernah bertanya tentang makna suluk itu apa. Menurut pak Zaki sebut saja namanya demikian, suluk itu menempuh jalan spiritual untuk menuju Allah.


"Bersuluk termasuk berhasrat mengenal diri, memahami esensi kehidupan, pencarian tuhan dan pencarian kebenaran sejati", paparnya.


Sontak saja aku mengkernyitkan dahi. "Pencarian tuhan?,  bagaimana caranya kita mencari tuhan yang notabene sebagai sesuatu yang diyakini, dipuja dan disembah oleh manusia sebagai yang maha kuasa?", batinku menelisik. Aku meminta klarifikasi padanya, apakah Tuhan itu sesuatu yang mengacu pada zat atau sesuatu yang mengacu pada ilmu tentang keyakinan?.


Menurutnya, pertanyaan aku itu sama dengan pertanyaan bersuluk. Karena pertanyaan itu mencari kebenaran sejati. "Berarti bersuluk ini sama dengan berfilsafat dong, pak", selaku. Tapi bapak tersebut cuma diam saja. 

Aku mencoba lagi mengkerucutkan pertanyaan padanya, apakah bersuluk yang ia maksud, mencari zat tuhan atau mencari aturan tuhan yang benar?. Sayangnya iya tak menjawab pertanyaanku.


Setelah 10 detik tiba-tiba aku terhenyak, saat ia mengeluarkan dalil tentang bersuluk pada surat 16:69. Aku pun langsung saja membuka Al-Quran. Disana tersurat: Fasluki subula rabbiki zululan, yang artinya: "Dan tempuhlah jalan Rabb-mu yang telah dimudahkan (bagimu)".


Nah, ternyata pada ayat ini, ada kosa kata terkait suluk itu dalam Al-Quran. Tapi aku tak menemukan makna perintah bersuluk dalam arti untuk mencari tuhan seperti yang dikatakan para sufi. Apa yang dikatakan para sufi malah sesuai dengan KBBI. Disana dijelaskan bersuluk bermakna mengasingkan diri, berkhalwat. Kemudian suluk disinonimkan dengan Tasawuf dan Tarekat serta mistik.


Tapi pengertian kaum sufi dan kamus itu berbeda dengan pengertian pada terjemahan Al-Quran tentang perintah: "bersuluklah (fasluki)" dalam arti, tempuhilah!.


Entahlah, kenapa simpangsiur sumber informasi ini bersifat paradoks. Padahal sudah jelas dalam Al-Quran sebenarnya Al-Islam nama jalan yang diperintah untuk ditempuhi untuk disuluki atau untuk dithariqati. Tapi kenapa jadi tarekat dengan tasawuf?.


Kaum sufi dalam bersuluk menempuh sufisme, tarekat, tasawuf. Tapi sampai kini akupun tak menemukan istilah tasawuf dan sufi dalam Al-Quran. Yang kutemukan hanyalah Islam sebagai jalan (cara) hidup (dari) Allah. Sedangkan  sepanjang yang kutahu, Al-Quran sebagai pedoman atau petunjuk pelaksanaan dan petunjuk tekhnis menjalankan Islam. Begitu yang Rasulullah contohkan.


Memang istilah thariqah ada disebut 9 kali dalam Al-Quran. Misalnya,  Dalam surat 4: 168. Tapi tetap saja istilah itu mengacu pada Islam yang sesuai Kitab Al-Quran sebagai Thariqah. Bukan Tarekat pada Kitab selain Al-Quran. Tasawuf  tidak pernah dicontohkan Rasulullah setelah Al-Quran turun. Kalaupun Rasul berkhalwat ke goa hira, itu bukan dalam rangka mempelajari Tasawuf. Tapi dalam rangka mempelajari Al-Quran pada Jibril yang Allah utus.


Apalagi pada ayat itu istilah thariqah digandeng dengan penggalan kalimat Liyahdiyahum yang kata dasarnya adalah hudan. Dalam Al-Quran hudan itu bernama Al-Quran bukan tasawuf, bukan?.


Jadi, bagiku di dalam megahnya bangunan Masjid Agung Islamic Centre (MAIC) sayangnya belum berbanding lurus dengan pembinaan ruang dan waktu sujud. Ya, hakekatnya masjid itu adalah tempat dan waktu sujud atau tunduk patuh melaksanakan Al-Quran sebagai petunjuk Islam yang diklaim Allah dan Rasul-Nya. Bukan bermegah-megah seperti surat At-Takatsur.

Demikianlah Samber 2020 hari 4 ini kutuliskan, semoga memberi hikmah pencerahan Ramadan. Mohon maaf jika ada kekurangan dan kelebihan kata. Terimakasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun