Sebagaimana diketahui, jabatan karir dalam birokrasi pemerintah dibedakan ke dalam 2 jenis, yakni jabatan struktural dan fungsional. Tapi banyak orang tidak menyadari kedudukan jabatan struktural yang bertingkat-tingkat itu terdesain seperti kasta. Dari tingkat yang terendah (eselon V) hingga yang tertinggi (eselon I/a).Â
Stratifikasi sosial begini tanpa disadari telah sekian lama menjadikan adanya kesenjangan psikologis. Bawahan menjadi sungkan mengingatkan  jika atasan berbuat keliru. Padahal bukankah orang yang beriman itu perlu saling mengingatkan dengan yang haq?. Tidak sedikit atasan yang anti kritik konstruktif. Seolah yang paling mulia adalah yang paling tinggi jabatan strukturalnya.Â
Benarkah bawahan terkesan harus membungkuk pada atasannya apapun titahnya?. Bukankah yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa?. Bukankah yang paling benar di sisi negara yang paling mematuhi regulasi?.Â
Oleh karena itu gagasan perampingan jabatan struktural ini dapat menjadi terobosan bila tujuannya untuk persamaan derajat. Apalagi tidak sedikit pejabat struktural yang kerjanya belum efektif dan efisien. Sehingga  pejabat model demikian jadi penghambat tujuan pembangunan.
Merujuk data BAKN, ternyata saat ini jumlah eselon 1 di Indonesia  ada 575 orang (0,12%), sedangkan jumlah eselon 2 sebanyak 19.463 orang (4,23%). Sehingga total eselon I dan II sekitar 20.000 orang (4,35%). Yang mana jumlah eselon I-V sejumlah 460.067 orang.
Artinya proyeksi (outlook) realisasi belanja pegawai tahun 2019 sebesar 376.44 Triliun sebenarnya cukup besar. Namun apakah perampingan ini berdasarkan pertimbangan efisiensi agar belanja pegawai menjadi hemat?.
Ternyata bukan faktor efisiensi. Buktinya alokasi belanja pegawai dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 kembali meningkat. Buktinya Pagu belanja pegawai dipatok sebesar 416.14 triliun tahun 2020.
Dengan demikian, sebenarnya perampingan pejabat struktural ini tidak terkait efisiensi anggaran belanja pegawai tapi kebijakan Presiden Jokowi agar prosedur investasi masuk bisa dipermudah. Selama ini dianggap pejabat struktural tidak tanggap atas kehendak Presiden Jokowi itu. Padahal menurut presiden, investasi dianggap mesin penggerak roda pembangunan yang utama. Namun besarnya investasi yang masuk itu belum sesuai yang diharapkan. Malah investor lebih memilih berinvestasi ke Vietnam karena memang lebih mudah dan nyaman prosedurnya bagi investor asing.
Lantas apa manfaat perampingan ini bagi ASN sendiri?. Apakah penyederhanaan eselonisasi birokrasi dapat  berdampak positif pada kinerja ASN?. Apakah dengan demikian tidak akan ada lagi ASN yang bergerak lamban dan pasif yang hanya menunggu perintah saja?.
Mungkin saja, karena Jabatan struktural akan sangat terbatas dan diharapkan akan diperebutkan dengan sangat transparan dan sengit. Sehingga diharapkan tidak lagi jabatan struktural diisi berdasarkan lamanya masa dinas pegawai semata. Namun lebih pada kompetensi dan Kredibilitas kinerja. ASN mungkin dikondisikan berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan mutunya baik melalui pendidikan formal maupun informal.
Dengan demikian SDM Pegawai yang unggul dapat tercapai secara massif dengan memperpendek jalur birokrasi seperti ini. Sekali lagi, Itu masih harapan.