Mahasiswa    : Kerupuknya 10
Mbah Lim     : Nggih
Mahasiswa    : Tehnya 1
Mbah Lim     : Nggih
Mahasiswa    : Sampun Mbah, pinten? (Sudah Mbah, berapa totalnya?)
Mbah Lim     : Nopo wau? (Tadi pesan apa saja?)
Sontak semuanya tertawa mendengar respon Mbah Lim. Suatu kealpaan yang dilakukan oleh Mbah Lim tidak dibaca sebagai kesalahan, tetapi sebagai kelucuan yang menghibur. Mereka menyulap rasa maaf kesalahan Mbah Lim dengan rasa terima kasih mereka yang diwujudkan melalui gelak tawa. Peristiwa yang mengandung maaf, manusia memiliki keterampilan untuk mengubahnya menjadi terima kasih. Demikian itu adalah keterampilan yang sangat indah. Untuk memilikinya kita dapat melatih dengan sering-sering membaca, dengan itu  kesadaran dapat terjaga, serta lewat kesadaran, kecerdasan bersyukur menjadi  mudah diamalkan.
Setiap manusia memiliki sense of art dalam jiwanya. Seni adalah elemen keindahan yang dianugerahkan Tuhan melalui karya cipta-Nya. Naluri manusia secara otomatis terhubung dengan karya-karya tersebut. Sejatinya, setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia memiliki  daya tarik yang khas di mata manusia yang lain. Cara mereka berbicara, berjalan, duduk, dan yang lain mengandung nilai seni. Anugerah tersebut perlu diramu sedemikian rupa sehingga mencapai taraf eksentrik. Demikian juga berlaku terhadap pengamalan yang lebih tinggi, yaitu nilai. Bersyukur akan jauh lebih matang kalau dibarengi dengan kecerdasan. Sehingga cela sesempit apapun, dapat dideteksi letak syukurnya di mana.  Bahkan, sepilu apapun peristiwanya dapat dibaca dengan optimis kala kecerdasan dipakai. Dengan begitu, bersyukur menjadi lebih berseni.
Persoalan yang kerap terjadi akhir-akhir ini adalah kecenderungan manusia memandang persitiwa dengan perhitungan laba dan rugi. Â Mana yang untung, itu yang dipilih. Padahal untung dan rugi adalah sekedar fatamorgana yang sama sekali jauh dari hakikat kebahagiaan. Kebanyakan manusia meyakini bahwa apa yang disuka itulah yang baik, yang tidak disuka itu pasti buruk. Padahal, sebenarnya duduk perkaranya bukan soal yang disuka atau tidak, melainkan seberapa jauh kepedulian manusia terhadap kebaikan hakiki. Apalah arti pahitnya sejenis obat, dimata mereka yang peduli akan kesehatan dan kesembuhan dari penyakit.
Manusia yang kurang peduli, berasumsi bahwa yang tidak mengenakkan akan menyengsarakannya. Asumsi tersebut sangatlah berkebalikan. Justru kebahagiaan hakiki itu sangat berteman baik dengan sesuatu yang tidak enak. Maka di sinilah peran syukur dalam kehidupan kita. Ia akan menyadarkan kita dari fatamorgana yang menjerumuskan seperti itu. Syukur akan membantu manusia dalam mempertahankan kebahagiaan hakiki.
Para pedagang yang mengalami rugi pada hari ini, akan membaca banyak peluang untung di hari kemudian dengan kacamata syukur. Para penulis yang tulisannya ditolak oleh media akan membaca banyak peluang diterima dengan kacamata yang serupa. Maka, sangat disayangkan jika pendidikan syukur tidak ditanamkan, karena manusia sangat membutuhkan nilai itu untuk kelangsungan hidup yang diperjuangkan. Kehidupan yang indah adalah milik mereka yang bersyukur di hari ini, dan lebih bersyukur di hari-hari selanjutnya.