Namun terlambat, denting lonceng babak kedua baru terdengar di telinganya dan Ramshad telah bangkit untuk menghadapi lawannya lagi. Mendadak Stravos panik, ia belum siap terjebak dan mati di tempat ini. Bingung antara memastikan kemenangan jagoannya dan menikmati uangnya, atau memanfaatkan waktu untuk menyelamatkan nyawa. Akhirnya ia memilih pilihan kedua sebab tidak akan ada uang yang akan mengalir ke kantongnya malam ini. Seharusnya ia bia menebak isi kepala mata-mata Eyn itu, bahwa dia tidak akan berkompromi dengan siapapun dan demi apapun. Semua dia lakukan untuk melaksanakan perintah raja. Tanpa sadar, Stravos menepuk dahinya sendiri. Ia baru saja hendak berbalik ketika seorang bertudung putih mengajaknya kembali menikmati pertandingan itu.
“Mau ke mana, Tuan Stravos? Meninggalkan jagoanmu yang sebentar lagi akan menghasilkan pundi-pundi emas untukmu?”
Suara wanita dan Stravos sangat mengenalnya. Tiba-tiba saja, lututnya merasa nyeri. Lutut itu masih mengingat cedera parah akibat tendangan wanita di sampingnya. Siapa lagi kalau bukan Taja? Panglima perang Kerajaan Eyn yang sangat disegani karena kecerdasan, kecantkan dan kekuatannya. Sampai sekarang, ia bahkan belum mendengar informasi apapun perihal kelemahan wanita itu.
“Ba-bagaimana kau bisa masuk?” tanyanya, begitu gugup dan takut.
“Aku meminta satu kekuatan khusus dari Ratu.”
“A-a-apa itu?” Dilihatnya Taja hanya fokus ke arena laga, memastikan Ramshad membalas perlakuan lawan pada babak sebelumnya dan wanita tersebut tampak puas dengan kemenangan di tangan rekannya.
“Ke manapun dia pergi, aku bisa mencium jejaknya meskipun jaraknya sangat jauh sekalipun. Itu artinya, dia akan kecewa jika tahu aku ikut campur urusannya. Sekarang, sambut dia dengan senyum paling manis dan ikuti rencananya. Kalau kau berhasil hidup, aku janji tidak akan mengganggumu dalam waktu beberapa minggu.” Taja mundur menjauh usai berpesan demikian.
Stravos menurut. Ia memasang tampang girang yang dipaksakan saat Ramshad kembali. “Ha ha, bagus! Kau yakin bisa mengatasi empat orang lagi?”
“Kau pikir, buat apa aku di sini?” Jawaban Ramshad membuat Stravos terdiam setengah menyesal. Berurusan dengan militer Eyn selalu membuatnya jantungan.
Kemenangan demi kemenangan diraih Ramshad dengan mudah. Pria itu seperti dikejar waktu mempercepat tujuannya, bahkan kini, gundu emas telah berada di tangan Stravos. Satu lawan lagi.
Lawan terakhir sengaja didatangkan dari suku liar di pedalaman. Laki-laki bertubuh ramping kecil dengan rajah unik yang menandakan bahwa dia adalah seorang petarung. Benar saja, ketika babak pertama dimulai, Ramshad sudah dibuat repot dengan kelincahan gerak orang itu. Gerakan pengalih perhatian disusul pukulan dan tendangan bertubi-tubi selalu tepat mengenai sasaran dan jelas menghambat tujuan akhir Ramshad. Seperti sebelumnya, ia membiarkan tubuhnya dihajar habis-habisan demi melihat kelemahan lawan. Lonceng pun berbunyi, ia kembali ke sudut arena.