Mohon tunggu...
Abdi Galih Firmansyah
Abdi Galih Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang

Menebar benih kebaikan, menyemai bunga peradaban, panen kebahagiaan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Prasangka

30 November 2024   14:15 Diperbarui: 30 November 2024   14:25 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prasangka

Hewan berakal termenung di bawah pohon kersan
Mengais mangsa tak kasat mata
Tak lain hanyalah racun yang menyiksa badan
Tetes keringat mengepul sebab panas

Racun-racun menempel, melekat, bahkan menghisap
separuh badan hewan yang mulai terkulai.

Setiap hari, ia memakan racun
Tak kenyang-kenyang
Semakin hari, semakin parah
Tak bosan-bosan


Air dan Api

Kata guru, tubuhku terbuat dari tanah
Berteman air dan api
Mereka saling berbisik
dan berurutan

Manakala aku serampangan
Api selalu datang lebih dulu
Menggeletar cemeti panas
Membakar

Kemudian datanglah air
Memandikan luka
Mengendapkan hati
Memenuhi gelas kosong
Sebelum tubuh semakin gosong

Di Balik Buku

Kesunyian
Kelembutan
Kedamaian

Manakala kita sedang terdiam
di depan meja
Di tempat gelap yang bernyawa,
kita membuka buku

Lihatkah kata itu seperti bocah
Sementara frasa dan klausa berdansa
Mereka hidup seperti kita

Kesadaran
Kemurnian
Kesejatian

Aku berada di satu titik
Di tengah lingkaran yang tak ada ujungnya
Dari hulu ke hilir
Tanpa ruang dan waktu
Merasakan semilir

Ada yang hidup
Ada semesta lain
Dan getaran
Di dalam badan.


Lama Tak Hujan

Dua puluh bambu dan tetesan air
Tarhim mengaliri telinga
Menjelma hati baru
Ada embunnya

Kemudian azan mengalun
Motor dan mobil berlalu-lalang
Mengejar waktu
Ada rindunya

Seperti sore dahulu
Desaku yang bertalu
Berirama sederhana
Rasa manis yang tersisa

Anak-anak muda unjuk gigi
Gigi satu, gigi dua dan seterusnya
Wajahnya basah

Merembes ke baju dan celana
Begitupun vespa mereka

Kemudian mereka pulang
Dengan keadaan sudah kering
Namun basahnya masih terasa
Kemanapun mereka berada

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun