Kok bisa?!?
Karena release, cara dan alasan penangkapan yang dinilai para kompetitor ini lebay, tidak adil, serampangan, alasannya mengada-ada, bahkan mereka mengatakan jika alasannya seperti yang disampaikan. Kami semua juga bisa kena menjadi tersangk. Karena yg dituduhkan adalah "business as usual". Kami membeli gabah dari petani serendah2nya namun, tentu petani pun memilih yang paling tinggi. Tak masalah bagi kami Yang penting kami bisa meraih keuntungan tentunya dengan menetapkan harga jual yang lebih tinggi namun wajar. Lalu tentang menyetok beras di gudang. Gudang2 kecil kami pun biasa menyetok 1000 s.d 4000 ton beras. Itu sudah menjadi hal yg biasa. Jika merujuk pada kasus PT IBU kami juga bisa dipidanakan. Tentang IR64 merupakan beras subsidi itu juga dinilai para pengusaha penggilingan padi sebagai hal yang mengada-ada.
Sejujurnya saat Gudang PT IBU digerebek aparat dan birokrat kami mengira pasal yang ditujukan ialah mengenai monopoli beras dan persaingan tidak sehat. Namun, alasan aparat dinilai oleh mereka sebagai sesuatu yang berbalik 180 derajat. Tidak sesuai dengan prediksi mereka. Mereka meyakini bahkan Gabah padi Di Sragen dikumpulkan saja yang ratusan ribu ton masih amat kurang memenuhi kebutuhan pasokan PT IBU. "Saya kira aparat akan menemukan bukti ratusan ribu ton stok beras dan akan dikenai pasal monopoli, ternyata hanya 1000an ton". Celoteh salah satu dari pengusaha agrobisnis beras ini.
Karena kebutuhan PT IBU yang amat amat besar.
Kebutuhan inilah yang membuat mau tak mau harga yang PT IBU tawarkan semakin lama semakin tinggi, diatas kesanggupan dan Daya beli pesaing2nya. Dan pasokan mereka pun semakin lama semakin sedikit karena terserap oleh kebutuhan PT IBU.
Saat ini asosiasi dan Komunitas justru berbalik mendukung PT IBU. Harapan mereka pemerintah bisa merangkul dan melakukan pembinaan terhadap PT IBU untuk menjalankan Bisnis beras ini secara sehat dan menguntungkan semua pihak, imbuhnya lagi.
*) Oleh : Verry Aria Firmansyah (Wakil Direktur Institut Kemandirian dan Social Entrepreneur academy)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H