Mohon tunggu...
Verlinna Lovely
Verlinna Lovely Mohon Tunggu... -

Mahasiswi PWK ITS 2016

Selanjutnya

Tutup

Money

Pentingnya Manajemen Layanan Infrastruktur dalam Membangun Kota Berkelanjutan

28 Maret 2018   06:30 Diperbarui: 28 Maret 2018   06:52 2462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Contohnya saja seperti Kota Seoul, Korea Selatan dengan pembangunan kotanya yang menunjukkan sistem transportasi publik (subway, busway) yang terpadu karena selain harganya yang terjangkau, pelayanannya pun dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat disana.

Hal ini dapat meningkatkan aksesibilitas kota, mengurangi polusi udara yang berlebih, serta tentunya dapat meningkatkan perekonomian kota.

Menurut Pak Ridwan, terdapat 4 pilar pengembangan kawasan perkotaan, yaitu kebijakan, infrastruktur, tata kelola, dan sumber daya manusia. Yang mana tentunya dalam membangun infrastruktur perkotaan, harus adanya kebijakan yang mengatur tentang bagaimana syarat dan ketentuan penyediaan infrastruktur, program, serta sinkronisasi. 

Selanjutnya adanya tata kelola yang bagus dari pemerintah, entah itu dari segi pemasaran, pendanaan, pemantauan pembangunan, serta pentingnya pengembangan mindset sumber daya manusianya. Karena sebagus-bagusnya perencanaan dan program-program yang dilaksanakan pemerintah, apabila masyarakatnya susah diajak kerjasama dalam pembangunan maka tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal juga.

Untuk menjadi kota yang berkelanjutan, sudah pasti kota itu harus meningkatkan kualitas lingkungan, meningkatkan ekonomi, serta menjadi kota yang nyaman untuk tinggal/layak huni. Dalam kasusnya di Indonesia, contoh permasalahan perkotaan yang bisa kita ambil yaitu tentang munculnya kawasan permukiman kumuh.

Kawasan permukiman kumuh tentu saja merupakan dampak dari meningkatnya migrasi dari desa ke kota. Karena banyaknya penduduk yang ke kota dengan kondisi perekonomian rendah dan otomatis memerlukan tempat tinggal, maka tidak sedikit penduduk membangun sendiri rumah yang menurut mereka layak di tanah yang peruntukkannya bukan untuk permukiman.

Dari hal itulah layanan infrastruktur tidak mampu menjangkau wilayah-wilayah tersebut sehingga pemerintah perlu untuk membenahi hal-hal tersebut. Namun, menurut saya, pemerintah sudah mempunyai usaha yang bagus dalam menangani hal-hal tersebut.

Contohnya saja seperti pembangunan rusunawa yang ada di beberapa daerah dengan kondisi yang lebih layak untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, juga ada Program Sejuta Rumah dari Pak Jokowi yang sampai saat ini sudah tersebar di 1.845 lokasi di seluruh Indonesia, dimana program ini ditujukan kepada MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) sebanyak 700 unit dan kepada non-MBR sebanyak 300 unit.

Dalam hal ini tentu saja juga didukung dengan pembangunan infrastruktur dasar permukiman, seperti jalan lingkungan, sanitasi komunal, jaringan drainase (gorong-gorong, pompa dan pintu air), penyediaan air bersih (PDAM), serta adanya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di lingkungan permukiman.

Dalam Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2015-2019, Kementerian PUPR memuat program 100-0-100, yaitu 100% akses air minum aman, 0% permukiman kumuh dan 100% akses sanitasi layak.

Melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya hasil yang diperoleh pada tahun 2016, penyediaan air minum aman telah mencapai 71,66%, sanitasi layak 64,07% dan luasan permukiman kumuh yang perlu ditangani tersisa 8,18%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun