Di Indonesia wanita umur 30 tahun biasanya akan ditanya tentang pencapaian-pencapaian apa saja yang sudah ia raih. Khususnya apakah dia sudah menikah atau belum. Jika belum, masyarakat sekitar akan melihatnya dengan mata iba atau mengejek. Akan banyak pertanyaan yang mereka lontarkan. Mengapa belum menikah, jangan pilih-pilih ,nanti jadi perawan tua loh. Dan biasanya bagi si wanita tersebut pertanyaan tentang kapan menikah menjadi hal yang sensitif yang ingin ia hindari. Aku sewaktu remaja melihat fenomena tersebut merasa aneh dengan semua itu. Apa urusan mereka bertanya dan peduli dengan hidup orang lain. Mengapa sedih ketika ditanya kapan menikah, tinggal jawab. Sesimple itu pemikiranku saat itu. Hingga akhirnya aku merasakan itu sendiri . Aku berada di posisi wanita tersebut. Wah... ternyata memang menyedihkan . Lebih tepatnya aku merasa menyedihkan. Terkadang pertanyaan kapan menikah  terdengar seperti kepedulian namun juga terkadang sebagai hinaan. Teman teman yang peduli denganku sering menjodoh- menjodohkanku dengan teman atau kenalan mereka. Mereka berharap aku bisa segera menikah. Kadang aku merasa berterima kasih kepada mereka namun terkadang aku merasa lelah, walau sekali lagi  aku tau mereka semua melakukan itu karna mereka peduli padaku. Akupun juga ingin  bisa berdua bersama seseorang saling menyayangi dan bergantung. Yah tapi aku juga tidak bisa membuat keadaan seperti apa yang aku mau. Sekuat apapun rasanya aku mencoba, seperti Tuhan belum memberikan jalan.  Sebenarnya keadaan  saat ini  aku merasa tetap baik baik saja dan bahagia- bahagia saja ,namun memang ada yang berbeda.  Biasanya akhir pekan aku selalu jalan-jalan bersama teman temanku sekarang aku hanya di kamar menonton drama korea.  Teman- teman seumuranku sudah sibuk dengan hidup mereka mengurus anak dan suami. Bahkan teman teman yang  umur nya jauh lebih muda dariku sudah menikah dan punya anak. Disatu sisi memang aku merasa resah dan khawatir. Waktu terus berjalan dan tahun akan terus berganti  umurku akan terus bertambah.  Namun sekarang rasanya aku lebih ingin selesai dengan diriku sendiri. Aku berputar-putar berkelana mencari seseorang untuk mendampingi hidupku tapi sepertinya aku lupa untuk melihat diriku sendiri. Aku merasa masih menjadi puzzle yang belum tersusun. Aku merasa masih berantakan. Sekarang aku ingin selesai dengan diriku sendiri. Memahami apa yang belum aku dengar dan lihat dari dalam diriku. Aku ingin menjadi seseorang yang utuh  dahulu agar  aku bisa berjalan lurus dengan seseorang yang selalu mengenggam tanganku nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H