Mohon tunggu...
Verlandi Putra
Verlandi Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontroversi Pembangunan Ibu Kota Nusantara

15 Juni 2024   12:49 Diperbarui: 15 Juni 2024   13:39 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur telah menjadi topik panas yang memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat. Proyek ambisius ini, yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2019, awalnya dianggap sebagai terobosan besar dalam upaya membangun Indonesia yang lebih maju dan modern. Namun, seiring berjalannya waktu, sejumlah kekhawatiran dan kritik mulai bermunculan, menggugat kelayakan dan keberlanjutan proyek tersebut. 

Salah satu aspek yang paling dikritik adalah minimnya partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan. Pemerintah tampaknya terburu-buru dalam merancang dan melaksanakan proyek ini, tanpa melibatkan masyarakat secara terbuka dan transparan. Kajian yang dilakukan pemerintah atas rencana pemindahan ibu kota tidak pernah diungkapkan secara luas, sementara penjelasan mengenai pemilihan Penajam Paser Utara sebagai lokasi baru juga terkesan samar dan kurang meyakinkan.

Selain itu, pembentukan undang-undang yang menjadi payung hukum pembangunan IKN berlangsung dengan kilat dan tertutup. Meski ada upaya konsultasi publik, seperti yang digelar di Universitas Mulawarman Samarinda, pelaksanaannya terkesan sembunyi-sembunyi dan hanya dilakukan untuk memenuhi proses formal saja. Tidak tampak adanya niat untuk benar-benar menerima masukan dari masyarakat.

Aspek lain yang mengundang kritik adalah kekhawatiran mengenai kelayakan lokasi IKN dari segi geologi. Laporan menunjukkan bahwa di bawah permukaan tanah calon ibu kota mengendap batu bara yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mendapatkan pasokan air tanah. Sebagian wilayah juga berpotensi menyemburkan gas dangkal dan mudah terbakar, seperti yang terjadi pada sejumlah tambang batu bara ilegal di sekitar wilayah tersebut.

Selain itu, keputusan untuk terus mempercepat pembangunan IKN pada tahun 2024, di tengah situasi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih, juga menuai kritik pedas. Meskipun kondisi kesehatan sudah berangsur membaik, namun dampak ekonomi dari pandemi masih dirasakan secara luas. Mengalokasikan anggaran yang besar untuk proyek IKN dianggap kurang tepat oleh sebagian pihak, karena dapat menghambat upaya pemulihan ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Hingga bulan ini, Presiden Jokowi telah menghabiskan 1,8 triliun dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membangun fasilitas seperti istana negara, kantor presiden, kantor pemerintahan, rumah menteri, rumah susun untuk aparatur sipil negara, serta sejumlah infrastruktur dasar. Padahal, awalnya Jokowi menjanjikan bahwa pembangunan IKN tidak akan menggunakan uang negara.

Lebih lanjut, pendanaan proyek ini juga menjadi sorotan. Meski awalnya Jokowi mengalokasikan 90,4 triliun dari APBN atau sekitar 14% dari total kebutuhan pembangunan IKN yang mencapai 466 triliun, dengan sisanya diharapkan akan didanai oleh investasi swasta dan kerjasama pemerintah dengan badan usaha, nyatanya dana swasta seret masuk. Meskipun Jokowi telah menggelar karpet merah bagi investor asing, namun minat mereka masih rendah dan baru dalam bentuk komitmen.

Berbagai kekacauan tersebut dipandang sebagai buah dari buruknya manajemen proyek, mulai dari perencanaan hingga pengawasan. Target yang terlalu muluk disertai waktu pengerjaan yang terbatas membuat pelaksana pembangunan kewalahan. Masalah lain muncul terkait anggaran pembangunan Otorita IKN yang menempel di instansi lain, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Hal ini menyebabkan pegawai Otorita tidak digaji selama beberapa bulan.

 

Menghadapi kenyataan bahwa berbagai fasilitas di IKN belum selesai dibangun menjelang 17 Agustus 2024, pemerintah terpaksa menggelar upacara kemerdekaan secara hibrida, dengan sebagian dilangsungkan di IKN dan sebagian di Jakarta. Ini jelas merupakan tamparan bagi pemerintah yang sebelumnya menargetkan agar upacara kemerdekaan tahun ini dapat diselenggarakan sepenuhnya di ibu kota negara yang baru.

Di tengah gejolak ini, calon Presiden Prabowo Subianto, yang berpotensi besar memenangkan Pemilihan Umum 2024, telah menyuarakan pandangannya tentang proyek IKN. Dalam pernyataannya di Qatar Economic Forum pada 15 Mei 2024, Prabowo mengisyaratkan bahwa ia akan mengambil strategi yang berbeda dari pendahulunya. Ia menganggap IKN sebagai proyek politis dan karenanya harus dibiayai dengan sumber daya dalam negeri, tidak mengandalkan anggaran negara yang terbatas.

Pernyataan Prabowo ini menimbulkan spekulasi bahwa jika terpilih, ia berpotensi menghentikan atau menunda proyek IKN. Namun, langkah ini tentu akan memicu kontroversi baru, mengingat proyek tersebut telah menghabiskan banyak sumber daya dan upaya. Tidak semestinya pemerintahan baru membawa kekacauan kebijakan dari rezim sebelumnya ke era kepemimpinannya yang baru.

Di sisi lain, pendukung proyek IKN berargumen bahwa pemindahan ibu kota merupakan langkah strategis untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Jakarta, seperti kemacetan lalu lintas dan banjir. Mereka percaya bahwa dengan infrastruktur baru yang dirancang secara modern, IKN akan menjadi pusat pemerintahan yang efisien dan berkelanjutan.

Namun, kritikus menyangsikan apakah kepindahan ibu kota akan benar-benar menyelesaikan persoalan tersebut. Mereka mengkhawatirkan bahwa IKN justru akan menjadi kota hantu di masa depan, dengan segudang masalah baru yang muncul akibat perencanaan dan pelaksanaan yang buruk.

Kontroversi ini tampaknya akan terus berlanjut hingga masa depan pembangunan IKN menjadi lebih jelas. Apakah proyek ini akan diteruskan atau dibatalkan, semua akan bergantung pada kebijakan pemerintahan baru yang akan berkuasa mulai Oktober 2024. Namun, satu hal yang pasti, perdebatan ini telah membuka tabir mengenai kompleksitas dan tantangan dalam proses pengambilan keputusan besar di tingkat nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun