Aku lihat, anaknya tinggal 1. Koko tidak ada. Kami menyangka, mungkin koko dimakan lagi oleh kucing jantan. Ketty selalu mengeong sampai hari ke tiga.
Kami mendengarkan ngeongan Ketty semakin sering dan kuat. Sekali-sekali ngeongannya merintih dalam sedihan. Ketty menghampiriku seolah-olah mengajak aku. Dia berlari ke arah kulkas.
Aku tetap tidak arif dengan maksud Ketty seperti ini. Aku ikuti jejak langkah Ketty yang semangat berlari dan mengeong memberi petunjuk. Semakin dekat ke kulkas, akupun mencium bau menyengat dan bau bangkai.
Aku dan suami mencari sumbernya tapi tidak ditemukan. Hidungku dan anak-anak tidak tahan menciumnya. Kami menyangka, ada tikus yang mati di belakang rumah karena dicari tidak ketemu.
Namun, aku ragu kenapa Ketty sibuk dan mengeong? Dia sering menggaruk-garuk lantai sambil memandang ke kolong kulkas. Apa ini ada hubungannya dengan kepergian Koko? Hatiku mengatakan, sepertinya ini bau bangkainya Keke bukan tikus.
Selesai sholat magrib, aku berdoa semoga Allah memberi petunjuk letak bangkai yang sangat mengganggu kami. Ketty tetap mengeong dan menyelundupkan kepalanya mengarah kolong kulkas. Akupun melihat ada semut berjajar ke arah kolong kulkas.
Aku langsung menyadari kalau ini petunjuk dan jawaban atas do'aku. Allah memberi petujuk melalui ngeongan kucing dan semut.
Suamiku mengambil senter, rupanya ada Koko diantar kerumunan  semut besar. Suamiku berusaha mengeluarkan bangkai Koko.
Suamiku mengambil tangkai sapu untuk mengeluarkan Koko. Bangkai Koko sudah mulai lunak. Perlahan-lahan suamiku mendorong Koko keluar dari kolong kulkas.
Tiba-tiba terdengar bunyi berderuk karena  tubuh Koko yang sudah melunak membentur sanding kulkas. Rupanya kepala Koko remuk. Sungguh sadis kematian Koko dan sulit untuk meraih bangkainya. Alhamdulillah dengan kesabaran suamiku, Koko bisa diambil.
Ketty langsung mengejar bangkai anaknya dan mencium-cium Koko. Dia mengeong, merintih dengan suara paraunya.