(Peringatan: artikel ini merupakan sebuah kritik sehingga akan mengandung spoiler)
Ah, perselingkuhan. Topik perselingkuhan bukanlah hal yang baru, menjadikan rata-rata film yang mengangkat isu tersebut berpeluang klise dan mudah tertebak. Tompi mengambil resiko tersebut namun dengan sebuah janji: ia akan menghadirkan sesuatu yang baru yang tidak akan terduga dari sebuah film perselingkuhan.
Termakan iming-iming janji tersebut, serta ulasan yang berseliweran di media sosial, akhirnya saya ikut menontonnya. Selesai merupakan karya kedua Tompi sebagai sutradara dan juga kolaborasi keduanya dengan Imam Darto selaku penulis skrip. Sebelumnya mereka bekerja sama dalam film Pretty Boys (2019).
Film Selesai bercerita mengenai Broto (Gading Marten) dan Ayu (Ariel Tatum) yang rumah tangganya sedang terancam bubar akibat perselingkuhan. Namun, ditengah permasalahan tersebut, mereka dikunjungi ibu Broto (Marini Soerjosoemarno) yang terpaksa tinggal di rumah mereka lebih lama dari rencana akibat adanya lockdown. Pasangan tersebut terpaksa menyembunyikan permasalahan mereka di depan ibu Broto.
Di awal film, tanpa basa-basi kita diberi gambaran bahwa rumah tangga kedua orang ini tidak dalam kondisi baik. Lalu, tidak ada misteri apakah Broto berselingkuh atau tidak. Broto memang berselingkuh. Dan perselingkuhan tersebut terjadi bukan untuk pertama kalinya. Broto kerap berselingkuh dengan wanita yang sama yang Ayu ketahui namanya, Anya (Anya Geraldine). Kali ini, Ayu menemukan bukti sebuah celana dalam di dalam mobil Broto, namun Broto mengelak, berkata bahwa tuduhan Ayu tidak beralasan.
Di sini dimulai penggambaran karakter Broto. Ia mengelak, mempertanyakan milik siapa sebenarnya celana dalam tersebut, bahkan dengan suara keras mulai menyalahkan Ayu karena tidak bisa diajak bicara. Broto tidak berusaha meminta maaf ketika Ayu menuduhnya berselingkuh (lagi). Terlepas dari entah siapa sebenarnya pemilik celana dalam itu, toh ia memang melakukan perselingkuhan. Ia juga tidak merasa malu.
Kita juga mulai diberi gambaran mengapa Ayu, yang sudah diselingkuhi suaminya berkali-kali dengan wanita yang sama, masih memilih untuk bertahan: ia tidak tega menyakiti mertuanya, ibu Broto, dengan perceraian mereka.
Sepertinya Tompi dan Imam Darto memang sengaja membuat kisah yang sedekat mungkin dengan dunia nyata, khususnya yang terjadi di dalam budaya Indonesia. Di dalam film ini, menarik untuk dicermati hubungan antara orang tua-anak, mertua-menantu, dan suami-istri. Hubungan antara orang tua dan anak misalnya, tergambar oleh adegan Broto dan Ayu yang sedang berargumen di dalam kamar tidur ketika ibu Broto, tanpa mengetuk, tanpa menunggu apakah ia diizinkan masuk atau tidak, dengan santai memasuki kamar mereka hanya dengan pemberitahuan lisan.Â
Kemudian ia tanpa ragu mengajarkan mereka cara berhubungan intim yang tepat agar mereka berpeluang lebih besar untuk memiliki anak. "Ibu sudah ingin cucu," demikian disampaikan ibu Broto. Baik Broto maupun Ayu sendiri tidak menghentikan perbuatan ibu Broto, seolah mereka setuju bahwa peran anak adalah menuruti orang tua, bahkan meskipun permintaan orang tua tersebut sudah kelewat batas.
Hubungan mertua-menantu juga menarik. Ayu, yang menyayangi dan merasa disayangi Ibu Broto layaknya orang tua sendiri, harus kecewa di akhir cerita. Meskipun terlihat perhatian dan menyayangi Ayu, toh ibu Broto tetap tidak memihak kepadanya ataupun memikirkan kebaikan dirinya dibanding anaknya.