Mohon tunggu...
Muhammad Veri Azis
Muhammad Veri Azis Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Psikoanalisis dari Kasus Pembullyan Siswa SD Di Bekasi: Pembullyan Berujung Petaka

6 Desember 2023   21:32 Diperbarui: 12 Desember 2023   14:52 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam teori psikoanalisis, manusia dianggap sebagai makhluk yang kompleks dengan berbagai lapisan kesadaran dan tidak sadar. Terdapat beberapa karakteristik manusia komunikan dalam segi psikoanalisis, antara lain:

  • Id (Hawa nafsu): Bagian tidak sadar kepribadian yang didominasi oleh keinginan dan naluri dasar. Ini mencakup dorongan biologis dan insting-insting dasar.

  • Ego (Yang mengontrol): Bagian yang berusaha memediasi antara id dan realitas eksternal. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas dan mencoba memuaskan keinginan-keinginan id secara realistis.

  • Superego (Moral): Norma-norma moral internal dan ideal-ideal yang dimiliki individu. Superego berfungsi sebagai suara hati nurani dan mencerminkan norma-norma sosial yang diterima.

Erat kaitannya lapisan-lapisan sadar dan tidak sadar manusia, seperti id, ego, dan superego tersebut dengan perilaku seseorang, sebagai contoh yaitu pada kasus perundungan terhadap salah seorang siswa di Bekasi. Dalam kasus ini, id (hawa nafsu) menjadi alasan dasar mengapa pelaku yang berinisial L menyelengkat kaki F dan mengolok-olok hingga mengancam korban bersama siswa lainnya. Dari kronologi tersebut, menunjukkan bahwa id (hawa nafsu) pelaku berkeinginan untuk membuat orang lain menderita dengan cara menyelengkat siswa berinisial F yang sedang berjalan menghampiri penjual jajanan ketika jam istirahat berlangsung. Di samping itu, id (hawa nafsu) juga berlaku pada tindakan gurunya yang mewajarkan perilaku bullying dengan melontarkan pernyataan bahwa tindakan yang dilakukan siswa L itu candaan semata bahkan membantah jika di sekolah mereka terjadi perundungan.

Selain itu, dapat dilihat bagaimana superego (moral) mendorong seseorang dalam bertindak pada kasus perundungan siswa F, misalnya guru yang berusaha menutupi kasus perundungan tersebut khawatir jika kasus perundungan siswa F tersebar luas, maka orang tua siswa yang terlanjur menyekolahkan anaknya di sana akan berdemo. Sehingga guru tersebut berupaya untuk melindungi nama baik sekolah. Dalam hal ini, hati nurani guru tersebut memperingatkannya untuk bertindak sesuai norma sosial. Sementara itu, ego (yang mengontrol) berperan penting pada setiap individu yang terlibat dalam kasus perundungan terhadap siswa F termasuk korban, pelaku, guru, keluarga, dan masyarakat. Hal ini dikarenakan ego menjadi bagian kesadaran yang mengontrol antara id (hawa nafsu) dengan superego (moral). Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa alasan pelaku menyelengkat kaki F dan mengolok-olok hingga mengancam korban bersama siswa lainnya disebabkan oleh dorongan dari id (hawa nafsu) yang tidak dapat dikontrol oleh ego (yang mengontrol). Sehingga, superego (moral) terabaikan.

KESIMPULAN

Dari kasus yang telah terjadi, banyak sekali pelajaran yang dapat diambil. Pelajaran ini berlaku di semua kalangan atau masyarakat, baik orang tua maupun anak-anak. Kasus ini telah memberikan dampak yang sangat buruk bagi psikis dan fisik korban. Hal ini disebabkan atas perlakuan teman-teman korban/F yang dengan sengaja bersengkongkol untuk membully,  hingga salah seorang temannya menyelengkat kaki F dan mengolok-olok korban/F. 

Tidak hanya itu, kasus ini juga berdampak bagi orang tua korban. Orang tua sampai mendesak F untuk bercerita bagaimana awal mula kejadiannya karena kekhawatiran yang timbul terhadap kondisi kaki F yang kian memburuk hingga F tidak bisa berjalan karena rasa sakit pada dengkulnya dan pada akhirnya tindakan amputasi harus dilakukan. Hal utama dari kejadian ini, orang tua menjadi peranan yang penting dalam pembentukan sifat serta psikologis anak dalam bersosial, dengan menunjukkan sikap positif, empati, dan menghargai perbedaan, anak-anak akan cenderung meniru perilaku tersebut. Selain itu, komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak juga penting. Orang tua perlu melibatkan anak dalam percakapan mengenai nilai-nilai moral, etika, dan dampak negatif dari perilaku merugikan orang lain. Mengajarkan anak untuk mengembangkan empati dan memahami perasaan orang lain juga merupakan aspek penting dalam mencegah perilaku bullying. Melalui pendekatan ini, orang tua dapat membantu membentuk karakter anak-anak mereka sehingga mereka tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab, peduli, dan menghormati orang lain.

Sebagai orang tua, harus bisa mengetahui apa yang dilakukan anak di sekolah. Alangkah baiknya jika orang tua rajin bertanya kepada anak bagaimana hari mereka di sekolah, perilaku baik dan buruk yang dilakukan anak, mengajarkan anak agar lebih terbuka terhadap orang tua. Orang tua juga dapat mengajarkan anak dan memberi arahan anak agar berperilaku baik, dan memberikan gambaran serta contoh dari akibat perilaku buruk. Maka dari itu, anak dapat mengerti bahwa perilaku buruk dapat berdampak buruk juga bagi orang lain. Orang tua juga perlu memperhatikan kesehatan mental seorang anak, karena seringkali orang tua merasa mental anak baik-baik saja, namun kenyataannya tidak. 

Penulis juga membahas kasus ini lewat podcast yang dipublikasikan melalui platform YouTube, jika anda tertarik untuk menonton bisa mengaksesnya lewat link berikut ini https://youtu.be/np8aSrZVT10?si=DPVLWqV_bwkSEYVQ 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun