Setelah abi duduk bersama di ruang makan, kami mulai makan sahur. Biasanya Umar disuapkan makan sahur, sekarang dia menyuap nasinya sendiri tapi kurang semangat. Sesekali dia melirik umi. Sepertinya ada sesuta yang diinginkannya. Umi pura-pura tidak tau. Lama-lama umi kasihan juga. Ya...inilah jiwa seorang ibu yang tidak tega melihat anaknya. Akhirnya, Umar disuapkan. Dia makan dengan lahap.
"Abi, nanti Umar ikut jualan ya. Umar ingin bantu abi", bujuk umar.
" Jangan, Nak. Nanti Umar lelah. Umar juga puasa", jawab abi.
"Enggak apa-apa, Bi. Insyaallah Umar kuat".
Abi tersenyum tanda setuju dengan keinginan Umar. Tahun ini tahun ketiga abi jualan kerupuk kulit pada bulan Ramadhan. Tahun lalu Umar juga ikut jualan tapi saat itu dia tidak puasa.
Azan pun berkumandang, Umar dan abi bersiap untuk sholat jamaah ke mesjid. Umar memakai baju muslim dan peci nasional kesukaannya. Sungguh senang melihat Umar. Dia sangat senang ke mesjid apalagi ditemani abi.
Sepulang dari mesjid, Umar tidak mau tidur. Dia ingin menonton dan menemani Umi membaca Alquran. Mendengarkan Umi mengaji, dia teringat pesan Bu Guru mengenai tugas selama bulan Ramdhan.
"Astagfirullah...selama Umar di kampung tidak ada baca kibar. Umar sudah kibar C, Mi. Bantu dengarkan dan ajarkan Umar ya, Mi", kata Umar begegas mengambil kibar C di tas sekolah.
Umar mulai membaca kibar halaman pertama. Ada hal baru yang harus dipelajari dari kibar C. Umar mendengarkan dan membaca sesuai yang diajarkan umi. Satu halaman selesai dibacanya, tapi masih ingin melanjutkan halaman berikut. Umi menghentikan, karena umar kelihatan mengantuk. Namun, Umar ngotot ingin melanjutkannya.
"Cukup satu halaman ya. Nanti Umi pulang sekolah kita lanjutkan lagi. Umi mau siap-siap ke sekolah. Tadikan Umar bangun jam empat. Umar, lanjutkan tidurnya"
"Satu halaman lagilah, Mi. Umar belum mengantuk. Kalau siang, Umar mau jualan sama abi. Jadi sekarang aja Umar ngaji."