Sebuah realita yang tidak bisa dipungkiri bahwa penyandang disabilitas di negara ini belum mendapat peluang yang sama dalam dunia kerja (formal).
Data Susenas th 2020 menyebutkan penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 6,2 juta jiwa. Namun baru sekitar 20 persen yang dapat bekerja dan mayoritas bekerja di sektor informal. Sektor yang sangat rentan terhadap guncangan ekonomi.
Disabilitas bisa diartikan sebagai “keterbatasan” yang menunjukan bahwa memang ada pembatasan yang disebabkan keterbatasan itu sendiri. Baik itu keterbatasan dalam melihat, mendengar dan berbicara, maupun keterbatasan fisik yang lain.
Pada akhirnya penyandang disabilitas memilih melakukan pekerjaan dalam hal informal. Pada umumnya saudara kita itu berprofesi sebagai tukang pijat. Atau sering kita lihat mereka berdiri di pinggir jalan sambil menenteng jualan. Walaupun banyak dari mereka sudah memiliki ijazah pendidikan formal dengan nilai yang baik.
Namun kembali lagi bahwa peluang mereka untuk menyandang status pekerja formal sangat kecil. Dari 10 perusahaan, berapa yang mau menerima mereka? Bisa jadi tidak ada satu pun dengan alasan mereka tidak bisa membantu meningkatkan produktivitas. Tidak jauh dengan sektor pemerintahan, berapa persen yang diangkat menjadi ASN?
Beberapa waktu lalu penulis ikut dalam sebuah diskusi bertajuk “ Tantangan Disabilitas dalam Akses Mendapatkan Pekerjaan” yang diadakan Yasayan Karya Murni. Yayasan yang diketua Sr. Desideria Saragih, KSSY itu yang bergerak dibidang pendidikan bagi disabilitas. Hadir para pendidik yaitu suster-suster dari Konggregasi Suster Santu Yosef (KSSY), penyandang disabilitas, dan beberapa penggiat sosial.
Diskusi itu sendiri mengangkat problematika seputar kesetaraan dalam dunia kerja bagi penyandang disabilitas disertai pengalaman langsung disabilitas yang pernah bekerja di sektor formal seperti menjadi guru.
Poin penting dalam diskusi tersebut adalah diperlukan payung hukum yang kuat agar penyandang disabilitas memiliki peluang untuk bekerja di sektor formal khususnya Kota Medan.
Agak disayangkan memang, Medan sebagai kota terbesar nomor 3 di Indonesia ternyata belum memiliki peraturan daerah yang berkaitan dengan disabilitas. Sebagai informasi baru 16 kota dari 97 kota di Indonesia yang memiliki perda disabilitas.
Apakah penyandang disabilitas dianggap tidak mampu bekerja di sektor formal? Pada kenyataannya ada perusahaan yang berani menerima penyandang disabilitas. Sebut saja Hotel Santika Medan dan PT Mega Power Electrindo. Memang tidak semua jenis pekerjaan dapat dihandle oleh penyandang disabilitas. Tapi kemauan untuk menerima disabilitas harus diapresiasi. Mungkin bisa dengan bantuan subsidi gaji atau keringan pajak.
PT Mega Power Electrindo sendri berani menerima lebih dari 10 penyandang disabilitas (tuna rungu). Di situ mereka bekerja merakit komponen peralatan kelistrikan. Ternyata hasil pekerjaan mereka sangat memuaskan.
Sebagai ilustrasi tahun pada tahun 2020 terdapat sekitar 28% dari penyandang disabilitas Singapura, yang yang memiliki pekerjaan tetap.
Hebatnya pemerintah Singapura memilik skema bantuan khusus bagi pengusaha yang mau memperkerjakan disabilitas. (sumber: https://www.msf.gov.sg)
Karena kakekatnya saudara kita penyandang disabilitas memiliki kemampuan yang sama. Jika memiliki kesempatan, mereka mampu mengikuti pendidikan dari dasar hingga ke perguruan tinggi bahkan berprestasi dalam bermacam-macam aspek. Jadi ketika mereka diberi kesempatan untuk bekerja, mereka pasti bisa sesuai dengan kecakapan yang dimiliki.
Negara sendiri sebenarnya sudah hadir melalui beberapa Undang-undang. Sebagai mana bunyi Pasal 5 UU no 13 tahun 2003 “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk mendapatkan pekerjaan”.
Bahkan Indonesia telah meratifikasi instrumen pokok dalam hukum internasional yang mengatur hak kerja penyandang disabilitas, yaitu Konvensi PBB UN Convention on the Rights of Persons with Disabilities (UNCRPD), tentang hak-hak penyandang disabilitas beserta Optional Protocolnya.
Indonesia juga sudah meratifikasi konvensi PBB tersebut pada November 2011 dan diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas.
Undang Undang no 13 tahun 2013 bahkan memuat secara jelas hak-hak disabilitas. Pasal 11 secara spesifik menyatakan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk memperoleh pekerjaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta tanpa Diskriminasi (butir a), memperoleh upah yang sama dengan tenaga kerja yang bukan Penyandang Disabilitas dalam jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang sama (butir b).
Coba simak bunyi Pasal 53 Undang Undang no 13 tahun 2016 ini :
- Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2% (dua persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.
- Perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% (satu persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.
Sekarang bagaimana mendorong percepatan lahirnya peraturan daerah Kota Medan tentang disabilitas yang mampu mengakomodasi hak-hak dan kebutuhan disabilitas.
Karena sejauh ini apa yang menjadi hak warga disabilitas kota Medan baru sebatas rancangan peraturan daerah (ranperda) semata. Katanya sih akan diselesaikan menjadi perda pada tahun 2021 ini.
Pemenuhan hak untuk mendapatkan pekerjaan formal bagi disabilitas otomatis peningkatan kesejahteraan. Terpenting juga adalah adanya jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan. Sesuatu yang tidak akan mereka peroleh jika menghandalkan pekerjaan informal.
Jika kita semua memandang penyandang disabilitas setara maka setara pula hak mereka untuk mendapatkan akses dalam dunia kerja formal seperti warga negara yang lain.
Semua pemangku kepentingan harus duduk bersama segera merumuskan formula yang tepat dalam mencari jalan keluar pemenuhan hak disabilitas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI