Tujuan hidup aku tuh apa ya sebenernya?
Selesai kuliah bakal lanjut S2, kerja, atau menikah ya?
Terus masa depanku besok gimana ya?
Hidupku kedepan bakal gimana?
Kenapa ya sekarang aku ada dikeadaaan seperti ini?
Kok aku sekarang masih gini-gini aja?
Kok orang-orang seumuranku udah pada sukses, punya prestasi yang membanggakan, dan mereka seperti udah tau jalan hidup dan melaju cepet banget. Sedangkan aku di sini masih seperti ini, pada dasarnya aku seperti merasa tertinggal dengan teman-teman yang lain.
Apakah dari kalian ada yang pernah mengalami atau memikirkan hal tersebut? Atau saat ini kalian sedang mengalaminya?
Timbul banyak pertanyaan di otak kalian mengenai identitas diri, hidup kita itu mau bagaimana, mau dibawa kemana, kedepannya bakal gimana, mulai merasa tertinggal dengan teman-teman kalian yang lain, dan aspek-aspek hidup lainnya yang membuat galau dan overthink memikirkan hal ini. Inilah yang dinamakan quarter life crisis.
Quarter life crisis adalah kondisi dimana seseorang mulai mencari sebuah jati diri, mempertanyakan tujuan hidupnya, dan overthinking terhadap pilihan yang dihadapkan pada seseorang.
Dilansir dari Satu Persen, quarter life crisis dialami ketika terjadi perubahan siklus kehidupan. Selain itu juga dapat disebabkan karena berbagai tekanan dan tuntutan dari orang-orang dan lingkungan sekitarnya. Tekanan dan tuntutan ini biasanya mengenai pencapaian hidup dan tujuan hidup seseorang.
Maka dari itu, quarter life crisis juga disebut dengan fase pendewasaan atau proses pendewasaaan seseorang. Hal ini mulai terjadi pada orang yang berusia 25 sampai pada usia 30 tahun. Namun tidak dipungkiri juga bahwa di umur 20 tahun seseorang sudah mengalami hal ini. Sudah memikirkan masa depan, tujuan hidup, dan yang lainnya.Â
Lalu apa saja tanda-tanda bahwa seseorang mengalami quarter life crisis?
1. Mulai mempertanyakan tentang tujuan hidup
2. Mencemaskan dan memikirkan tentang masa depan
3. Mulai membandingkan diri dengan orang lain
4. Kurang atau bahkan tidak memiliki motivasi untuk beraktivitas
5. Kehilangan motivasi dan juga harapan
6. Merasa terjebak, bingung, dan galau
7. Merasa ragu dengan diri sendiri
8. Takut akan kegagalan
Menurut seorang psikolog bernama Dewi Mayangsari, M.Psi., cara menghadapi quarter life crisis yaitu dengan menggunakan metode Who-What-How. Mari kita bahas satu per satu :
1. Who
Memahami siapa diri kita sebenarnya, dapat dimulai dengan kekurangan yang kita miliki, kelebihan, dan juga keinginan kita di masa mendatang itu apa saja.
2. What
Kita juga harus mengetahui apa yang harus kita selesaikan pada fase yang sedang kita jalani.
3. How
Kita harus mulai melakukan aksi terhadap permasalahan yang kita hadapi, seperti dengan menemukan orang yang suportif terhadap kita, mencari tahu prioritas hidup kita, dan tidak membiarkan orang lain yang menentukan hidup kita.
Selain hal itu, inilah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghadapi quarter life crisis : Â
1. Kita harus memiliki mindset bahwa setiap orang punya timeline hidup masing-masing. Tetap fokus atas segala hal yang ingin dicapai, tidak ada kata terlambat untuk berproses. Semua akan berproses sesuai waktunya dan akan meraih pencapaiannya yang tentunya jika dibarengi doa dan usaha.
2. Berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Memang, terkadang timbul rasa kagum sekaligus iri terhadap orang seumuran yang sudah meraih pencapaiannya sedangkan kita belum. Hal itu malah akan membuat kita merasa tidak nyaman, karena membandingkan diri dengan orang lain tak akan ada habisnya. Kita cukup fokus pada diri kita sendiri dan apa yang sedang kita lakukan sekarang.
3. Melakukan hal positif yang dapat mencharge energi positif untuk mengurangi stress. Hal ini bisa kita lakukan dengan menjalankan hobi seperti membaca buku, mendengarkan musik, menonton film, bertemu dengan orang-orang yang membawa dampak positif bagi kita, dan hal lainnya.
4. Mengingat bahwa hidup bukanlah sebuah perlombaan dengan orang lain. Karena hidup juga hakikatnya merupakan sebuah proses, bukan sebuah perlombaan untuk saling mengejar sampai ke garis finish. Semua orang memiliki starting point dan proses yang berbeda dan juga memiliki jalannya masing-masing.
5. Memaafkan bukan menyalahkan diri sendiri, orang terdekat, dan juga pada keadaan. Entah tentang keputusan salah yang pernah kita ambil, orang yang tidak support terhadap hidup kita, dan juga keadaan yang kurang baik yang pernah dialami.
6. Memberi support dan motivasi pada diri sendiri. Karena kita tidak bisa untuk terus bergantung kepada orang lain agar disupport dan diberi motivasi, melainkan kita sendiri yang dapat membangkitkan semangat dalam diri.
7. Mulai mengubah insecure menjadi bersyukur. Rasa insecure pastinya sering dirasakan oleh orang-orang dan berujung dengan overthinking. Melihat pencapaian orang lain atau teman terdekat dapat menimbulkan rasa minder di dalam diri kita. Kita tidak bisa mengendalikan tindakan orang lain, tapi kita dapat mengendalikan pikiran dan tindakan kita. Tidak masalah kita merasa minder karena melihat pencapaian orang lain, tapi kita juga harus dapat berfikir positif dan mulai menyadari bahwa semua orang memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Kita harus mulai bersyukur di setiap apa yang kita miliki, belajar mencintai dan menghargai diri sendiri.
8. Mulai membuat lifeplan yang lebih terukur. Lifeplan yang dibuat dengan step yang mendetail dan terukur sangat diperlukan supaya lebih mudah untuk merealisasikannya, karena dengan memiliki rencana tujuan hidup yang jelas, maka kita akan lebih terarah. Lifeplan diibaratkan seperti sebuah buku panduan untuk hidup kedepan kita bakal bagaimana karena kita lah yang berperan sebagai pemegang kendali atas hidup kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H