Mohon tunggu...
Vera Damayanti
Vera Damayanti Mohon Tunggu... Novelis - Novelis Digital

Hanya seorang penulis dalam dunia digital yang ingin berbagi inspirasi dan imajinasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Legionnaire: Battle of The Heart #6

21 Januari 2025   06:27 Diperbarui: 21 Januari 2025   06:27 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bab 6 Berburu

"Sejak kapan kau di sini?" Saking lama mengamati bintang, Ramshad lengah hingga tak mendengar langkah kaki Taja.

"Cukup lama sampai kau selesai bersiul. Lagu tak jelas itu! Sampai kapan kau akan berhenti mengingatnya?" protes Taja, sedangkan Ramshad cuma bisa tersenyum menatap langit malam sambil berbaring di atas rumput hijau nan lembut.

"Hanya senandung kematian. Mengingatkanku pada kejam dan dinginnya perang," sahut Ramshad terkesan sekenanya.

"Dan aku membencinya!"

"Bukan salahku bila sejak tadi kau di sini dan terpaksa mendengarkan lagu itu. Tapi ... apakah kau tak ingin merenung peristiwa itu lagi? Perang kita melawan penyihir Sazzar?"

"Bagian itu tidak berkesan."

Ramshad melirik ke arah Taja yang kini ikut-ikutan berbaring meskipun agak jauh. "Oh ya? Lalu, bagian mana dari masa lalumu yang paling menyakitkan? Kehilangan Amran?" Ramshad menyindir sembari terkekeh. Ia tahu bahwa balasan akan segera didapatkannya, berupa lemparan sebuah kerikil.

"Terima ini, orang jahat!" balas wanita itu, sementara Ramshad justru tertawa lepas, tampak puas ketika wajah Taja berubah panas karena emosi yang meninggi. "Aku tidak akan menikahi seorang pengkhianat!"

"Tidakkah sekalipun kau merindukannya?"

Taja bangkit. Mendadak menghunus belati bergagang gading dari sarung yang terpasang di pinggang kirinya, kemudian menyerang Ramshad. Ujung benda itu sudah menyentuh kulit leher pria tersebut tetapi dia tetap tenang dan sedikit mengangkat alisnya.

"Apa ini? Sekadar pembuktian bahwa kau tidak lagi mencintainya?" pancing Ramshad. Mereka sudah sekian lama bersama namun kali ini Taja seperti hendak membuktikan sesuatu padanya. Entah apapun motivasinya. Dendam, sakit hati, rasa benci. Tampak sangat jelas terbaca bahwa dia begitu alergi pada satu kata itu. Cinta.

"Dengar ya, Sok Tahu! Kalau kurang keras bisa kuteriakkan kata-kataku ke telingamu. Aku tidak lagi mengingat nama itu. Bagiku dia sudah lama mati! Satu-satunya peristiwa yang membuatku terjatuh adalah ketika harus kehilangan orang tuaku. Bukankah kau juga melihatnya? Bagaimana Sazzar menghabisi mereka? Jadi, jangan kau buka lagi semua luka itu karena bisa membuatku menyakitimu!"

Ramshad justru menatap tajam ke wajah Taja yang memerah dan mulai basah oleh air mata. "Kau lupa bahwa kau seorang panglima? Sedalam apapun luka hatimu, seharusnya tidak membuatmu tampak lemah." Tangannya yang berbalut sarung tangan hitam meraih dagu Taja sehingga kini keduanya sama-sama duduk di atas rumput hijau permadani. "Nikmati penderitaan sama seperti kau menikmati kebahagiaan."

Ia menunggu beberapa saat sehingga Taja menjadi lebih tenang. Sudah sekian ribu kali kesempatan seperti ini datang, namun Ramshad memilih tetap diam dan menghindar. Tidak mungkin memanfaatkan kelemahan Taja demi sisi egonya sebagai seorang pria. Mengenal wanita itu sejak dia berusia delapan belas tahun, tentu lebih dari cukup untuk menerjemahkan sinyal rasa dalam hatinya. Bagaimanapun ia harus yakin, bahwa perasaan itu tidaklah bersifat sementara.

"Aku ... ternyata tidak setangguh itu." Taja tertunduk. "Aku ingat saat raja menunjukku sebagai panglima, seseorang berkata, bisa apa dia? Aku berusaha menelan pahitnya kekecewaan itu sehingga kadang harus berpura-pura, tetapi kau ... mengapa raja tidak menunjukmu?"

"Hhh, dia." Ramshad berubah malas dan menggunakan kedua tangan untuk menyangga belakang kepala dan kembali menatap bintang-bintang. "Tak seorang pun mampu memahami isi kepala Yang Mulia yang kelewat cerdas."

"Maksudmu?"

"Susah kujelaskan padamu tetapi percayalah, raja tidak sebaik yang kita kira. Sebaiknya kau urungkan niat untuk memata-matainya. Urus saja pasukan."

Penjelasan Ramshad malah memicu rasa penasaran yang lebih dalam. Dilihatnya tatapan curiga Taja, ungkapnya lagi, "Sepertinya, dia mulai berubah."

Kenyataannya, ia sulit menyakinkan Taja. Wanita itu bahkan sudah mencatat kegiatan rajanya selama beberapa hari namun sekilas tidak ada yang aneh atau menarik perhatian.

Hari-hari rajanya dihabiskan untuk mengurus kepentingan rakyat, mulai dari masalah sepele hingga yang bersifat rahasia. Lalu apa masalahnya? Apa hubungannya dengan ratu yang diduga Ramshad sedang memanfaatkan dirinya?

"Mengapa ratu memanfaatkanku dengan menitipkan kekuatan itu? Kekuatan yang mampu membaca pergerakan siapapun yang kuinginkan, termasuk Ramshad Ali?" Ia sering membatin.

Kemudian, mengapa Ramshad ingin agar ia berhenti mengikuti raja? Benarkah raja mulai berubah dan tidak sebaik dulu?

Banyak pertanyaan bermunculan dalam otaknya tetapi tak satu pun yang akan memiliki kaitan benang merah andai Taja takut mengambil risiko, sedangkan Ramshad tidak mungkin mau menjawabnya secara terbuka.

Apabila seorang mata-mata utama istana sampai menolak memberinya informasi yang berharga tentang urusan internal istana, maka jalan satu-satunya hanya mencari jawabannya sendiri, bahkan jika terpaksa harus mengintai dua manusia junjungannya yaitu raja dan ratu.

Malam itu, Taja menanggalkan tugasnya sebagai panglima dan mulai melakukan aksinya menyelinap ke istana utama. Pertama, memastikan rajanya tidur di sebelah istrinya, sebab bila tidak, langkah kedua adalah memburu orang nomor satu di Eyn itu.

Dugaannya benar, Carlo Dante tidak bersama Eyn Mayra. Ke mana Yang Mulia? Tampak wanita tercantik, teranggun, dan tersakti di negeri Eyn tersebut tengah berbaring dan terlelap sendiri, sementara Taja mengamati dari dahan pohon besar menggunakan teropong kesayangan. Setelah beberapa lama, ia yakin bahwa raja tidak berada di ruangan yang sama, apalagi jendela balkon kamar dibiarkan terbuka!

Kurang ajar! Desis Taja, kesal. Seharusnya raja tahu bahwa saat malam, keamanan ratu adalah utama di tangannya. Sesibuk apapun, ratu tidak boleh dibiarkan sendiri walaupun dijaga oleh puluhan penjaga. Mungkin raja sudah lupa bahwa pesaingnya, Raja Zaghas Ardeth, masih berpeluang merebut ratu dan istana sekali lagi. Cinta buta lelaki dari Kerajaan Hinnan itu takkan lekang oleh waktu. Masih ingin tahu apakah sekiranya Eyn Mayra akan menjawab tawaran kasih sayangnya. Jika terus begini, peluang itu akan berpihak pada Ardeth! Taja berpikir geram.

Namun, di mana raja? Saatnya menggunakan kembali kekuatan dari ratu.

Taja mengangkat tangan kiri di mana terdapat sebuah cincin tipis di jari manisnya. Cukup tipis sehingga nyaris tak terlihat. Dikecupnya sebentar, lalu bola matanya langsung menangkap semua pergerakan halus di sekitarnya. Bibirnya tersenyum. Sama sekali tidak menyadari bahwa dari kejauhan, seseorang sedang mengamati gerakannya.

"Dasar bodoh!" gumam sosok berbalut pakaian serba hitam sehingga menyatu dengan kegelapan.

Taja mulai bergerak cepat menuju ruang senjata di mana peti-peti itu disimpan walau meniru pekerjaan Ramshad sesungguhnya tidak mudah. Ia harus bisa mengendalikan konsentrasi antara tubuh, hati, dan pikiran. Lengah sedikit saja, para penjaga istana yang tidak mengenalinya akan langsung menghabisinya!

Terakhir, harus diam walau dalam hati menggerutu ketika beberapa penjaga justru berhenti di balik dinding tempatnya bersembunyi lalu malah sedikit berbincang sehingga menghambat waktunya. Ia kenal salah satu penjaga itu. Itu suara Cody!

"Ruang senjata di istana utama tidak boleh lagi digunakan untuk menyimpan semua peralatan pertahanan kita bahkan sebelum peti-peti itu datang. Di luar ruangan, juga tidak diizinkan ada penjaga. Ada apa sesungguhnya? Ada apa di dalamnya?"

Cody terdengar menjawab malas, "Yah ... kita ikuti saja. Yang Mulia sudah mengorbankan segalanya demi rakyat Eyn. Apa susahnya memercayai beliau kali ini?"

"Tapi, bukankah Yang Mulia sudah banyak berubah? Sejak keluar dari penjara itu?" desak rekan Cody.

Cody terdiam, kehabisan kata-kata untuk membela rajanya sebab sanggahan itu bisa diterima. Sikap pasif ini membuka kesempatan rekannya untuk bicara lagi.

"Semua orang membicarakan perubahan sikap raja. Dulu, beliau sangat ramah dan sering bercanda dengan siapa saja, tapi sekarang ...."

Lagi-lagi Cody merenung. Teringat suatu pagi, saat kereta kuda istana membawa kembali sang raja dari dunia kegelapan. Pagi yang semula cerah, mendadak tersapu awan mendung. Burung-burung berhenti berkicau dan sekitar istana berubah tegang dan menyeramkan. Ramshad Ali yang mengendalikan tali kekang turun dari kereta dan membukakan pintu seraya menunduk hormat.

Detik itu, semua penjaga yang ditugaskan menyambut raja termasuk dirinya, tidak sanggup menatap raja mereka terlalu lama.

Bayangan mengerikan kehidupan penjara yang dialami Carlo Dante, terlukis jelas di sekujur tubuhnya melalui goresan bekas luka. Selain itu, dia juga terlihat lebih tegap, kekar, dan sorot mata elangnya menjadi lebih tajam. Sosok dan sifatnya berubah drastis.

Tak ingin dikuasai ketakutannya sendiri, Cody mengajak rekannya buru-buru pergi. "Setidaknya negeri ini masih tegak berdiri. Jika raja baik-baik saja, maka kita pun demikian. Ayo pergi, jangan sampai siapapun mendengar pembicaraan kita."

Taja yang sejak tadi menyimak, tentu sangat mengerti bila perubahan suasana istana berpengaruh pada seluruh penghuninya, namun hal itu tidak menyurutkan niatnya malam itu. Ia melangkah lebih jauh menuju sosok buruannya!

***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun