Beruntung, Monster cukup berhasil dalam hal ini. Scoring yang dinamis dan desain suara yang mencekam membantu mempertahankan intensitas dalam banyak adegan. Namun, tetap saja terasa ada sesuatu yang kurang tanpa adanya dialog yang membangun hubungan emosional antara penonton dan karakter.
Salah satu kelemahan terbesar dari Monster adalah ceritanya yang terlalu sederhana dan kurang mendalam. Setelah memperkenalkan premis penculikan, film ini tampaknya hanya berputar-putar pada adegan kejar-kejaran antara Alana, Jack, dan rekannya, tanpa adanya pengembangan plot yang signifikan.
Minimnya dialog juga membuat karakter-karakter terasa kurang berbobot dan kurang memiliki latar belakang yang jelas. Penonton hanya bisa menebak-nebak motivasi di balik tindakan kejahatan Jack, tanpa adanya penjelasan atau konteks yang memadai.
Pada akhirnya, cerita yang terlalu sederhana dan kurangnya pengembangan karakter membuat Monster terasa kurang memberikan dampak emosional yang mendalam pada penontonnya. Film ini lebih berfokus pada aspek visual dan ketegangan sesaat, namun gagal memberikan kedalaman cerita yang dapat diingat dalam jangka panjang.
Setelah menonton Monster, banyak pertanyaan yang masih mengganjal di benak penonton. Pertanyaan-pertanyaan ini muncul karena kurangnya penjelasan atau konteks yang diberikan oleh film ini.
Misalnya, mengapa film ini harus dibuat tanpa dialog? Apakah ada alasan khusus di balik keputusan tersebut, atau hanya sekedar eksperimen semata? Jika memang ada alasan yang kuat, sayangnya hal itu tidak tersampaikan dengan baik kepada penonton.
Selain itu, ada juga pertanyaan tentang motivasi dan latar belakang para karakter, terutama Jack sebagai antagonis utama. Apa yang mendorongnya untuk melakukan tindakan kejahatan tersebut? Apakah ada cerita di balik karakternya yang tidak terungkap?
Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin saja sengaja dibiarkan tanpa jawaban oleh sutradara, tetapi bagi sebagian penonton, hal ini dapat terasa mengganggu dan meninggalkan kesan cerita yang tidak utuh.
Monster adalah sebuah film thriller eksperimental yang berani keluar dari jalur konvensional dengan meminimalkan dialog. Meskipun pendekatan ini membawa sejumlah keunikan, seperti akting non-verbal yang kuat dan sinematografi yang menawan, film ini juga memiliki beberapa kelemahan.
Cerita yang terlalu sederhana, kurangnya pengembangan karakter, dan minimnya konteks di balik minimalisasi dialog membuat Monster terasa kurang memberikan dampak emosional yang mendalam. Penonton mungkin akan terpukau dengan ketegangan visual yang dibangun, tetapi juga meninggalkan banyak pertanyaan yang tidak terjawab setelah menonton film ini.
Meskipun demikian, Monster tetap layak diapresiasi sebagai sebuah upaya berani untuk mengeksplorasi pendekatan baru dalam dunia perfilman Indonesia. Dengan sedikit penyempurnaan dalam aspek cerita dan pengembangan karakter, film-film sejenis di masa depan berpotensi untuk memberikan pengalaman menonton yang lebih utuh dan memuaskan.