Prasangka
Hewan berakal termenung di bawah pohon kersan
Mengais mangsa tak kasat mata
Tak lain hanyalah racun yang menyiksa badan
Tetes keringat mengepul sebab panas
Racun-racun menempel, melekat, bahkan menghisap
separuh badan hewan yang mulai terkulai.
Setiap hari, ia memakan racun
Tak kenyang-kenyang
Semakin hari, semakin parah
Tak bosan-bosan
Air dan Api
Kata guru, tubuhku terbuat dari tanah
Berteman air dan api
Mereka saling berbisik
dan berurutan
Manakala aku serampangan
Api selalu datang lebih dulu
Menggeletar cemeti panas
Membakar
Kemudian datanglah air
Memandikan luka
Mengendapkan hati
Memenuhi gelas kosong
Sebelum tubuh semakin gosong
Di Balik Buku
Kesunyian
Kelembutan
Kedamaian
Manakala kita sedang terdiam
di depan meja
Di tempat gelap yang bernyawa,
kita membuka buku
Lihatkah kata itu seperti bocah
Sementara frasa dan klausa berdansa
Mereka hidup seperti kita
Kesadaran
Kemurnian
Kesejatian
Aku berada di satu titik
Di tengah lingkaran yang tak ada ujungnya
Dari hulu ke hilir
Tanpa ruang dan waktu
Merasakan semilir
Ada yang hidup
Ada semesta lain
Dan getaran
Di dalam badan.
Lama Tak Hujan
Dua puluh bambu dan tetesan air
Tarhim mengaliri telinga
Menjelma hati baru
Ada embunnya
Kemudian azan mengalun
Motor dan mobil berlalu-lalang
Mengejar waktu
Ada rindunya
Seperti sore dahulu
Desaku yang bertalu
Berirama sederhana
Rasa manis yang tersisa
Anak-anak muda unjuk gigi
Gigi satu, gigi dua dan seterusnya
Wajahnya basah
Merembes ke baju dan celana
Begitupun vespa mereka
Kemudian mereka pulang
Dengan keadaan sudah kering
Namun basahnya masih terasa
Kemanapun mereka berada
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H