Mohon tunggu...
Verrell Elektranto
Verrell Elektranto Mohon Tunggu... Penulis - Author

Seorang pemuda yg gemar menulis dan mengulas persoalan bangsa yang kerap terjadi di tanah air.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Modernisasi Sistem Kolonial di Nusantara

25 Mei 2020   13:32 Diperbarui: 25 Mei 2020   13:35 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jauh sebelum nusantara ini diakui kedaulatannya sebagai suatu negara atau terbebas dari jajahan negara Belanda dan Jepang, terdapat sistem yang menjadi instrumen utama dalam pemerintahan di tanah air. Sistem tersebut bernama Kolonialisme. Sistem yang menganut konsep penjajahan itu, bahkan melahirkan diksi kasta eropa lebih tinggi dibanding pribumi.

Rakyat Indonesia pun menjadi tamu di negri moyangnya sendiri, sewaktu kolonialisme merajalela di nusantara saat itu. Melihat paradigma tersebut, tentu kolonialisme hanya menguntungkan pihak penjajah. Namun sejak bapak singa podium Indonesia (Soekarno) memproklamirkan kemerdekaan bangsa, sistem kolonialisme pun tergantikan oleh sistem pemerintahan presidensial. Karena Kolonialisme dinilai tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Meski sistem pemerintahan tanah air ini sempat bergeser menjadi sistem pemerintahan parlementer, namun sistem pemerintahan presidensial yang dianggap paling relevan dengan ideologi Pancasila sampai saat ini. Seiring berkembangnya peradaban, tampaknya sistem kolonial di nusantara perlahan kembali hadir dalam 'kemasan' modern.

Perlu digarisbawahi terlebih dahulu bahwa artikel ini tidak menyudutkan pihak manapun. Baik pemerintah Indonesia maupun pemerintah negara manapun yang memiliki agenda kolonialisme dalam bentuk modern. Artikel ini hanyalah buah pemikiran yang lahir dari keprihatinan salah seorang pemuda bangsa di era globalisasi saat ini.

Tidak bisa dipungkiri, sistem kolonial adalah sistem yang paling menguntungkan bagi suatu negara yang berkuasa atas negara jajahannya. Mengingat globalisasi merupakan sesuatu yang tak bisa dihindari oleh suatu negara, membuat negara tertentu terikat dengan hubungan bilateral antar negara. Mulai dari segi politik, ekonomi hingga kebudayaan.

Karenanya, negara adidaya di dunia memiliki otoritas lebih dalam 'menguasai' sektor perpolitikan, perekonomian dan kebudayaan suatu negara yang terikat oleh hubungan bilateral negaranya. Seperti yang kita ketahui, kebudayaan barat telah merasuki kebudayaan Indonesia itu sendiri. Perayaan hari kasih sayang atau valentine serta april fools day salah duanya.

Walau perayaan hari-hari tersebut ditentang oleh sejumlah pihak di tanah air, tetap saja banyak yang sudah larut dalam kebudayaan barat itu. Sehingga rakyat Indonesia relatif lebih melestarikan kebudayaan barat ketimbang kebudayaan khas Indonesia, khususnya generasi muda.

Bisa dikatakan bahwa fenomena tersebut merupakan kaki-tangan sistem kolonial yang telah termodernisasi oleh perkembangan zaman. Karena pada hakikatnya, kolonialisme berarti menjajah. Secara tidak langsung, bangsa ini sudah 'terjajah' dari segi budaya.

Globalisasi tidak selamanya memberi dampak buruk bagi suatu negara. Terdapat dampak baik juga yang bisa dipetik dari Globalisasi. Seperti misal, genre musik edm yang akrab di telinga generasi muda menciptakan peluang akulturasi antar budaya. Salah satu musisi tanah air, mengakulturasi lantunan gamelan Jawa dengan upbeat musik edm. Tentu generasi muda pecinta musik edm secara alam bawah sadar akan teringat kembali dengan kebudayaan khas yang dimiliki Indonesia.

Dari segi ekonomi, terdapat dampak positif dan negatif juga dari Globalisasi. Terciptanya pasar bebas adalah salah satunya. Masyarakat Ekonomi ASEAN atau yang biasa disebut MEA, dapat dikategorikan sebagai dampak positif dan negatif.

Tergantung kita melihat dari sisi mana, jika kita melihat dari sisi perdagangan tentu Indonesia sangat diuntungkan. Mengingat Indonesia merupakan negara pasar, membuka pintu peluang perdagangan terjadi. Namun jika kita melihat dari sisi kompetisi, dengan banyaknya produk asing yang terdistribusi di tanah air membuat produk lokal dapat kalah bersaing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun