Bukankah anggota Fatayat sifatnya hanya membantu semampunya? Bukankah kebutuhan rakyat saat kondisi darurat seperti ini menjadi tanggung jawab pemerintah?Â
Coba tengoklah kebawah apa yang terjadi pada rakyat miskin di tengah pandemi ini.
Salah seorang warga yang tidak mau disebut namanya mengatakan keberatan kalau harus beli masker harganya 8 ribu rupiah mending buat beli beras anak-anaknya.
"Pemerintah cuma nyuruh pakai masker saja, kita yang buruh lepas harian gak ada kerjaan uang pas-pasan mana ada uang untuk beli masker," ungkap warga tersebut sedikit emosi.
Inilah wajah asli rakyat Indonesia, masih banyak yang butuh ukuran dana. Bahkan bila melihat kondisi seperti ini sungguh sangat memprihatinkan, mereka tidak bisa membedakan mana pemberian ikhlas karena peduli dan mana yang harus bertanggung jawab atas keadaan ini.
Hj. Nur Nadlifah anggota komisi IX DPR RI Fraksi PKB Dapil IX Jateng pernah mengatakan juga bahwa terkait sejumlah wilayah di Indonesia berencana melakukan karantina, pihaknya meminta penyaluran logistik tidak boleh terhambat, apalagi kalau bahan pokok dan obat-obatan.Â
"Bayangkan kalau stok bahan pokok ini terlambat, maka masyarakat akan teriak dan jadi masalah untuk pemerintah," jelasnya.
Semoga Hj. Nur nadlifah tidak hanya membagikan bantuan di pinggiran jalan dan pasar saja tapi juga lebih mengena berikan pada ranting agar dikelola, karena fatayat ranting akan lebih tahu kemana penyaluran bantuan yang lebih tepat karena lebih mengenal keadaan ekonominya.
Warga sampai bisa marah tidak kebagian masker kan sangat lucu, gimana coba kalau yang dibagikan sembako? Bisa makin kacau sepertinya, padahal itu bantuan tidak minta dari pihak pemerintahan tapi murni dari rakyat untuk rakyat.
Ayolah pemerintah dari pusat hingga desa, lihat apa yang dibutuhkan rakyat saat pandemi ini. Jangan hanya menghitung anggaran COVID-19 tapi nyatanya dana darurat bencana itu tidak membantu kebutuhan selama masa karantina ini. Untuk apa posko dibanyakin kalau rakyat masih meraung tak bisa makan.