Siapa yang tahu arah angin?
angin bertiup ke mana dia mau, tanpa ada yang mengetahui maksud ataupun tujuannya.
Bulan tidak tahu, demikian juga awan yang menutupi bulan di malam ini juga tidak tahu.
Juga demikian, angin bertiup mendekati seorang gadis kecil yang sedang tersesat di dalam hutan.
"Aku sungguh tidak menyukai kehadiranmu angin" keluh gadis kecil merasa kedinginan semenjak kehadiran angin di dekatnya.
"Mengapa gadis kecil?" tanya angin keheranan
"Sudahlah cukup ketakutanku karena tak tahu jalan pulang, jangan kau tambah dengan nuansa dingin malam yang kau bawa"
"Tapi aku bermaksud baik, aku ingin menemanimu" angin menjelaskan maksud kehadirannya
"Aku tidak mau tahu. Kau justru membuatku kedinginan. Kesuraman malam, di tengah hutan seperti ini, semakin bertambah dengan nuansa dingin yang kau bawa" tampang gadis kecil terlihat sedikit marah.
"Baiklah, aku akan pergi dari sini". Dalam kesedihannya angin bertiup, meninggalkan gadis kecil. Dalam satu tiupan, angin secara tidak sengaja turut serta mendorong awan yang sedari tadi menutupi bulan. Walau sedih, angin tak ingin membuat gadis kecil semakin membenci keberadaannya, dan angin pun berlalu semakin menjauh.
Bulan kini dapat melihat keberadaan gadis kecil. Bulan bersiap menyapa gadis kecil, mencoba menemani gadis kecil melewati malam bersama sinaran.
Sejenak angin menoleh ke belakang, terlihat bagaimana mesranya bulan dan gadis kecil saling bertukar sapa. Pemandangan ini semakin menjelaskan ketidakberartian angin di dekat gadis kecil.
Walau ingin, tapi tak dapat
seandainya dapat, ternyata tak diharapkan
kenyataan ini membawa angin mengasingkan diri ke tepi pantai.
Seandainya dia ingin, tentu dapat dia lakukan
walau tidak dia lakukan, ternyata dialah yang diharapkan
Nelayan begitu bergembira. Angin malam yang datang ke tepi pantai memuluskan rencana keberangkatannya melaut di malam ini. "Akhirnya angin datang juga" gumam nelayan pelan.
Angin tak mendengar gumam nelayan. Bayangan akan penolakan dari gadis kecil, membuatnya takut untuk menyapa nelayan. Tanpa berpikir panjang angin lanjut bertiup menuju laut lepas.
Keberangkatan yang sangat mulus. Layar terkembang, angin bertiup, melajulah perahu nelayan menuju laut lepas. Ikan ada di sana, bersama angin yang membawa derap langkah dinding perahu nelayan semakin mendekati sisi tengah laut yang telah nelayan rencanakan. Sepanjang malam menjemput mentari terbit, nelayan sibuk tebar jala-angkat jala dan ikan tertangkap. Selanjutnya, seperti yang sudah diimpi-impikan nelayan, ikan tak henti-henti mencoba memenuhi perahu.
Angin terasa bosan di laut lepas, bertiup dengan segera menuju daratan.
Letih sangat karena menghimpun hasil tangkapan, dorongan angin membawa perahu nelayan kembali ke tepi pantai. Malam yang sempurna bagi nelayan, menutup hari di pagi hari saat perahunya mulai merapat di pantai. Segera angkat hasil melaut, menuju rumah dekat pantai, bersiap tidur bayar kelelahan waktu malam tadi.
Angin mencoba melihat keberadaan gadis kecil, angin bertiup menjauhi pantai. Tak seperti tadi malam, di hutan ini tiada lagi gadis kecil. Kecerahan pagi ini, bukan jaminan bagi kecerahan dari kesepian yang dirasakan angin.
Ingin berjumpa, tapi tiada jumpa
seandainya jumpa, apa mungkin dia menyapa?
Angin meliuk-liuk ke atas.... semakin lama dia berdansa sendiri membumbung ke atas langit.... terus saja melayang.
Juga demikian, angin bertiup ke mana dia mau. Dari kejauhan dia melihat matahari bersinar tepat di atas sebuah rumah.
Apakah itu kaki gadis kecil yang baru saja menutup pintu rumah itu? Angin tak dapat melihat dengan jelas. Posisinya yang sendirian di langit atas terhalangi oleh pepohonan besar di depan rumah itu.
Matahari tentu tahu, namun tidak halnya dengan angin.
B 310510 VC
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H