[caption id="attachment_276058" align="aligncenter" width="484" caption="Gubernur Papua, Lukas Enembe secara simbolis melepas tenaga Flight Health Care (Foto : KBR68H)."][/caption]
Indonesia wilayah yang luas. 240 juta penduduknya tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sementara jumlah tenaga kesehatan hanya668.552 orang, (versi Bank Data SDM Kesehatan http://bpsdm.depkes.go.id/sdmk ). Jumlah tenaga kesehatan yang dimaksud dalam data itu ternyata tidak hanya dokter, perawat dan bidan, tetapi juga termasuk tenaga kesmas, kesling, farmasi, gizi dan tenaga teknis medis lainnya.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia Wilayah Asia Tenggara (WHO SEARO) jumlah tenaga medis idealnya adalah 23 tenaga kesehatan terlatih (dokter, perawat, dan bidan) per 10.000 penduduk. Sementara jumlah tenaga medis di Indonesia dibandingkan dengan total penduduk Indonesia saat ini (668 ribu: 240 juta), rasionya tidak mencukupi standar minimum WHO SEARO tersebut. Artinya, lebih banyak orang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan terlatih. Ironisnya, Indonesia adalah salah satu dari enam negara di kawasan Asia Tenggara yang rasionya masih kalah dibandingkan dengan kawasan Afrika. http://health.kompas.com/read/2012/09/10/06332854/Tenaga.Kesehatan.Kurang.dan.Tak.Merata
Selain belum mencapai rasio minimum, persoalan lain yang dihadapi Indonesia di bidang kesehatan adalah distribusinya yang tidak merata serta adanya migrasi tenaga kesehatan ke luar negeri, padahal di dalam negeri masih kurang.
Belajar dari Papua
Salah satu wilayah yang tenaga kesehatannya sangat kurang adalah Papua. Wilayah ini masih kekurangan sekitar 6 ribu tenaga kesehatan. Wilayahnya yang luas serta aksesibilitas yang sulit membuat Gubernur Papua menempuh langkah darurat, yaitu membentuk tim pelayanan kesehatan terbang (Flight Health Care).
Tim ini berjumlah 150 orang, terdiri dari dokter, perawat, bidan dan ahli gizi. Rabu, 17 Juli lalu di halaman kantor DPR Papua, Gubernur Lukas Enembe melantik dan menugaskan mereka ke berbagai kabupaten, khususnya di wilayah perbatasan dan daerah tertinggal.
Tim ini berada di bawa kendali Gubernur melalui satu unit yang baru dibentuk, yaitu Unit Percepatan Kesehatan di Papua. Mereka akan bekerja selama enam bulan di sepuluh Kabupaten/kota yang dinilai terpencil dan sulit dijangkau. Tugasnya adalah tinggal dan berbaur dengan masyarakat setempat sambil melayani kesehatan masyarakat bersama-sama dengan petugas kesehatan yang sudah lebih dahulu bekerja di tempat itu.
“Apapun kesulitan yang dihadapi saat bertugas harus dihadapi dengan sabar. Mengingat situasi yang terjadi di pedalaman berbeda dengan di kota. Oleh sebab itu selama 6 bulan kalian harus betul betul menjalankan tugas melayani rakyat,” pesan Gubernur dalam acara pelepasan tim kesehatan tersebut. http://tapalbatasnegeri.wordpress.com/2013/07/18/papua-terapkan-tenaga-pelayanan-kesehatan-terbang-di-perbatasan-dan-pulau-terluar/
Contoh buat daerah perbatasan lainnya
Dengan cara ini, setidaknya ada harapan baru bagi peningkatan kesehatan masyarakat di Papua. Karena, usai masa tugas selama enam bulan itu, 150 orang itu akan kembali ke ibukota Provinsi untuk melakukan evaluasi dan merumuskan upaya-upaya ke depan dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat di provinsi itu. Selanjutnya mereka akan siap ditugaskan ke kabupaten lainnya.
Pola ini juga bisa menjadi contoh untuk diterapkan di wilayah lainnya di Indonesia yang kondisinya kurang-lebih sama dengan Papua. Bentuk tim di provinsi lalu kirimkan mereka untuk live in selama beberapa bulan di daerah-daerah tertentu yang pelayanan kesehatannya masih minim, seperti di daerah-daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar di Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara Timur dan daerah lainnya.
Soal dana, tentu APBN dan APBD akan mengikuti (pola ABK alias Anggaran Berbasis Kinerja). Bahkan bisa mendapatkan dukungan dana dan relawan dari lembaga-lembaga donor dunia yang selama ini sudah berkarya di bidang kesehatan di Tanah Air. Mereka pasti tertarik akan pola ini, karena bagi mereka (mestinya pemerintah kita juga) uang bukan masalah asalkan jatuh ke sasaran yang tepat, dikerjakan oleh tenaga yang tepat, serta manfaatnya sungguh-sungguh nyata dirasakan rakyat yang memang membutuhkannya. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H