Di tengah gejolak ini, calon Presiden Prabowo Subianto, yang berpotensi besar memenangkan Pemilihan Umum 2024, telah menyuarakan pandangannya tentang proyek IKN. Dalam pernyataannya di Qatar Economic Forum pada 15 Mei 2024, Prabowo mengisyaratkan bahwa ia akan mengambil strategi yang berbeda dari pendahulunya. Ia menganggap IKN sebagai proyek politis dan karenanya harus dibiayai dengan sumber daya dalam negeri, tidak mengandalkan anggaran negara yang terbatas.
Pernyataan Prabowo ini menimbulkan spekulasi bahwa jika terpilih, ia berpotensi menghentikan atau menunda proyek IKN. Namun, langkah ini tentu akan memicu kontroversi baru, mengingat proyek tersebut telah menghabiskan banyak sumber daya dan upaya. Tidak semestinya pemerintahan baru membawa kekacauan kebijakan dari rezim sebelumnya ke era kepemimpinannya yang baru.
Di sisi lain, pendukung proyek IKN berargumen bahwa pemindahan ibu kota merupakan langkah strategis untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Jakarta, seperti kemacetan lalu lintas dan banjir. Mereka percaya bahwa dengan infrastruktur baru yang dirancang secara modern, IKN akan menjadi pusat pemerintahan yang efisien dan berkelanjutan.
Namun, kritikus menyangsikan apakah kepindahan ibu kota akan benar-benar menyelesaikan persoalan tersebut. Mereka mengkhawatirkan bahwa IKN justru akan menjadi kota hantu di masa depan, dengan segudang masalah baru yang muncul akibat perencanaan dan pelaksanaan yang buruk.
Kontroversi ini tampaknya akan terus berlanjut hingga masa depan pembangunan IKN menjadi lebih jelas. Apakah proyek ini akan diteruskan atau dibatalkan, semua akan bergantung pada kebijakan pemerintahan baru yang akan berkuasa mulai Oktober 2024. Namun, satu hal yang pasti, perdebatan ini telah membuka tabir mengenai kompleksitas dan tantangan dalam proses pengambilan keputusan besar di tingkat nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H